Air, El Nino, dan Refleksi Hari Pangan Sedunia

Munawar Khalil N
ASN Badan Pangan Nasional
Konten dari Pengguna
16 Oktober 2023 6:20 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Munawar Khalil N tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Indonesia bisa mengalami musim kemarau yang berkepanjangan dan musim hujan yang sangat ekstrem karena fenomena alam bernama El Nino. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Indonesia bisa mengalami musim kemarau yang berkepanjangan dan musim hujan yang sangat ekstrem karena fenomena alam bernama El Nino. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Sekitar 600 tahun sebelum masehi, Thales mengatakan bahwa air adalah asal usul alam semesta. Tanpa adanya air, kehidupan tidak akan terjadi. Apa yang diungkapkan oleh filsuf Yunani ini menemukan relevansinya ketika hari ini kita dihadapkan pada satu persoalan yang berkaitan dengan keberlanjutan hidup manusia yakni El Nino.
ADVERTISEMENT
El Nino merupakan fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah. Pemanasan SML ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia. El Nino ini memicu terjadinya kondisi kekeringan di wilayah Indonesia.
Fenomena alam ini menjadi perhatian banyak negara karena berkaitan dengan produksi pangan. Terjadinya cuaca ekstrem akibat El Nino mengganggu produksi pertanian banyak negara di dunia dan tentu saja ini akan berisiko terhadap ketahanan pangan global. FAO memperkirakan setidaknya ada 42 negara di kawasan Amerika Selatan, Amerika Tengah, Afrika, dan Asia Pasifik yang rawan terdampak kekeringan ekstrem akibat fenomena El Nino.
Karena itu, FAO mengimbau negara-negara yang ditengarai terdampak El Nino segera melakukan berbagai antisipasi untuk menekan penurunan produksi pangannya. Sebab efeknya bukan hanya memengaruhi stabilitas pangan domestik, tapi juga berdampak pada kenaikan harga pangan di tingkat global akibat terganggunya pasokan pangan.
Ilustrasi sawah kekeringan Foto: ANTARA/Syifa Yulinnas
Tanpa adanya El Nino pun selayaknya kita bisa berkaca pada beberapa negara di benua Afrika di mana kekeringan sudah menjadi “makanan” sehari-hari. Seringkali kita mendengar di media kasus-kasus kelaparan yang melanda. Salah satu faktor pentingnya karena kekurangan air.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia peringatan mengenai dampak El Nino terhadap ketahanan pangan sudah kerap disampaikan oleh pemerintah. Kepala Badan Pangan Nasional yang juga Plt Menteri Pertanian, Arief Prasetyo Adi, menyebut kekeringan ekstrem ini bisa berdampak pada penurunan produksi padi hingga sekitar 5 persen atau sekitar 1,5 juta ton. Angka ini cukup besar, mencapai 60 persen dari total kebutuhan beras bulanan yang mencapai 2,5 juta ton.
Pemerintah lantas berupaya meminimalisir dampak El Nino ini dengan berbagai strategi. Arief yang baru dilantik sebagai Plt. Menteri Pertanian pada Jumat (6/10/2023) segera konsolidasi bersama jajaran Kementerian Pertanian.
Fokusnya pada persiapan tanam di November-Desember bisa berjalan optimal sehingga hasilnya bisa dilihat pada panen raya pada semester I 2024. Mengingat panen raya periode ini mencakup 70 persen produksi tahunan, maka pemerintah perlu berkonsentrasi penuh dalam menyiapkan produksi. Tidak hanya itu, serapan gabah/beras oleh Perum Bulog juga menjadi sangat penting untuk mengisi stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP).
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2023, target pemerintah untuk stok CBP mencapai 2 juta ton, dengan prioritas penyerapan berasal dari produksi dalam negeri. Namun, hingga saat ini Bulog hanya mampu menyerap produksi padi dalam negeri sekitar 800 ribu ton.
Karyawan memeriksa stok beras di Gudang Bulog Subdrive Indramayu, Jawa Barat, Rabu (11/3). Foto: ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Penyebabnya tidak satu, potensi penurunan produksi, dan kurangnya ketersediaan gabah di lapangan ditengarai menjadikan Bulog tidak mampu menyerap beras dengan harga yang sesuai. Di hulu, kenaikan harga gabah hingga 7.000 per kg memang membuat petani sedikit banyaknya happy.
Namun pemerintah juga harus memikirkan harga beras di hilir sehingga keseimbangan harga di tiga lini perberasan tetap terjaga sesuai harapan Presiden Joko Widodo. Manakala Bulog memaksakan membeli gabah dengan fleksibilitas harga, akan semakin membuat harga beras di tingkat konsumen melonjak. Pada saat yang sama terjadi perebutan gabah di tingkat penggilingan yang ditengarai semakin memicu lonjakan harga di tingkat hulu.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, pemerintah mengkalkulasi kebutuhan impor yang harus dilakukan untuk mengisi stok CBP, sehingga kemudian ditetapkan impor beras sebanyak 2 juta ton. Keputusan ini menuai berbagai kritik dari berbagai pihak karena importasi beras biasanya dilihat sebagai keputusan gegabah dan merugikan petani.
Sebab berdasarkan neraca beras tahunan, produksi beras masih terhitung surplus. Berdasarkan KSA BPS tahun 2022, produksi beras mencapai 31,5 juta ton, sedangkan konsumsi beras sebesar 30,2 juta ton. Masih ada surplus sekitar 1,3 juta ton.
Akan tetapi, kelebihan tersebut tidak bisa menjadi “pegangan” pemerintah ketika melihat neraca beras bulanan di mana surplus hanya terjadi di tiga hingga empat bulan awal pada saat panen raya di Semester I. Sedangkan selebihnya, neraca beras bulanan mengalami defisit.
Karyawan memeriksa stok beras di Gudang Bulog Subdrive Indramayu, Jawa Barat, Rabu (11/3). Foto: ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Memang, survei beras tahun 2022 yang dilakukan NFA, BPS, Kemenko Perekonomian, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perdagangan menghasilkan data stok beras di akhir tahun 2022 sebesar 4,06 juta ton yang berasal dari akumulasi carry over stok akhir 2022.
ADVERTISEMENT
Namun, proporsi stok paling besar berada di rumah tangga sebesar 2,3 juta ton atau 47%. Sementara sisanya tersebar di pedagang sekitar 500 ribu ton (12%), penggilingan 690 ribu ton (17%), horeka dan industri 187 ribu ton (5%), dan di Bulog 335 ribu ton (8%). Ini berarti stok beras tersebut tidak dikuasai oleh pemerintah sehingga ini juga tidak bisa menjadi “pegangan” untuk melakukan intervensi stabilisasi.
Pada akhirnya, importasi menjadi pilihan pahit yang mesti dilakukan namun dengan catatan harus berbasis perhitungan yang cermat, dan memperhatikan harga di tingkat petani tetap terjaga. Terbukti pada hari ini impor beras yang dilakukan pemerintah tidak lantas membuat harga di tingkat petani anjlok.
Malah harganya justru semakin naik. Kenaikan harga gabah tidak terelakkan mengingat faktor-faktor pembentuk harga yang dikenal dengan Biaya Pokok Produksi (BPP) juga mengalami kenaikan seperti ongkos Hari Orang Kerja (HOK), pupuk, benih, dan kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) berkontribusi pada kenaikan harga gabah.
ADVERTISEMENT
Di satu sisi ini baik bagi produsen (petani) karena mendorong semangat untuk tetap berproduksi. Di sisi lain, keseimbangan harga di produsen, pedagang, dan konsumen harus dijaga, sehingga kenaikan harga beras di tingkat konsumen juga diantisipasi oleh pemerintah melalui berbagai langkah intervensi.
NFA bersama Bulog menggelontorkan beras medium SPHP ke pasar induk, ritel modern, dan pasar tradisional. Selain itu, juga menggencarkan operasi pasar bersinergi dengan pemerintah daerah melalui gerakan pangan murah.
Untuk masyarakat berpendapatan rendah sebanyak 21,353 juta KPM, pemerintah memberikan program bantuan pangan beras sebanyak 10 kg beras per KPM dan disalurkan sebanyak tiga kali dalam tiga bulan.
Pada tahap pertama penyaluran bantuan beras ini (April – Juni 2023) berhasil menahan laju lonjakan harga beras sehingga inflasi tetap terjaga. Karena itu pemerintah kembali menggelontorkan bantuan pangan beras tahap kedua pada September – November 2023 untuk terus menjaga daya beli masyarakat berpendapatan rendah.
ADVERTISEMENT

Hari Pangan Sedunia, Meneguhkan Kembali Semangat Ketahanan Pangan

Petani menanam padi di persawahan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Senin (6/6/2022). Foto: Abriawan Abhe/ANTARA FOTO
Apa yang diuraikan di atas sedikit banyaknya menggambarkan dinamika dan kompleksitas persoalan pangan yang berkaitan erat dengan kebutuhan air dan menghadapi tantangan kekeringan akibat dampak El Nino.
Hari-hari ini kita semua tentunya berharap agar kekeringan ekstrem ini tidak berdampak serius terhadap penurunan produksi padi. Sebab berkaca pada pengalaman El Nino tahun 2015, pada saat itu pemerintah juga khawatir dengan produksi pangan yang menurun, namun itu dapat terlewati melalui serangkaian upaya antisipatif di sektor hulu sehingga krisis pangan tidak terjadi.
Karena itu, pada momentum Hari Pangan Sedunia tahun 2023 ini, penting untuk saling mengingatkan betapa pentingnya kita menjaga ketahanan pangan. Apalagi tema global yang diusung menekankan pada air sebagai entitas penting dalam kehidupan manusia. Water is Life, Water is Food. Air adalah kehidupan, air adalah pangan.
ADVERTISEMENT
Ini bukan tugas pemerintah semata, tapi tugas kita semua pada level dan kapasitasnya masing-masing. Pemerintah telah bertekad untuk menjaga produksi pangan agar tetap baik di tengah El Nino dengan berfokus pada antisipasi dampak kekeringan dan mapping strategi pertanaman yang baik.
Pada saat yang sama, pemerintah juga mengajak masyarakat untuk terlibat menjaga ketahanan pangan melalui ajakan untuk stop boros pangan, belanja bijak, dan mulai melihat diversifikasi pangan sebagai langkah penting untuk membangun ketahanan pangan berkelanjutan.
Selamat Hari Pangan Sedunia!