Memperkuat Sistem Pengendalian Internal

Muhammad Jasrif Teguh
Praktisi Industri Farmasi - Founder IDN-Pharmacare Institute - Penulis
Konten dari Pengguna
15 Februari 2022 15:27 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Jasrif Teguh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi audit sistem pengendalian di gudang penyimpanan (sumber : dok. pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi audit sistem pengendalian di gudang penyimpanan (sumber : dok. pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam rangka mencapai tujuan perusahaan dan kinerja yang berkelanjutan, selain dibutuhkan strategi yang tepat, penting bagi perusahaan untuk memperkuat sistem pengendalian internal yang efektif.
ADVERTISEMENT
Di era disrupsi dan pandemi ini, menyebabkan beberapa perusahaan mengalami financial distress. Secara konseptual, financial distress terjadi ketika likuidasi perusahaan dari total aset kurang dari total nilai klaim kreditur (Li dkk., 2020).
Situasi tersebut dapat muncul pada setiap tahap siklus hidup perusahaan, dengan implikasi langsung untuk kinerja masa depan perusahaan. Jika situasi seperti itu berlangsung lama, dapat menyebabkan kebangkrutan.
Perusahaan harus tanggap terhadap kesulitan keuangan dengan mengambil tindakan korektif atau restrukturisasi untuk pulih dari situasi tersebut. Termasuk dalam hal pengendalian internal dan tata kelola.
Regulasi pendukung
Tantangan dalam membangun dan memelihara pengendalian internal yang efektif terletak pada ketatnya pengendalian risiko. Jenis pengendalian internal ini disertai dengan batasan fleksibel yang tidak bisa terlalu ketat atau terlalu longgar.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, manajemen diharapkan untuk menyelaraskan strategi mereka dengan selera risiko perusahaan untuk memberikan nilai perusahaan, seperti yang disarankan oleh kerangka kerja manajemen risiko COSO (2004) maupun ISO 31000 (2018).
Di Amerika Serikat, Sarbanes-Oxley Act (SOX) diundangkan pada tahun 2002 setelah skandal keuangan Enron, yang mengamanatkan kontrol internal yang ketat atas pelaporan keuangan.
Beberapa peneliti mengemukakan bahwa dampak dari implementasi SOX mengalihkan perusahaan dari operasi bisnis ke kepatuhan, mengurangi pengambilan risiko dan menghambat kinerja operasional.
Di China, berbeda dari SOX, Basic Internal Control Norms for Enterprises (BICNE) mereformasi pengendalian internal pada tahun 2008 untuk mengatasi masalah inefisiensi operasional.
BICNE mengharuskan perusahaan untuk membangun sistem pengendalian internal yang efektif untuk mengelola risiko dan meningkatkan efisiensi operasional, untuk mencapai tujuan bisnis yang penting, dan untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja perusahaan.
ADVERTISEMENT
Sementara di Indonesia, pengendalian internal telah diatur melalui Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 30/SEOJK.04/2016 yang mengatur implementasi sistem pengendalian internal.
Aturan OJK ini memuat informasi mengenai pengendalian operasional dan keuangan, serta kepatuhan terhadap peraturan perudang-undangan lainnya dan tinjauan atas efektivitas sistem pengendalian internal.
Dalam konteks ini, sistem pengendalian internal harus dipahami untuk memberikan keyakinan memadai atas pencapaian tujuan perusahaan sehingga pengungkapannya dipandang sebagai informasi yang merefleksikan pengendalian internal perusahaan.
Pengungkapan pengendalian internal secara memadai akan meyakinkan pemegang saham bahwa manajemen bertindak secara optimal dalam menjalankan perusahaan.
Perlunya penguatan
Beberapa waktu lalu, ramai dibahas di media tentang kasus ASABRI, Jiwasraya dan Garuda. Peran dari pengendalian internal ikut disorot. Banyak pengamat berpandangan bahwa sistem pengendalian internal yang lemah dan tidak berfungsi dengan baik.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya upaya untuk memperkuat sistem pengendalian internal agar lebih efektif harus melibatkan lima komponen yang terintegrasi yaitu meliputi lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan (COSO, 2004).
Komponen-komponen tersebut berfungsi untuk membangun fondasi bagi pengendalian internal yang memadai di dalam perusahaan. Dan tak kalah pentingnya adalah komitmen dan dukungan penuh dari BOD dan BOC.
Selain itu, The International Internal Audit (IIA) mengusulkan penerapan model tiga lini (three lines model) yaitu organisasi mengidentifikasi struktur dan proses yang paling membantu pencapaian tujuan dan memfasilitasi tata kelola dan manajemen risiko yang kuat.
Peran lini pertama secara langsung selaras dengan pemberian produk dan jasa kepada pelanggan organisasi, termasuk fungsi-fungsi pendukung.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, manajemen mengelola sumberdaya, melaporkan rencana, realisasi dan hasil yang diharapkan dihubungkan dengan pencapaian tujuan organisasi dan risikonya. Selain itu juga mengembangkan struktur dan proses yang memadai untuk pengelolaan operasional dan risiko.
Sementara peran lini kedua melakukan pemantauan, pemberian saran, bimbingan, pengujian, analisis, dan pelaporan tentang hal-hal yang berkaitan dengan manajemen risiko. Dalam hal ini manajemen berfokus pada tujuan manajemen risiko yang spesifik.
Misalnya kepatuhan terhadap hukum, peraturan, dan perilaku yang etis, pengendalian internal, keamanan teknologi informasi, keberlanjutan, dan kualitas jaminan. Termasuk manajemen risiko secara keseluruhan entitas (enterprise risk management).
Pada lini ketiga, audit internal memberikan keyakinan yang memadai dan saran yang independen dan objektif mengenai kecukupan dan efektivitas tata kelola dan manajemen risiko. Hal ini dapat tercapai melalui penerapan yang kompeten dari proses, keahlian, dan wawasan yang sistematis dan terstruktur.
ADVERTISEMENT
Peraturan OJK Nomor 56/ POJK.04/2015, mengatur tentang tugas pengujian dan evaluasi pelaksanaan pengendalian internal dilaksanakan oleh auditor internal.
Auditor internal melaporkan temuannya kepada Direktur Utama dan Komite Audit untuk mendorong dan memfasilitasi perbaikan berkelanjutan. Termasuk berperan sebagai counterpart dari audit eksternal.
Mengingat audit internal merupakan lini terakhir dari pengendalian internal, maka independensi audit internal sangatlah krusial. Hal ini terkait keobjektifan, kewenangan, dan kredibilitasnya.
Independensi ini dibangun melalui akuntabilitas, akses tak terbatas pada sumber daya manusia, sumber daya organisasi, kekompakan tim dan data yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaannya, serta bebas dari bias atau campur tangan pihak lain dalam perencanaan dan menjalankan kegiatan audit.
Terakhir, mengingat pentingnya memperkuat sistem pengendalian internal yang efektif, maka diperlukan komitmen dari manajemen puncak akan tata kelola yang efektif melalui pembagian tanggung jawab yang tepat serta penyelarasan kegiatan yang kuat melalui kerja sama, kolaborasi, dan komunikasi antara lini pertama, kedua dan ketiga.
ADVERTISEMENT