Konten dari Pengguna

Kepemimpinan Transformatif: Dari Defisit Menjadi Surplus Akhlak Mulia

Mukhlis Silmi Kaffah
- Magister Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Bandung (ITB) - Biro Pengembangan Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia Provinsi Jawa Barat - Founder Sustainable Urban Development Indonesia (SURBAND ID)
4 Agustus 2020 19:07 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mukhlis Silmi Kaffah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto : Unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Foto : Unsplash.com
ADVERTISEMENT
Kepemimpinan merupakan salah satu faktor paling strategis dalam proses pencapaian suatu tujuan. Hal ini semakin krusial di saat kondisi krisis seperti yang terjadi saat ini. Ketiadaan sikap kepemimpinan yang kuat akan menyebabkan keterpurukan dan bahkan kehancuran.
ADVERTISEMENT
Perubahan zaman membuat seluruh aspek kehidupan berkembang secara dinamis. Hal tersebut mengakibatkan semakin tingginya ketidakpastian (uncertainty) yang akan terjadi di masa depan. Maka dari itu, diperlukan kepemimpinan yang adaptif, memiliki growth mindset, dan transformatif.
Persoalan utama kepemimpinan, khususnya di Indonesia, hari ini adalah merosotnya akhlak yang merupakan manifestasi dari keimanan atau kepercayaan seseorang. Kita bisa melihat berbagai kasus korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan lainnya yang dilakukan oleh para pimpinan lembaga atau daerah di berbagai sektor. Penulis memiliki pengalaman berkunjung ke Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin dan melihat secara langsung para pimpinan baik lembaga eksekutif, legislatif, maupun yudikatif dari tingkat daerah hingga nasional yang mendekam di sana.
Jika dilihat dari contoh tersebut, para terdakwa merupakan orang-orang yang terdidik, bahkan beberapa bergelar doktor. Maka dapat disimpulkan, berpendidikan saja tidak cukup untuk menjadi seorang pemimpin yang baik. Meminjam istilah (Alm.) B. J. Habibie, diperlukan keseimbangan dan keselarasan antara ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dengan iman dan taqwa (IMTAQ).
ADVERTISEMENT
Kondisi saat ini seakan menggambarkan bahwa kondisi kepemimpinan secara khususnya dan sumber daya manusia Indonesia secara umumnya mengalami defisit akhlak mulia. Ini dicirikan antara lain dengan sifat bohong, curang, penakut, dan tidak bertanggung jawab. Tentu kondisi defisit akhlak mulia ini perlu diubah. Mengubah kondisi defisit akhlak mulia menjadi surplus akhlak mulia membutuhkan sikap kepemimpinan yang transformatif.
Langkah untuk mengubah hal tersebut harus dimulai dari diri sendiri. Setiap individu harus menanamkan pada dirinya sifat jujur, disiplin, berani, dan bertanggung jawab. Setelah selesai secara individu maka harus ditanamkan juga di lingkup keluarga dan akhirnya di lingkup masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kepemimpinan transformatif mampu memberikan motivasi dan inspirasi serta mendorong para anggotanya untuk melakukan suatu perubahan. Pada konteks ini seorang pemimpin harus memiliki akhlak mulia dan mendorong perubahan dari defisit akhlak mulia menjadi surplus akhlak mulia di tengah masyarakat. Hal itu yang akan menjadi modal utama kemajuan Indonesia ke depan.