Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.7
25 Ramadhan 1446 HSelasa, 25 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Korupsi Bukan Hanya Soal Uang, tapi Juga Soal Moral yang Bobrok
23 Maret 2025 13:52 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Rizky Mahfudz tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Ketika mendengar kata "korupsi," kebanyakan orang langsung membayangkan tumpukan uang yang disalahgunakan. Seolah-olah korupsi itu hanya tentang uang yang dikemplang, dana yang dikorupsi, atau anggaran yang bocor ke kantong pribadi. Tapi, kalau kita mau berpikir lebih dalam, korupsi itu sebenarnya lebih luas dari sekadar urusan duit. Ada banyak bentuk korupsi yang tidak kasatmata, tetapi efeknya sama merusaknya bagi masyarakat.
ADVERTISEMENT
Korupsi, dalam makna yang lebih luas, adalah penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi atau kelompok, dan ini bisa terjadi di berbagai aspek kehidupan. Uang memang sering kali jadi alat dalam tindakan korupsi, tetapi intinya tetap pada moralitas yang rusak. Korupsi terjadi ketika seseorang yang diberi kepercayaan malah menyalahgunakan posisi mereka untuk kepentingan pribadi. Nah, kalau kita bicara soal penyalahgunaan kekuasaan, ini bisa mencakup banyak hal, bukan cuma uang.
Misalnya, ada korupsi dalam bentuk nepotisme dan kronisme. Ketika seseorang diangkat ke posisi penting bukan karena kompetensi, tapi karena hubungan keluarga atau pertemanan, itu juga bentuk korupsi. Bayangkan kalau di sebuah instansi, jabatan tinggi malah diisi oleh orang-orang yang tidak kompeten hanya karena mereka punya hubungan dengan pejabat tertentu. Akibatnya? Institusi itu jadi tidak berjalan efektif, layanan kepada masyarakat memburuk, dan orang-orang yang sebenarnya pantas justru tersisih. Ini bukan soal uang yang dicuri, tapi soal keadilan yang dirampas.
ADVERTISEMENT
Lalu ada juga korupsi dalam bentuk manipulasi informasi. Ini sering terjadi di dunia politik dan media. Ketika fakta dipelintir demi kepentingan tertentu, ketika berita diatur agar menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain, itu juga bentuk korupsi. Sebab, informasi yang harusnya jujur dan transparan malah dimanipulasi untuk menciptakan persepsi yang menguntungkan bagi segelintir orang. Masyarakat yang seharusnya mendapatkan kebenaran justru dijejali kebohongan.
Bahkan dalam dunia akademik, korupsi bisa terjadi. Plagiarisme, misalnya, adalah bentuk korupsi intelektual. Ketika seseorang mengambil hasil pemikiran orang lain tanpa kredit yang layak, itu adalah penyalahgunaan sistem pendidikan. Apalagi kalau sampai ada praktik jual beli gelar akademik atau skripsi. Ini bukan soal uang yang dicuri dari kas negara, tapi soal mentalitas yang rusak. Ilmu yang seharusnya menjadi dasar kemajuan justru diperdagangkan tanpa nilai etika.
ADVERTISEMENT
Di dunia kerja, korupsi juga bisa berbentuk manipulasi kerja. Pernah dengar soal orang yang malas bekerja tapi tetap menerima gaji penuh? Atau mereka yang mengakali jam kerja dengan cara yang tidak etis? Itu juga termasuk bentuk korupsi. Sebab, hak yang mereka terima tidak sesuai dengan kewajiban yang mereka jalankan. Sama seperti korupsi uang, tindakan ini juga merugikan sistem dan menciptakan budaya tidak sehat di lingkungan kerja.
Lalu bagaimana dengan korupsi dalam kehidupan sosial? Ada satu bentuk korupsi yang jarang disadari, yaitu korupsi waktu dan kepercayaan. Bayangkan seorang pejabat yang seharusnya menghadiri rapat penting, tapi malah menghabiskan waktu di tempat lain untuk urusan pribadinya. Atau seorang guru yang datang terlambat dan tidak mengajar dengan maksimal. Ini bukan soal uang yang mereka curi, tapi soal kepercayaan yang mereka langgar. Ketika seseorang diberi tanggung jawab, tapi tidak menjalankannya dengan baik, itu juga bentuk korupsi.
ADVERTISEMENT
Kalau ada yang berpikir bahwa korupsi hanya soal uang, itu adalah cara pandang yang terlalu sempit. Uang memang bagian besar dari masalah ini, tapi akar persoalannya ada pada mentalitas dan moralitas. Selama masih ada budaya yang membenarkan penyalahgunaan kekuasaan, selama masih ada toleransi terhadap ketidakjujuran, korupsi akan tetap hidup dalam berbagai bentuknya.
Maka, cara melawan korupsi tidak bisa hanya dengan fokus pada angka dan kasus-kasus besar yang melibatkan uang negara. Harus ada perubahan dari dalam diri masing-masing. Kejujuran, tanggung jawab, dan transparansi harus jadi nilai utama dalam setiap aspek kehidupan. Jangan sampai kita ikut-ikutan membiarkan atau bahkan menjadi bagian dari korupsi kecil yang lama-lama akan menjadi budaya. Karena sejatinya, korupsi bukan cuma soal uang, tapi soal moral yang bobrok.
ADVERTISEMENT