Konten dari Pengguna

Hukum Suka Suka di Negri Zamrud Khatulistiwa

Muhammad Ian Hidayat Anwar
Manusia bumi yang menjadi pembelajar Ilmu Hukum di Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negri Alauddin Makassar
7 Januari 2021 5:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Ian Hidayat Anwar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sore itu di beranda rumah saya bersama beberapa bapak bapak kumisan duduk menikmati suguhan kopi dan asupan pisang goreng yang di goreng menggunakan kompor tradisional dengan bahan bakar kayu kering yang melimpah jumlahnya di dekat lahan rumah rumah warga yang juga di fungsikan sebagai lahan perkebunan. Suasana persawahan dihiasi gunung menambah khas ciri pedesaan sangat cocok bagi anak anak indie. Nikmat tuhan memang tidak cocok untuk didustakan.
ADVERTISEMENT
Kebiasaan seperti itu sudah dianggap lumrah walau dalam masa pandemi. Bukannya abai terhadap anjuran menjaga jarak. Tapi semua yang hadir terindikasi negatif juga kondisi daerah pada saat itu zona hijau.
Keadaan itu sempat menjadi bahan singgungan seorang bapak kumisan menggunakan sarung sebagai bawahan tak lupa parang seukuran 2 hasta melekat rapi di pinggulnya sebagai atribut wajib sebagai ciri seorang petani yang tak ingin kalah mentereng dibanding Pegawai Negri, priyayi atau Presiden sekalipun.
"Kalau ada tim satgas covid19, bisa ditangkap kita" celutuknya tanpa rasa bersalah seakan hendak menerkam semua yang duduk disitu pada saat itu.
Bodo amatlah, pikirku saat itu. Saya lebih memilih menghiraukan pisang goreng dengan bahan komoditi lokal yang rasanya lebih berkualitas dibanding masakan masakan eropa yang banyak dijual dengan harga menyamai 1 minggu uang makanku.
ADVERTISEMENT
Entah badai apa yang menerjang pembicaraan bapak bapak itu menyentuh ranah diskusi tentang Front Pembela Islam jugq Habib Rizieq Shihab.
Pikiranku pun liar bergentayang tentang kejadian kejadian sosial yang terjadi di tahun 2020 ini.
Kepala ini pun mulai buntu saat bertanya tujuan hukum di negri ini untuk apa? Jika dalam berbagai teorisasi yang berkembang di Indonesia mengatakan tujuan hukum ada 3 yaitu kemanfaatan, kepastian serta keadilan. Semua orang dari anak anak sampai bapak bapak yang punya banyak anak paham tujuan tersebut masih terlampau utopis untuk diraih.
Sewajarnya kita sependapat dengan pendapat Gustav Radbuch yang berpendapat tujuan akhir hukum itu adalah kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Namun, dalam ranah catatan kenegaraan rakyat yang mana yang ingin disejahterakan menjadi sebuah diskurus yang hanya melahirkan debat kusir.
ADVERTISEMENT
Sumber gmbar : llustrasi Buku Eko Prasetyo, Orang Miskin Tanpa Subsidi
Negara hari ini lebih bergairah menangani teroris dengan antusias menangkap siapa saja. Asalkan berjenggot dan dan bersorban maka dengan cekatan pemerintah akan menangkapnya.
Kembali lagi menyinggung tentang Habib Rizieq Shihab atau kita singkat saja jadi HRS. Sebenarnya saya disini bukan seorang penggemar berat HRS, tapi menarik mendiskusikan perjalanan beliau serta organisasi yang dipimpinnya.
HRS sendiri merupakan tokoh pendiri salah satu organisasi Islam Front Pembela Islam (FPI) yang namanya cukup termahsyur di Indonesia. Walau dalam perjalanannya FPI telah menjadi kontroversi sebab cara berdakwah amar ma'ruf nahi mungkar yang diterapkan dirasa cukup ekstrim. Sebut saja misal pada 24 Juni tahun 2000 dikutip dari wikipedia 300 orang anggota FPI menyerang kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia di Jl. Latuharhary, Jakarta Pusat, memprotes laporan yang dikeluarkan oleh komisi tersebut perihal Peristiwa Tanjung Priok pada 1984. Para penyerang menuntut pembubaran Komnas HAM atau beberapa bentrokannya dengan jamaah Ahmadiyah di Makassar pada 28 Januari 2011 yang dalam catatan KontraS dan Solidaritas Perempuan FPI menjadi pelaku utama kekerasan dan penyerangan yang terjadi.
ADVERTISEMENT
Tapi tidak bisa dipungkiri FPI juga selalu hadir di garda terdepan dalam penanganan bencana kemanusiaan. Sebut saja misal aksi heroik FPI saat bencana tsunami di Aceh 2004 lalu, dilansir dari Republika.co.id  relawan FPI merupakan relawan yang paling cepat datang di Aceh. Mereka datang dari sejumlah wilayah yang ada di sekitar Aceh. Mereka datang dari jalur darat dan laut, karena memang jalur penerbangan yang diawal-awal bencana masih belum bisa digunakan.
Di antara relawan di Aceh, menurut relawan yang ada di sana, mereka menyebutnya relawan ekstrim. Konteknya tentu bukan karena FPI mengevakuasi jenazah sambil membubarkan tempat hiburan (nyari warung aja susah kok tempat hiburan), tapi dalam konteks keberanian mereka mengambil jenazah di tempat-tempat berbahaya.
ADVERTISEMENT
Pada 2018, dilansir dari CNN.com FPI juga tercatat melakukan aksi kemanusiaan pada dua bencana alam. FPI terjun ke Palu saat gempa bumi berujung tsunami. Juga pada saat bencana Tsunami di Banten di tahun yang sama.
Namun, apa daya? Negara dalam hal ini pemerintah secara resmi tertanggal 30 Desember 2020 yang dilegalisasi dalam surat SKB tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut serta penghentian kegiatan FPI dengan alasan pelanggaran oleh beberapa pengurusnya.
HRS yang menjadi pimpinan beberapa kali terjebak kasus pidana. Mulai dari penghinaan terhadap lambang negara sampai kasus nyeleneh tentang chat mesum pernah ditujukan padanya.
Indikasi negara hari ini mulai ketakutan untuk dikritik mulai nampak pada beberapa kejadian yang muncul dalam hubungannya dengan HRS. Beliau ini memang dikenal karena kritiknya yang terlampau pedas dari mulut hingga menyakiti telinga pendengarnya.
ADVERTISEMENT
Sayangnya kasus kasus seperti itu lebih mencuat dalam penangannya. Seperti dikatakan di awal negara lebih bernafsu menangani hal hal seperti itu dibanding melirik kesejahteraan masyarakat. Apalagi hari ini negara sedang berada di ambang bencana pandemi.
Sedikit menyinggung pernyataan Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Research and Analysis (SUDRA) Fadhli Harahab dilansir dari Liputan6.com mengatakan "ormas seharusnya menjadi perpanjangan tangan program pemerintah."
Untuk menciptakan demokrasi yang baik ormas seharusnya hadir sebagai lembaga pengawas pemerintah bukan sekedar perpanjangan tangan pemerintah.
Penanganan pemerintah dalam hal kemanusiaan hari ini dianggap gagal mencapai tujuan kesejahteraan yang dimaksud Gustav Radbuch. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan per Maret 2020 mengalami kenaikan menjadi 26,42 juta orang. Dengan posisi ini, persentase penduduk miskin per Maret 2020 juga ikut naik menjadi 9,78 persen.
ADVERTISEMENT
Ironis memang mengingat negara kita merupakan negara dengan sumber daya alam yang cukup melimpah. Juga memiliki tumpukan gunung emas tersebar di berbagai pulau pulaunya.
Negara juga dianggap tidak maksimal hari ini dalam penanganannya mengenai Covid19. Menurut data dari Kompas.com kasus di Indonesia adalah tertinggi di negara negara ASEAN dengan Indonesia sebanyak 54.010 kasus, jauh di atas Singapura yang sebelumnya mencatatkan kasus tertinggi dengan 43.459 kasus. Suatu hal yang masih jauh
Suatu hal yang wajar sebenarnya karena akhir akhir ini negara disibukkan dengan agenda PEMILU juga disibukkan dengan FPI.
Seharusnya hari ini negara sadar bahwa di era globalisasi yang kian cepat seperti ini ditambah keadaan pandemi negara dapat melakukan transformasi baik itu dalam ranah politik, ekonomi maupun sosial. Meminjam pemikiran Satjipto Rahardjo bahwa dalam masyarakat harus selalu dinamika maka kesadaran akan transformasi tatanan harus didiskursikan terus menerus.
ADVERTISEMENT
Bukan sekedar menjalankan prinsip yang dogmatis. Tapi sepertinya hari ini perjalanan prinsip tersebut terkhusus dalam ranah politik dan hukum berjalan secara dinamis dalam hal ini terkesan dibentuk secara suka suka dengan mengesampingkan tujuan kemanfaatan, kepastian juga keadilan.
Dalam masyarakat yang bergolak dinamis menjadi modern, penerapan sosial, hukum, politik, serta ekonomi sangat diperlukan. Namun, dalam ranah Indonesia sebagai komunitas yang majemuk dan di dalamnya memiliki nilai nilai tradisi berbeda perlu berhati hati dalam penerapan kebijakan tersebut.
Bukankah pancasila menujukan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Bahkan orang yang mendapat sterotype buruk dari masyarakat pun termasuk rakyat Indonesia kan?