Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Mengendalikan Inflasi, Memulihkan Pandemi
3 September 2022 15:31 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muhammad Jasrif Teguh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Baru saja bulan Agustus bangsa kita menggelar hajatan yang meriah dalam memperingati HUT Kemerdekaan RI yang ke-77. Dengan mengusung tagline “pulih lebih cepat, bangkit lebih kuat”, ada pesan optimisme yang disampaikan untuk segera bisa mengakhiri pandemi dan tumbuh lebih kuat sebagai bangsa yang besar.
ADVERTISEMENT
Meskipun semangat slogan tersebut masih kalah pamor dengan dominannya pemberitaan mengenai hebohnya peserta upacara bendera yang berjoget ria mengikuti lagu Ojo Dibandingke dari penyanyi cilik Farel Prayoga, namun patut kita renungkan bersama mengenai spirit dari slogan tersebut di tengah ketidakpastian global serta ancaman kenaikan inflasi yang mulai terasa.
Bagaimana tidak, hari-hari terakhir ramai di media sosial tentang meroketnya harga telur disertai ikut terkereknya harga-harga lainnya. Data indeks harga konsumen (IHK) dari Bank Indonesia (BI) melansir data bahwa inflasi kelompok administered prices (harga yang diatur pemerintah) mengalami kenaikan pada Juli 2002 jika dibandingkan Juni 2022 yang dipengaruhi oleh peningkatan mobilitas udara dan harga avtur akibat kenaikan harga komoditas energi global, penyesuaian harga energi nonsubsidi dan transmisi kenaikan cukai rokok.
ADVERTISEMENT
Tak heran, pada momen rapat dengan para menterinya, Presiden mengingatkan secara tegas mengenai kenaikan harga tiket pesawat dan dampak yang dapat ditimbulkan. Selain itu, juga ramai dibahas tentang rencana kenaikan harga BBM Pertalite dan Solar yang infonya akan segera diumumkan oleh pemerintah. Serta berbagai indikator lainnya baik secara makro maupun secara mikro.
Sementara besaran subsidi BBM yang ditanggung pemerintah memang sangatlah dilematis dan pelik. Kenaikan harga komoditas di pasar internasional telah berdampak inflasi secara global. Beberapa negara sudah merasakan imbasnya, termasuk Amerika yang inflasinya sempat menyentuh 9%, angka tertinggi dalam beberapa tahun terakhir.
Jika pemerintah jadi menaikkan BBM dalam waktu dekat, maka angka inflasi Indonesia akan tembus 7% sebagaimana telah diwanti-wanti oleh banyak pihak. Di sisi lain, besarnya angka subsidi BBM yang tidak tepat sasaran dianggap membebani keuangan negara.
ADVERTISEMENT
Namun perlahan tapi pasti, kenaikan inflasi akan segera berdampak hebat pada perekonomian, terutama daya beli masyarakat di lapisan bawah.
Memang pemerintah dalam hal ini masih mempertimbangkan sejumlah langkah. Menjaga pasokan bahan pangan, mengendalikan penyaluran BBM bersubsidi termasuk menghitung angka keekonomian yang pas. Apa pun rencana kebijakannya, yang pasti harus disusun dengan matang dan mempertimbangkan banyak aspek terutama dampak riilnya bagi masyarakat kecil.
Juga yang tak kalah penting adalah eksekusi implementasi ditingkat bawah harus tersinkronisasi dengan baik pada lintas institusi baik pemerintah pusat maupun daerah, termasuk BUMN terkait. Ini penting. Agar tak ada lagi nanti saling menunggu atau bahkan saling lempar tanggung jawab.
Hendaknya kita belajar banyak dari penanganan pandemi selama 3 tahun terakhir ini. Respon bukan hanya harus cepat, tapi juga harus tepat. Tindakan yang terukur dan tidak grasa-grusu, serta monitoring dan evaluasi rutin merupakan kunci keberhasilan implementasi kebijakan di masa kedaruratan ataupun krisis.
ADVERTISEMENT
Perlu diingat, bahwa selain upaya pengendalian inflasi, kita juga masih harus konsisten dan fokus dalam upaya-upaya mengendalikan pandemi agar segera berakhir.
Merujuk pada analisa PB IDI, setidaknya terdapat 2 indikator pandemi Covid-19 yang memerlukan perhatian bersama. Pertama, kenaikan tren kasus positif jika dibandingkan data 3 Mei dan 26 Agustus 2022 yaitu sebesar 42 kali lipat.
Kedua, tren kenaikan kasus aktif jika dibandingkan data 30 Mei dan 26 agustus 2022 yaitu sebesar 16 kali lipat. Meskipun tidak diikuti dengan tingkat keparahan dan tingkat keterisian rumah sakit, namun hal ini menggambarkan bahwa pandemi belumlah berakhir.
Terlebih kalau dilihat dari cakupan vaksinasi booster (dosis ke-3), baru mencapai 25,95% pertanggal 2 September 2022. Artinya masih perlu upaya lebih dari pemerintah dan kita semua, terutama pemerintah daerah untuk menggencarkan percepatan vaksinasi booster.
ADVERTISEMENT
Jangan sampai kenaikan inflasi yang bisa saja terjadi dalam waktu dekat berdampak tidak hanya pada daya beli dan kemampuan ekonomi, tapi juga dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan mental masyarakat di tengah kondisi pandemi yang masih berlangsung hingga saat ini.
Oleh karena itu, slogan “pulih lebih cepat, bangkit lebih kuat” yang digaungkan di tahun ketiga pandemi ini, hendaknya diterjemahkan dalam kebijakan yang tepat, tereksekusi dengan baik dan berdampak pada ketahanan ekonomi dan kesehatan masyarakat, terutama rakyat kecil. Semoga.