Organisasi Kampus: Mengasah Soft skill atau Penyaluran Ego Belaka?

Muhammad Iqbal Habiburrohim
Mahasiswa Universitas Gadjah Mada
Konten dari Pengguna
5 Oktober 2021 13:17 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Iqbal Habiburrohim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : pexels.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebagai mahasiswa, mayoritas dari kita tentunya pernah diberikan informasi oleh kakak tingkat atau media di luar sana mengenai betapa pentingnya mengikuti organisasi kampus sejak pertama kali menginjakkan kaki ke bangku perkuliahan. Pentingnya soft skill dan relasi menjadi alasan utama mengapa organisasi kampus dirasa penting untuk diikuti oleh mahasiswa.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, saya bukan orang yang membenci organisasi kampus atau orang yang menganggap bahwa nilai IPK merupakan satu-satunya parameter keberhasilan di bangku perkuliahan. Bahkan, saya sendiri pun mengikuti organisasi di kampus saya sendiri. Namun, saya merasa aneh dengan banyaknya mahasiswa yang mengikuti organisasi kampus hanya untuk penyaluran ego atau gengsi mereka saja. Sebenarnya saya nggak ada masalah dengan tujuan semacam itu, tetapi hal tersebut tentunya sangat disayangkan karena dengan begitu kita sebagai mahasiswa tidak mendapat manfaat sebagaimana mestinya.
Terlebih lagi terdapat satu fenomena yang menurut saya cukup menyedihkan yaitu nepotisme “kecil” yang sudah ditanam sejak bangku perkuliahan. Seperti yang kita ketahui, di setiap kampus, fakultas, atau jurusan tentu saja memiliki organisasi tertentu yang membutuhkan anggota. Oleh karena itu, biasanya terdapat seleksi sebelum mahasiswa tersebut diterima ke organisasi yaitu dengan cara open recruitment.
Munculnya praktek nepotisme "kecil" di bangku perkuliahan. Sumber : pexels.com
Dengan adanya seleksi seharusnya masing-masing orang memiliki peluang yang sama dalam memperebutkan satu tempat di sebuah kepanitiaan. Namun, adanya “jalur dalam” membuat orang yang kenal dengan salah satu anggota atau petinggi organisasi tersebut menjadi lebih mudah masuk tanpa harus mengikuti serangkaian seleksi. Apabila banyak yang protes dengan fenomena “jalur dalam”, ya seharusnya dilihat dulu darimana sistem seperti itu berakar~
ADVERTISEMENT
Padahal, ketika proses pembuatan program kerja hingga eksekusi dimulai, orang-orang yang masuk dengan cara seperti itu pada akhirnya ada yang tidak berkontribusi. Tentunya hal tersebut benar-benar merugikan organisasi itu sendiri karena bisa saja orang yang tersingkir akibat adanya proses seleksi sebenarnya lebih berkompeten. Jadi sebenarnya orang-orang seperti itu masuk ke organisasi kampus untuk mengasah soft skill atau gaya-gayaan agar portofolio pada LinkedIn terkesan “wah”?
Pada akhirnya, organisasi kampus hanya terlihat seperti penyaluran ego saja bagi beberapa orang tertentu. Organisasi kampus yang sebelumnya digadang-gadang bisa memberikan feedback yang begitu besar kepada anggotanya hanya akan memberikan efek kerja rodi untuk anggota lainnya yang benar-benar berkomitmen sejak awal. Bagaimana tidak? Beban kerja yang seharusnya menjadi masalah bersama bisa menjadi lebih berat karena adanya orang-orang bertipe seperti itu. Mereka yang seringkali menganggap dirinya sebagai mahasiswa yang “sibuk”.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, saya sendiri cukup menyarankan kepada mahasiswa untuk lebih selektif dalam memilih organisasi sebagai wadah kalian berkembang. Saya sendiri setuju bahwa organisasi dapat meningkatkan soft skill dan kemampuan lain yang nggak diajarkan di perkuliahan, tetapi tetap lihat-lihat terlebih dulu organisasi apa yang ingin kita ikuti! Jangan sampai kita malah masuk ke organisasi kampus yang digunakan untuk menaikkan pamor mahasiswa saja dan meninggalkan organisasi lain yang benar-benar profesional dan memberikan timbal balik kepada anggotanya.
Selektif dalam memilih organisasi. Sumber : pexels.com
Kemudian saran terakhir dari saya adalah jangan terlalu mendewakan organisasi sebagai wadah satu-satunya untuk kalian berkembang. Tidak masalah kalau kita pengin ikut bergabung ke satu atau dua organisasi yang kita sukai dengan memperhatikan skala prioritas masing-masing. Softskill terasah dengan baik, tetapi Hardskill malah tidak dikuasai ya sama saja rugi.
ADVERTISEMENT
Lagipula masih banyak kegiatan lain yang tidak kalah bermanfaat daripada hanya berkecimpung di organisasi kampus saja mulai dari menjadi asisten dosen, mengikuti proyek alumni, atau mencoba kegiatan di luar kampus sekalian seperti menulis di Kumparan misalnya.