Pembangunan dan Kekhawatiran akan Indonesia yang Semakin Timpang

Farih Fanani
Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam UIN Sunan Kalijaga
Konten dari Pengguna
29 November 2021 14:43 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Farih Fanani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kita dari dulu suka menggembor-gemborkan kemajuan, kemodernan, dan pembangunan. Tapi di sisi lain, kita suka lupa kalau orang-orang yang ingin maju adalah orang-orang yang saat ini sudah maju. Ini akan membuat Indonesia yang semakin timpang.
ADVERTISEMENT
Beberapa minggu yang lalu, sebagian daerah di Lamongan utara mengalami pemadaman listrik. Pemadaman itu terjadi tepat satu hari sebelum tes SKD yang akan saya ikuti di Surabaya. Persiapan SKD saya sedikit terhambat. Saya jadi tidak bisa mencetak kartu ujian, sertifikat vaksin, dan fotokopi KTP. Bagaimana tidak, semua tempat fotokopian di tempat saya tutup.
Tidak hanya itu, saya pun jadi tidak bisa beli kopi di tempat langganan saya. Listrik mati benar-benar menghambat segalanya. Beruntung, saya masih bisa keluar jalan-jalan, menghirup udara luar rumah, melupakan kipas, televisi, dan fotokopi. Kabar baiknya, bahan bakar motor saya masih pakai bensin.
Saya tidak bisa membayangkan jika hari itu terjadi pada salah satu hari setelah tahun 2050. Pada tahun itu pemerintah sudah mulai menghentikan produksi kendaraan bensin dan menggantinya dengan kendaraan listrik. Bukan hanya tidak bisa fotokopi dan beli kopi. Saya pun tidak akan bisa jalan-jalan. Sangat menyedihkan.
ADVERTISEMENT
Negara kita akhir-akhir ini memang sedang terobsesi sekali untuk menjadi sebuah negara yang maju. Obsesi itu terwujud dalam berbagai aspek. Terutama pembangunan. Ini terlihat ketika pemerintah getol sekali menyelesaikan proyek kereta cepat Jakarta Bandung. Meskipun proyek itu melahirkan banyak sekali kritik, tapi kalimat “Indonesia punya kereta cepat” akan terasa modern sekali untuk diucapkan. Ini akan menjadi sebuah kebanggaan.
Namun, saya justru merasa prihatin dengan pembangunan-pembangunan yang sekarang sedang dilakukan pemerintah. Bukan berarti saya adalah orang yang tidak bisa menerima kemajuan. Saya khawatir kalau pembangunan ini hanya dipakai sebagai legitimasi atas prestasi yang masih setengah-setengah itu.
Pemerintah memang sedang membangun Indonesia menjadi negara yang sangat maju. Cita-cita ini sangat mulia. Saya dan semua orang pasti setuju. Termasuk pembanguan mobil listrik dan juga 5G. Bagi sebuah negara di dunia, wacana ini sudah sangat modern. Puncak teknologi peradaban manusia abad ini sebentar lagi tidak akan jauh-jauh dari negara kita.
ADVERTISEMENT
Namun, kita juga perlu introspeksi. Pembangunan besar-besaran yang akan melejitkan teknologi negara kita ini masih jauh dari kata merata. Bagaimana kita bisa merencanakan mobil listrik kalau kondisi jalan beraspal masih banyak yang bergeronjal dan listrik masih suka padam?
Pun demikian dengan 5G. Apa tidak hanya jadi bahan candaan saja, kalau 5G dibangun, tapi masih banyak orang-orang yang bisa belum menikmati 4G?
Saya sedang tidak berbicara tentang pembangunan yang merata di sebuah pulau di pelosok negeri. Saya hanya berbicara sebagai masyarakat pulau Jawa. Masih satu pulau dengan ibu kota, tapi timpangnya terlihat dengan mata kepala.
Kalau pembangunan nanti benar-benar terwujud dan Indonesia berhasil menjadi negara yang serba digital, kita akan melihat pemandangan Indonesia yang semakin kontras.
ADVERTISEMENT
Kita akan semakin mudah melihat orang dengan memakai mobil listrik. Namun, di waktu dan tempat yang tidak jauh dari sana, kita juga bisa melihat orang yang sama sekali tidak pernah duduk di jok mobil yang bersuara kedap itu.
Kita dari dulu memang suka menggembor-gemborkan kemajuan, digitalisasi, dan kemodernan. Tapi di sisi lain, kita suka lupa kalau orang-orang yang ingin maju adalah orang-orang yang saat ini sudah maju.
Kalau ini terus dibiarkan, lama-lama pembangunan untuk Indonesia yang lebih modern hanya akan bisa dinikmati oleh segelintir orang saja. Kita perlu mengakui bahwa di tengah-tengah lahirnya kampanye-kampanye politik digital di media sosial, masih banyak orang-orang yang memilih calon pemimpin lewat baliho pinggir jalan.
ADVERTISEMENT
Generasi sekarang masih terbagi menjadi dua. Generasi digital dan generasi analog. Pembangunan saat ini sangat menekankan dan diperuntukkan pada orang-orang generasi digital. Sedangkan orang-orang yang masih jauh dari dunia digital tampak ditinggalkan begitu saja. Ini sangat terasa bedanya.
Keprihatinan ini semakin menjadi-jadi ketika sekarang, salah satu media nasional memberitakan bahwa presiden akan mempertimbangkan untuk menggantikan ASN eselon tiga dan empat dengan AI (Artificial Intelligence). Saya yakin tidak semua orang tahu apa itu AI. Tapi pekerjaan mereka akan digantikan oleh AI.
Ketidaktahuan orang-orang dan ketertinggalan orang-orang ini bukan hanya tentang perbedaan usia dan kesadaran individu. Ini bukan masalah orang Indonesia yang tidak suka membaca. Ini adalah masalah tentang tidak adanya akses bagi mereka yang tidak tinggal di kota besar.
ADVERTISEMENT
Begitu pemerintah memudahkan akses orang-orang yang terisolir, mereka akan mengubah dirinya dan meloncat tinggi melejit mengimbangi cita-cita pembangunan negara kita. Tapi saya tidak tahu, kapan itu akan terjadi.
Kehidupan kota dan desa di Indonesia memang masih jauh dari kata ideal. Bahkan antar kota pun masih belum ideal. Kita bisa membedakan antara Surabaya dan Lamongan. Sebuah kota yang jaraknya tidak begitu jauh, tapi akses dan pemandangan kotanya bisa berbeda sangat jauh.
Ini mencerminkan betapa timpangnya negara kita. Untuk membangun sebuah negara yang maju dan modern, Indonesia masih perlu menjahit sisi-sisi negara yang masih koyak dan sama sekali belum tersentuh perubahan.
Kalau beberapa bulan yang lalu ada survei tentang minat baca masyarakat Indonesia yang sangat rendah, itu bukan karena orang kita tidak suka baca. Tapi orang kita tidak bisa baca. Saat ini, akses untuk mendapatkan bacaan masih sangat sulit. Hanya daerah-daerah tertentu yang mempunyai toko buku dan perpustakaan dengan koleksi yang memadai. Sedangkan perpustakaan yang lain, masih menyimpan koleksi buku-buku lawas yang bertema mitos-mitos membosankan.
ADVERTISEMENT
Pekerjaan rumah Indonesia tidak hanya mendatangkan para investor untuk menaruh uang sebanyak-banyaknya di negara kita. Tapi lebih dari itu, tugas kita adalah memastikan bahwa seluruh masyarakat Indonesia bisa merasakan kemodernan yang sama. Kalau ini tidak dilakukan, maka pembangunan selama ini tidak akan melahirkan Indonesia yang semakin maju, tapi hanya akan melahirkan Indonesia yang semakin timpang.