Konten dari Pengguna

Kebijakan Hebat di Universitas

Muhammad Rojak Hidayat
Sastra Indonesia - Universitas Pamulang - Jangan menduga, caraku berbeda.
1 Juli 2022 14:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Rojak Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar milik pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Gambar milik pribadi
ADVERTISEMENT
Apa saja sih pelanggarang yang sering kalian jumpai di Universitas? Banyak sekali pelanggaran-pelanggaran yang terlihat di sebuah Universitas yang harus di ketahui, dan bisa saja menjadi kebiasaan untuk mahasiswa atau pun mahasisiwi. Mungkin sebagian dari pengurus Universitas mengetahui, namun tidak mencoba menegurnya.
ADVERTISEMENT
Membiasakan pelanggaran kecil tidak dapat di sepelekan. Karena, dari kesalahan itulah yang akan menjadi dampak besar bagi nama Universitas itu sendiri, tentunya yang terlibat bisa saja mahasiwa, pengajar, bahkan pendiri sekalipun. Ada baiknya, kita sebagai mahasiswa dan mahasiswi membuka kesadaran lewat hal kecil seperti:
a. Tidak membuang sampah sembarangan
b. Berpakaian rapih
c. Disiplin waktu
d. Berani bertanggung jawab
e. Saling menghargai
f. Sopan santun
Karena sebaliknya, hal itu sering sekali kita jumpai di Universitas tepatnya sebagai mahasiswa, dan merurut saya itu harus di sadarkan melalui hal kecil. Karena pentingnya dalam sebuah Universitas adalah menjaga nama baik, bukan menjaga nama buruk. Kalau keburukan terus terlihat, bagaimana pandangan sekitar (masyarakat)?
Hal itu haruslah di perbaiki, asalkan kebijakan itu baik bagi mahasiswa dan mahasiswi. Kalau sampai kebijakan itu tidak baik bagi mahasiswa atau pun mahasisiwi. Yasudah, mungkin kritik dari sana sini akan berdatangan. Jadi untuk pendidikan sekelas Universitas haruslah mencetak generasi yang baik, dalam arti tahu sopan santun. Namun tidak berarti tidak boleh gondrong juga kan! hehehe
ADVERTISEMENT
Kebijakan dalam Universitas terkadang aneh, dan justru membuat mahasiswa bertanya-tanya. Misalnya, dilarang gondong? Kita lihat pada realitanya saja, saya sering bertanya pada mahasiswa. Apakah kalian lebih suka gondrong atau cepak sesuai kebijakan Universitas?, hampir 80% mereka lebih suka gak usah bahas rambut.
Karena dari jawaban mahasiswa yang gak gondrong sekali pun, "emang rambut gondrong mengganggu?, emangnya rambut bermasalah untuk pembelajaran?, banyak juga yang gak gondrong bermasalah?, emang apa salahnya sebagai mahasiswa rambut gondrong?. Dari situlah saya sedikit memahami, pentinya kebijakan dalam mendidik karakter tidak semuanya benar.
Terkadang kebijakan dipilih bukan untuk membuat baik, justru bisa sebaliknya. Bahkan kebijakan bisa di pertanyakan, apakah itu baik atau buruk bagi mahasiswa tepatnya jurusan Sastra Indonesia. Pemahaman untuk mempelajari suatu masalah, haruslah di analisis secara mendasar. Jadi terang saja, kebijakan yang tidak sesuai akan di pertanyakan.
ADVERTISEMENT
Namun, lucunya sebagian pengajar memberikan pemahaman lewat mempelajari analisis, namun kilas balik untuk menganalisis dan menyakan kebijakan yang keliru justru mahasiswa yang bertanya di anggap harus lebih mematuhi. Pada dasarnya, untuk sebagai mahasiswa apakah harus selalu patuh dengan tidak nyamannya suatu proses belajar?. Merurut saya, Universitas itu gagal mencetak.
Dalam arti, sebagai mahasiswa apakah harus diam saja dengan kebijakan yang gak perlu seperti itu? Menurut saya, kebijakan memang harus ada, namun lihat lagi, cerna lagi. Setiap Universitas memiliki jurusan berbeda-beda, namun untuk Sastra Indonesia yang pada dasarnya kesenian kebijakan dilarang gondrong itu adalah sesuatu hal yang aneh, lucu, dan bisa dipertanyakan.
Sebagai mahasiswa Sastra Indonesia, tidak mungkin bertanya tidak mungkin mengkritik kalau saja tidak ada keanehan di dalamnya. Sebab, Sastra Indonesia diajarkan Jurnalistik, Retorika, Sosiologi, Psikolinguistik, Fisafat Bahasa dan lainnya. Dan semua itu melalui proses analisis secara mendasar. Jadi saya rasa jelas saja apabila mahasiswa mengkritik kebijakan tersebut.
ADVERTISEMENT
Setidaknya, orang yang tidak gondrong pun berpikir sama, menurutnya tidak ada masalahnya berambut gondrong, "Selagi ia terlihat pantas menjadi mahasiswa, dan tidak berpengaruh pada nilai kenapa harus dilarang". Mungkin kebijakan itu baik, namun kembali lagi, apakah baik bagi mahasiswa. Seandainya mahasiswa berambut gondrong itu berprestasi? Apakah harus di potong?
Terkadang, orang yang pintar itu justru memiliki ciri-ciri dan berkarakter (gondrong), ketika haknya di ambil demi sesuatu yang tidak jelas. Mereka akan memilih untuk melawan sebelum mundur dan mengugurkan cita-citanya, hanya demi mempertahankan nilai karakternya (gondrong). Dalam menempuh pendidikan, dibutukan kenyamanan.
Dan menurut seorang yang awam seperti saya, gondrong gak ada pengaruh sama sekali. Malah bisa menimbulkan pengaruh, di mana pengaruh itu timbul ketika salah satu mahasiswa yang sudah nyaman dengan karakternya, justru di ganggu dengan kebijakan tersebut. Pada akhirnya mahasiswa itu pergi, dan keesoakan harinya tidak masuk kembali (entah pindah Universitas atau sudah tidak lanjut lagi).
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, kita dapat belajar menghargai setiap kebijakan, tidak selamanya kebijakan itu baik dan tidak selamanya kebijakan itu buruk. Asalkan tidak mengganggu prinsip dan karfakter seseorang patuhlah, bila mengganggu pertahankan hak yang seharusnya di pertahankan. "Boleh bijak, asal tidak menginjak". Ahir kata, Terimakasih sudah mampir dan menyimak.
Dengan ini saya tidak bermaksud untuk menggurui, hanya saja berbagi pengalaman yang saya dapat saat jadi mahasiswa. Mohon maaf apabila masih banyak kekurangan dalam tulisan, saya sangat sadar sekali bahwasanya saya masih belum baik dalam menulis. Mohon untuk memberi saran,silahkan berkomentar."Salam satu aspal, nikmat sehat dan berkah untuk kita semua".