Konten dari Pengguna

Kenaikan PPN dan Risiko Orang Miskin Baru: Kebijakan atau Beban?

Muhammad Naufal Fakhri
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
25 November 2024 16:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Naufal Fakhri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Foto Sumber: (https://chatgpt.com/share/67443bf3-c30c-800b-97b0-9b61d7d4ccc0)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Foto Sumber: (https://chatgpt.com/share/67443bf3-c30c-800b-97b0-9b61d7d4ccc0)
ADVERTISEMENT
Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia menjadi 12% yang akan mulai berlaku pada Januari 2025 telah menjadi isu hangat. Kebijakan ini, meskipun bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara, menimbulkan kekhawatiran yang mendalam terhadap dampaknya, khususnya pada masyarakat berpenghasilan rendah. Apakah langkah ini merupakan sebuah kebijakan yang bijaksana, atau justru beban yang semakin memperberat kondisi rakyat?
ADVERTISEMENT
Mengapa PPN Dinaikkan?
Pemerintah mengemukakan bahwa kenaikan PPN merupakan bagian dari strategi untuk mengamankan pendapatan negara dalam rangka mendukung pembiayaan pembangunan. Dalam situasi ekonomi global yang penuh tantangan, penerimaan pajak yang stabil menjadi kunci menjaga keberlanjutan program pemerintah. Selain itu, peningkatan PPN juga diharapkan mampu memperluas basis pajak dengan mendorong lebih banyak pelaku usaha untuk patuh dalam melaporkan pajak mereka.
Namun, implikasi dari kebijakan ini tidak dapat dilepaskan dari konsekuensi ekonomi yang luas, terutama bagi kelompok masyarakat yang rentan. Dalam konteks ini, pertanyaan besar muncul: apakah kebijakan fiskal seperti kenaikan PPN dirancang dengan mempertimbangkan dampak sosialnya secara menyeluruh?
PPN dan Dampaknya pada Biaya Hidup
Sebagai pajak konsumsi, PPN dibebankan kepada konsumen akhir. Artinya, setiap kenaikan PPN otomatis akan meningkatkan harga barang dan jasa. Dalam kondisi normal, ini mungkin tidak menjadi masalah besar bagi masyarakat kelas menengah ke atas. Namun, bagi kelompok berpenghasilan rendah, kenaikan harga barang kebutuhan pokok seperti makanan, transportasi, dan kesehatan dapat menekan daya beli mereka secara signifikan.
ADVERTISEMENT
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pajak konsumsi seperti PPN memiliki sifat regresif, yaitu lebih berat bagi kelompok miskin karena mereka menghabiskan proporsi pendapatan yang lebih besar untuk kebutuhan dasar. Ketika harga naik akibat kenaikan PPN, orang miskin tidak punya pilihan lain selain mengurangi konsumsi atau beralih ke barang yang lebih murah dengan kualitas lebih rendah. Ini tidak hanya menurunkan kualitas hidup tetapi juga dapat memperburuk ketimpangan sosial.
Potensi Lahirnya Orang Miskin Baru
Salah satu kekhawatiran utama dari kenaikan PPN adalah potensi menciptakan "orang miskin baru." Ekonom memperingatkan bahwa kelompok masyarakat yang saat ini berada di ambang garis kemiskinan bisa jatuh ke dalam kemiskinan akibat peningkatan biaya hidup yang tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan.
ADVERTISEMENT
Dalam sebuah analisis yang dilakukan oleh IMF tentang dampak kebijakan fiskal, kenaikan pajak konsumsi seringkali tidak efektif dalam mengurangi kesenjangan sosial, bahkan di negara maju. Apalagi, dalam konteks Indonesia, dengan tingkat ketimpangan yang masih tinggi, kenaikan PPN dapat memperburuk situasi ini jika tidak disertai langkah mitigasi yang memadai.
Solusi dan Langkah Mitigasi
Untuk memastikan kenaikan PPN tidak menjadi beban yang terlalu berat bagi masyarakat miskin, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah mitigasi, seperti:
ADVERTISEMENT
Kebijakan atau Beban?
Kenaikan PPN adalah kebijakan yang membawa dilema besar. Di satu sisi, kebijakan ini diperlukan untuk memperkuat pendapatan negara, namun di sisi lain, risiko sosial dan ekonominya juga tidak dapat diabaikan. Kunci keberhasilan kebijakan ini adalah bagaimana pemerintah mampu menyeimbangkan tujuan fiskal dengan dampak sosialnya.
Jika kebijakan ini diimplementasikan tanpa langkah mitigasi yang memadai, maka kenaikan PPN bisa berubah menjadi beban yang semakin memperberat kelompok masyarakat miskin. Sebaliknya, dengan pendekatan yang inklusif dan berkeadilan, kebijakan ini dapat menjadi pijakan menuju sistem fiskal yang lebih berkelanjutan dan adil.
Sebagai masyarakat, kita perlu terus mengawasi dan mengkritisi kebijakan ini agar tidak hanya mementingkan angka-angka dalam laporan keuangan negara, tetapi juga keberlangsungan hidup rakyat yang menjadi dasar dari pembangunan itu sendiri.
ADVERTISEMENT