Gerakan Pembatal Salat Perspektif Mazhab

Muhammad Hasan Syariati
Mahasiswa Perbandingan Mazhab dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
13 Juni 2022 1:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Hasan Syariati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Orang Salat, Foto oleh Unspash.com/imadalassiry
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Orang Salat, Foto oleh Unspash.com/imadalassiry
ADVERTISEMENT
Saat menunaikan salat, seringkali kita jumpai di tengah masyarakat melakukan gerakan-gerakan yang mana gerakan tersebut bukan termasuk rukun salat sebagaimana yang telah Rasulullah contohkan.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana di ketahui, jika kita bergerak di luar gerakan salat sebanyak tiga kali secara terus menerus, hal tersebut akan menyebabkan batalnya salat yang kita kerjakan. Gerakan yang dimaksud di sini adalah gerakan yang bukan termasuk dalam rukun salat.
Pasalnya, Rasulullah SAW pernah menggendong anak kecil, meletakkan, serta menggendongnya kembali saat sedang melaksanakan ibadah salat. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, beliau menyebutkan yang artinya:
"Dari Abu Qatadah Al-Anshari: Bahwa Rasulullah SAW pernah salat sambil menggendong Umamah binti Zainab binti Rasulullah, dan menurut Abu Ash Bin Rabi'ah bin Abdi Syams dikatakan: Apabila beliau akan sujud maka diletakkan, dan apabila berdiri digendong lagi," (HR. Bukhari)
Selain itu, Rasulullah juga pernah memerintahkan agar membunuh ular dan kalajengking saat salat berlangsung. Disebutkan dalam riwayat Imam Ahmad yang artinya:
ADVERTISEMENT
"Dari Abu Hurairah: Sesungguhnya Rasulullah SAW menyuruh membunuh Aswadaini (dua binatang hitam) saat salat: kalajengking dan ular," (HR. Ahmad).
Lantas, gerakan seperti apa yang dapat membatalkan salat? Apakah riwayat di atas dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam menanggapi aktifitas atau gerakan yang tidak termasuk dalam rangkaian salat.
Menurut mazhab Syafi'i, batas minimum untuk gerakan yang banyak adalah tiga langkah kaki secara berturut-turut atau gerakan lain yang serupa jaraknya, misalnya melompat satu kali dengan jarak yang sama layaknya tiga langkah kaki, dengan adanya kata berturut-turut, maka langkah itu tidak terhitung tiga kali jika ada salah satunya yang dilakukan dengan jangka waktu yang lama.
Menurut mazhab Hanafi, banyaknya gerakan dalam salat dapat diketahui secara umum, yaitu hingga orang yang melihatnya beranggapan bahwa orang yang bergerak itu tidak sedang melaksanakan salat. Apabila orang yang melihatnya ragu maka gerakan itu masih dianggap sedikit. Hukum ini berlaku untuk orang yang melakukannya secara sengaja ataupun terlupa. Sedangkan jika Gerakan itu hanya sedikit saja atau tidak terlalu banyak, maka para ulama tiga mazhab selain mazhab Maliki menganggap bahwa hal itu tidak membatalkan shalat.
ADVERTISEMENT
Menurut mazhab Maliki, gerakan yang tidak termasuk dalam kategori banyak (pembatal salat) itu ada dua jenis. Pertama, yaitu sedang. Contohnya seperti orang yang hendak meninggalkan salat, dan hukumnya batal jika sengaja namun tidak batal jika dilakukan karena lupa. Sedangkan yang kedua adalah gerakan yang tidak berarti, seperti mengisyaratkan dengan anggota tubuh, menggaruk, dan yang lainnya. Untuk kategori yang kedua ini hukumnya tidak membatalkan salat, baik dilakukan secara sengaja ataupun tidak.
Menurut mazhab Hanbali, salat seseorang akan dianggap batal jika ia menambah gerakan yang termasuk dalam rangkaian salat secara sengaja dan dalam jumlah yang banyak. Contohnya, melaksanakan salat zuhur delapan rakaat atau salat subuh lima rakaat, dan seterusnya, atau juga pada salat sunah yang terbatas jumlah rakaatnya, seperti salat ied atau salat fajar, namun hanya dianggap batal jika menambah dua rakaat atau lebih. Lain halnya jika salat sunah yang dilakukan bukan salat sunah yang terbatas jumlah rakaatnya. Contohnya, salat sunah berpasangan (yakni salat sunah yang dilakukan dua rakaat dua rakaat).
ADVERTISEMENT