Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Dua Makna Iluminasi Pada Manuskrip "Risalah Perhiasan Perempuan" dari Riau
15 Desember 2020 16:12 WIB
Tulisan dari Mulia Kurniati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kajian terhadap naskah-naskah kuno kini semakin marak dilakukan, ditandai dengan mulai produktifnya lembaga-lembaga yang membuat program digitalisasi dengan tujuan agar naskah-naskah kuno tetap terjaga. Tidak sedikit para pemilik naskah (khususnya perseorangan) ikut senang adanya program ini.
ADVERTISEMENT
Penelitian terus menerus terhadap naskah-naskah kuno tidak akan menghasilkan nilai 'nol' karena permasalahan yang ada di zaman sekarang sebenarnya sudah dilalui oleh nenek moyang terdahulu dan lewat naskah-naskah kuno yang tersebar di Nusantara itulah kita bisa menemukan pembelajarannya.
Tidak banyak yang tahu bahwa kajian yang menitikberatkan fokusnya pada manusukrip-manuskrip kuno adalah ilmu filologi. Pengenalan terhadap peninggalan berupa tulisan-tulisan lama ini mulai dicetuskan pertama kalinya pada abad ke-3 SM oleh Eratosthenes, salah seorang ahli dari Iskandariyah.
Kodikologi dan Iluminasi dalam Manuskrip
Di Indonesia, filologi awalnya dikembangkan oleh pemerintahan kolonial Belanda, bertujuan untuk mengungkap informasi masa lampau yang terkandung dalam bahan tertulis peninggalan masa lalu. Dalam kajian filologi, terdapat istilah berbeda untuk melakukan kajian terhadap naskah (fisik) dan teks (isi naskah).
ADVERTISEMENT
Terkait penulisan ini, istilah yang akan digunakan adalah kodikologi, berasal dari kata Latin codex (bentuk tunggal; bentuk jamak ‘codices') yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ‘naskah’.
Tugas dan “daerah” kajian kodikologi antara lain ialah sejarah naskah, sejarah koleksi naskah, penelitian mengenai tempat naskah-naskah yang sebenarnya, masalah penyusunan katalog, penyusunan daftar katalog, perdagangan naskah, dan penggunaan-penggunaan naskah itu.
Salah satu objek kajian kodikologi dalam filologi adalah iluminasi. Awalnya, istilah iluminasi digunakan dalam penyepuhan emas pada beberapa halaman naskah untuk memperoleh keindahan dan biasanya ditempatkan sebagai hiasan atau gambar muka (frontispiece) naskah.
Tapi, perkembangan zaman membuat istilah iluminasi diartikan lebih luas, yaitu warna-warna atau pigmen metalik yang ada dalam bingkai teks, penanda ayat dan juz, dan tanda kepala surat pada Alquran.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya hiasan, iluminasi dapat menunjukkan ciri-ciri kedaerahan tempat naskah-naskah itu berasal dan memiliki tanda-tanda yang bermakna.
Naskah Melayu pada Masa Kesultanan Riau Lingga
Fakta lainnya, iluminasi pasti ada di setiap daerah. Tulisan ini mengambil objek sebuah naskah berjudul "Ini Risalah Bernama Periasan Perempuan Bagi Anak-Anak Perempuan (Jumadil Awal 1337 H)" yang merupakan salah satu di antara naskah-naskah Melayu dari Riau yang didigitalkan oleh British Library.
Naskah ini populer pada masa Kesultanan Riau-Lingga, dan merupakan bagian dari buku Islam orang-orang Melayu, disalin oleh Usman bin Abdullah bin Aqil bin Yahya al-Alawi pada tahun 1918 dan diterbitkan oleh percetakan Said Yahya bin Usman bin Yahya yang bertempat di Tanah Abang, Batavia (dulu).
ADVERTISEMENT
Naskah dengan bahan aslinya kini dikoleksi oleh Syamsu Adnan K. asal Indonesia. Apabila menilik isinya, kondisi naskah ketika didigitalkan tergolong cukup baik dan terbaca meskipun tidak didapati sampul buku, bahkan hampir semua halamannya memiliki bekas lubang gigitan serangga dan noda air.
Naskah ini menggunakan aksara arab dengan padanan bahasa Melayu dan Arab, ditulis menggunakan tinta hitam dengan jumlah 38 halaman, halaman pertama di awali dengan judul dan dilanjutkan dengan pemaparan menggunakan aksara Arab.
Keunikan naskah ini bisa dilihat dari cara penulis membuat sebuah penekanan dengan menuliskan beberapa kata dengan aksara tebal dan besar pada keseluruhan halaman termasuk isi, sub bab (di dalam sebuah kotak dan ada 18 sub bab) dan judul.
ADVERTISEMENT
Terkait pembahasan, buku ini memaparkan etika seorang remaja perempuan sesuai ajaran islam, yaitu kewajiban taat kepada orang tua, kewajiban sholat lima waktu, sifat perempuan, adat berumah tangga dan bersuami, melahirkan anak, larangan memakai perhiasan dan percaya pada dukun.
Penemuan Iluminasi pada halaman judul
Pada artikel ini, penulis memfokuskan objek pada halaman judul karena pada bagian ini terdapat hiasan sederhana yang tidak dapat ditemukan di halaman isi yaitu penulisan judul di dalam sebuah gambar yang diduga merupakan iluminasi dari naskah.
Lalu, di bagian bawah gambar tersebut penulis naskah juga meninggalkan catatan (kolofon) yang dituliskan dalam dua kotak yang disisipkan hiasan bunga. Bentuk gambar dalam persegi panjang dengan sudut dibuat lekukan bergelombang (tiga gelombang), ujungnya dibuat lancip menghadap ke bawah.
ADVERTISEMENT
Kemungkinan pertama, apabila melihat lekukan tersebut, dengan mudah bisa kita perkirakan itu adalah lekukan layaknya kubah yang biasa ada di masjid, tapi secara umum kita tahu bahwa kubah pada masjid memiliki ujung lancip menghadap atas, tapi pada naskah ini ujung lancip menghadap ke bawah.
Kemungkinan kedua, gambar tersebut adalah sebuah iluminasi berbentuk kalung dengan liontin menjuntai ke bawah. Kedua dugaan iluminasi itu bisa diperkuat apabila membacanya menggunakan konteks lebih luas, misalnya dengan mengaitkannya dengan asal-usul naskah dan isi dari naskah itu sendiri.
Makna Iluminasi
Dugaan iluminasi pertama, yaitu kubah terbalik mengindikasikan sebuah identitas keislaman dan ketaatan masyarakat saat itu, selain itu bagian isi yang membahas soal adat perempuan dalam agama islam juga menjadi alasan lainnya mengenai keberadaan iluminasi kubah.
ADVERTISEMENT
Beberapa sumber mengatakan kubah masjid pertama kali populer dan diadopsikan konstruksinya pada Masjid Sultan di Riau pada masa kekuasaan Yang Dipertuan Muda VII, Raja Abdul Rahman (1833-1843). Jadi, tidak aneh jika iluminasi pada naskah bisa dimaknai sebagai kubah, karena kubah sudah dikenal sejak lama di Riau.
Tapi, terkait bentuk kubah yang terbalik, penulis belum menemukan alasan ilmiah juga contoh kasus yang mirip, maka tidak ada alasan untuk memaksakan memaknai hal tersebut lebih jauh untuk menghindari kesalahan fatal dalam penafsiran.
Lalu, dugaan kedua yakni iluminasi dengan bentuk perhiasan dapat di jelaskan lewat fungsi iluminasi itu sendiri. Pada pemaparan sebelumnya, iluminasi diartikan sebagai hiasan yang umumnya diletakan pada bagian muka naskah, menjawab tempat keberadaan naskah dan tanda yang memiliki makna.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks hiasan, jelas keberadaan iluminasi membuat kesan menarik dan tidak monoton pada naskah ini. Menurut hemat penulis, konteks "tanda" dengan dugaan iluminasi berbentuk kalung juga cukup logis, terlebih dari pemilihan kata pada judul adalah "perhiasan" yang bisa saja diwakilkan lewat gambar kalung dengan liontin.
Meskipun nyatanya tidak secara khusus perhiasan dalam judul diartikan sebagai bentuk utuh perhiasan (emas, perak, dan lain-lain). Tapi, dalam isi penulis naskah menyinggung larangan para remaja perempuan untuk berlebihan menggunakan perhiasan yang menempel di badan.
DAFTAR PUSTAKA
British Library (Endangered Archives Programme), "Ini Risalah Bernama Periasan Perempuan Bagi Anak2 Perempuan [Jumadil Awal 1337 AH bersamaan dengan]", dalam https://eap.bl.uk/archive-file/EAP153-6-6
Fadlan, Muhammad Nida, "Iluminasi dan Ilustrasi dalam Naskah Nusantara dalam https://nidafadlan.wordpress.com/2011/01/18/iluminasi-dan-ilustrasi-dalam-naskah-nusantara/
ADVERTISEMENT
Zuriati, "Iluminasi Naskah-naskah Minangkabau" Jurnal Filologi Melayu, Jilid 17, April 2010, Perpustakaan Negara Malaysia.
Sasongko, Agung, "Sejarah Kubah Masjid", dalam https://republika.co.id/berita/pgs0ki313/sejarah-kubah-masjid