Konten dari Pengguna

Sarapan Pagi di Istana, Makan Siang di Depan KPK

Muhdar Afandy
Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Muhammadiyyah Jakarta
9 Oktober 2021 6:31 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhdar Afandy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://canva.me/Lb59TimT2jb
zoom-in-whitePerbesar
https://canva.me/Lb59TimT2jb
ADVERTISEMENT
Ak-tipes, no aktivis. Begitu penulis akan memanggilnya terhadap sebagian mahasiswa yang dibilang aktif di berbagai organisasi pergerakan, perhimpunan, perikatan yang mereka tempati. Kata mereka "mereka tidur di jalanan, mereka makan di pinggir jalan. Di kala siang demonstrasi, di kala malam berdiskusi sambil ketawa-ketiwi mengingat-ingat demonstrasi pagi tadi yang baru usai".
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya mahasiswa sebelum turun ke jalan (demonstrasi) ada beberapa tahapan yang harus dilalui, di antara yang paling urgent melakukan kajian/diskusi sesuai dengan hal-hal apa saja yang banyak orang perbincangkan atas keresahan terhadap kebijakan politik yang tak sesuai dengan harapan banyak orang yang sedang berlangsung.
Banyak demonstrasi-demonstrasi yang tak punya nilai moral, hanya saja para demonstran mementingkan dirinya mencari keuntungan pribadinya. Mereka bukan tidak punya pengetahuan, hanya saja mereka sedang berada di lingkaran kemunafikan, mereka penjual jati diri sebagai kaum pelajar, mereka sudah keluar dari koridor kemurnian. Memang secara hubungan dengan tuhan tidak ada kaitannya, pun hubungan sosialnya tidak akan mencederainya justru jika berhadapan dengan orang awam, mungkin orang itu mengira itulah pejuang sesungguhnya.
ADVERTISEMENT
Penulis sering temui tongkrongan orang-orang terpelajar bagaimana menghidupkan situasi, tongkrongannya sering berisi diskusi bagaimana cara dirinya bertahan hidup. Mereka semua yang penulis temui adalah aktivis, tentunya sebagai aktivis mereka sudah tidak peduli mau makan apa hari ini, alternatif yang mereka temukan melakukan berbagai macam aktivitas yang mereka anggap sesuai dengan keberadaannya, turun ke jalan yang mereka anggap sesuai, dengan upah yang kurang begitu menguntungkan hanya saja menguntungkan orang-orang yang bermain di belakang layar.
ilustrasi pixabay.com
Pada intinya, aktivis harus kuat mendongkrak kelicikan para kelompok kepentingan bukan malah ikut andil bersamanya hanya karena nasi bungkus semata. Menjadi aktivis memang mempunyai risiko yang sangat besar, di sisi lain mereka harus melawan arus kelaparan karena disibukkan dengan menggaungkan aspirasi masyarakat yang tertindas atau tidak memperoleh keadilan.
ADVERTISEMENT
Penulis ingin mengutarakan kata Tan Malaka: "Idealisme kemewahan yang hanya dimiliki oleh pemuda". Mahasiswa, tentunya terlibat sebagai nama pemuda, bahkan mahasiswalah di tangan mereka tergenggam arah bangsa dan sejarah telah membuktikannya. Maka, peran penting bagi mereka bagaimana untuk menjaga marwah idealisme yang terpatri dalam dirinya untuk tidak dikelabukan dengan realitas keabu-abuan apalagi menukarkan dengan kejahatan.
Sangat miris melihat pergerakan mahasiswa saat ini. Pandemi yang tidak kunjung usai, tidak ditelisik secermat mungkin. Harusnya mereka melakukan diskusi soal penangan pandemi yang dilakukan oleh pemerintah atau melakukan penelitian di balik lambatnya kepulihan pandemi karena banyak isu-isu yang mengatakan ada permainan gelap atas kebijakan. Kemudian kemaslah dengan aksi menuntut ketimpangan sebelum menjalar menjadi kecerobohan.
ADVERTISEMENT
Mahasiswa bukan tidak melakukan peran sebagai agen perubahan. Penulis sebagai orang yang berkesibukan di dunia pergojekan, sering lewat di pinggir jalan gedung Istana, gedung KPK sempat melihat mahasiswa berdiri di atas mimbar aksi memakai pakaian ala Soekarno (pake jas, kopian hitam, kacamata hitam) sambil memegang toa di tangan kanannya. Suaranya sangat lantang meneriakkan hal keadilan seakan-akan merekalah sebagai heroik, pejuang militan dan pemuka kebenaran di bumi Indonesia ini.
Peristiwa di atas akan berimbas pada aksi-aksi murni tentang pembelaan terhadap kepentingan umum. Karena sering melihat aksi bayaran yang tak punya nilai perjuangan, maka dampak yang terjadi akan tidak percayanya mahasiswa lainnya yang masih mempunyai teguh pendirian terhadap jiwa idealismenya. Mengira, ajakan tersebut masih ada rasa curiga terhadap tunggang-menunggangi oleh segelintir orang.
ADVERTISEMENT