Konten dari Pengguna

Resep Kebahagiaan Ala Al-Ghazali: Kajian mendalam dari karya Fahruddin Faiz

mumtazz khilmia
Saya mahasiswi semester 3, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam
19 November 2024 17:52 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari mumtazz khilmia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Foto Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Foto Pribadi
ADVERTISEMENT
Kata bahagia tentu sudah sangat familiar di telinga kita. Meskipun demikian, untuk memahami hakikat kebahagiaan tidak sesederhana hanya dengan memahami kata bahagia. Orang boleh berbeda pendapat dalam banyak hal tetapi, pasti akan bersepakat dalam satu hal: ingin bahagia. Sayangnya makna bahagia tidak sama bagi semua orang. Maka tidak heran jika orang bertanya: sebenarnya apa sih bahagia itu?
ADVERTISEMENT
Secara ontologis cara setiap orang untuk mencapai jalan kebahagiaan bisa berbeda-beda. Tergantung dengan bagaimana keyakinan dan orientasi hidup seseorang. Secara epistemologis kebahagiaan mencakup semua sisi inteligansi manusia. Tidak hanya tentang kenikmatan yang bersifat indrawi namun juga mengenai pemahaman rasa intuisi dan imajinasi. Secara aksiologis kebahagiaan tidak sekadar tentang perasaan puas dan senang, tetapi juga berkaitan dengan kualitas hidup seseorang secara keseluruhan.
Menurut Al-Ghazali untuk bisa bahagia maka seseorang harus mendapatkan kenikmatan jiwa."Bagaimana cara mencari kenikmatan jiwa?" Yang pertama, akalmu harus akrab dengan ilmu. Jika kamu ingin memberi makan akalmu maka sering-seringlah mencari ilmu.
Yang kedua, pribadimu harus bersahabat dengan wara'. Wara' artinya menjaga diri. Jangan hidup ngawur atau sembarangan. Kalau ingin tenang rumus paling gampangnya adalah tidak melakukan hal-hal yang haram, maksiat, dan syubhat. Jangan tertipu oleh kepuasan sementara yang dirasakan dari hal-hal yang tidak di perbolehkan.
ADVERTISEMENT
Yang ketiga, kamu harus menghiasi jiwamu dengan kesungguhan dan keberanian. Tatalah hidupmu dengan serius. Memiliki cita-cita dan sebuah target akan membantu jiwamu untuk tetap bergerak positif. Kemudian hadapilah semua rintangan yang ada di kehidupanmu dengan berani.
Yang keempat, bersikaplah adil. Maksud dari adil adalah hidup secara proporsional, baik di level fisik maupun di level rohani. Kalau fisikmu butuh makan, maka makanlah. Kalau rohanimu ingin menikah, maka menikahlah.
Jadi, kunci dari kebahagiaan adalah kenikmatan badaniah harus dibereskan dahulu. Ketika urusan badaniah sudah beres maka urusan jiwamu juga akan beres. Cukup punya ilmu dulu, punya harta dulu, punya pasangan dulu, punya fasilitas dulu, baru jiwamu bisa tenang.
Menurut Al-Ghazali, ada empat kriteria untuk mengecek apakah urusan badaniahmu sudah nikmat atau belum. Pertama, sehat. Kedua, kuat. Ketiga, elok. Keempat, yakinlah bahwa kamu panjang umur. Kalau kamu sehat, kamu kuat. Ketika kamu kuat, kamu bisa berpikir kalau kamu elok dan kamu bisa percaya diri bahwa kamu panjang umur.
ADVERTISEMENT
Orang yang sudah punya empat kualifikasi ini, maka bisa dikatakatan sudah mencapai kebahagiaan secara fisik. Sedangkan nikmat rohani bisa dirasakan manakala kamu menyadari bahwa Allah telah memberimu banyak nikmat dan karunia. Artinya nikmat rohani bisa dicapai dengan bersyukur. Sebagus apapun hidupmu kalau kamu tidak bersyukur maka kamu tidak akan merasakan kenikmatan apapun.
Sumber: Buku Filsafat Kebahagiaan karya Fahruddin Faiz.
Penulis: Hikma Syifa Fuadah, Cahya Salsabila, Mumtaz Zakia Khilmia.