Bangun Ketahanan Pangan dari Pekarangan

Munawar Khalil N
ASN Badan Pangan Nasional
Konten dari Pengguna
17 Mei 2022 12:17 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Munawar Khalil N tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Sayuran kami dapat dari pekarangan sendiri, tidak perlu ke pasar, apalagi ada pandemi kita tidak bisa banyak keluar rumah,” demikian ungkapan Sajariyati dari Desa Borong Pala’la Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan. Hal senada juga dituturkan oleh Istiana dari Kelurahan Gading Sari Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau, dan Nurhayati yang bermukim di Desa Truai Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah, NTB.
foto: dokpri
Mereka adalah para wanita dari Kelompok Wanita Tani (KWT) yang pernah penulis temui dalam kunjungan ke daerah. Mereka mengakui setiap bulan bisa memanen sayur dan memelihara hewan ternak seperti ayam. Jadi untuk kebutuhan sendiri (rumah tangga) lebih dari cukup, bahkan bisa dijual ke pasar dan tetangga sekitar, dan juga mengolahnya menjadi aneka macam keripik dan cemilan.
ADVERTISEMENT
Berbagai pernyataan para ibu rumah tangga ini menunjukkan bahwa pekarangan sangat potensial bukan saja sebagai sumber pangan bagi keluarga, tetapi juga dapat menjadi sumber pendapatan.
Sumber Pangan
Memanfaatkan pekarangan sebagai kekuatan ketahanan pangan di tingkat keluarga menjadi penting khususnya di tengah tantangan dunia seperti pandemi. Pembatasan pegerakan fisik berimplikasi pada terhambatnya distribusi pangan antardaerah. Begitupula situasi geopolitik global seperti perang Rusia-Ukraina mengganggu distribusi pangan global yang berdampak pada lonjakan harga pangan.
Imbasnya pada pemenuhan pangan yang apabila terganggu, akan menimbulkan ketidakstabilan sosial. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak bisa ditunda atau disubstitusi dengan hal lain.
Di sinilah pentingnya kemandirian pangan dibangun. UU 18 tahun 2012 tentang Pangan mendefinisikan kemandirian pangan sebagai kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beranekaragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat.
ADVERTISEMENT
Kata kuncinya kemampuan memproduksi pangan dari dalam negeri. Kita tidak kekurangan sumber daya alam. Lahan pekarangan di Indonesia tercatat mencapai 10,3 juta hektar atau 14% dari total luas lahan pertanian. Berbeda dengan Singapura yang 90 persen kebutuhan pangannya dipenuhi dari impor, tentu membutuhkan upaya lebih besar agar tetap bertahan di tengah pandemi Covid-19.
Bertanam di pekarangan bisa menjadi aktifitas yang memiliki manfaat ganda bagi rumah tangga. Pertama, keluarga akan memperoleh sumber pangan yang sehat dan beragam. Pekarangan dapat ditanami beranekaragam jenis tanaman seperti sayuran, buah, dan umbi-umbian. Kedua, kegiatan bertanam di pekarangan menjadi aktifitas rekreatif bagi anggota keluarga di tengah situasi yang belum sepenuhnya terbebas dari pandemi.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pernah menegaskan, sejengkal lahanpun harus dioptimalkan menjadi sumber pangan keluarga. Lahan sempit bukanlah alasan untuk tidak bisa bercocok tanam, sebab pada prinsipnya budidaya tanaman dapat dilakukan di mana saja yang penting terdapat sirkulasi udara yang memadai dan mendapat cahaya matahari. Bahkan yang tidak punya lahan pun dapat melakukan aktifitas pertanian dengan menggunakan model vertical farming atau teknologi hidroponik.
ADVERTISEMENT
Sumber Pendapatan
New normal dengan pembatasan interaksi, pemberlakuan protokol kesehatan, dan gaya hidup work from home memberi ruang lebih untuk tinggal di rumah. Kondisi ini jika dimanfaatkan dengan aktifitas bertanam di pekarangan, tentu akan sangat baik. Bahkan dari aktifitas bercocoktanam di pekarangan ini, bisa membuka kesempatan dan pengetahuan baru bagi setiap anggota rumah tangga untuk melihat pertanian sebagai potensi besar sumber pendapatan.
Foto: dokpri
Kajian yang dilakukan Litbang Kementan mengungkapkan bahwa apabila dikelola secara intensif, usaha pekarangan pangan dapat memberikan sumbangan pendapatan antara 7 hingga 45 persen. Studi FAO juga menunjukkan bahwa hasil dari pekarangan pangan dapat menyumbang hingga 25 persen pendapatan untuk petani miskin.
Di masyarakat perkotaan, berkebun di pekarangan menjadi tren seiring pandemi. Untuk menyiasati sempitnya lahan pekarangan, digunakan teknik hidroponik. Tidak hanya masyarakat biasa, belakangan publik figur seperti artis maupun pejabat menggemari kegiatan berkebun di rumah mereka.
ADVERTISEMENT
Peluang ekonomi dari aktifitas ini juga prospektif. Imam Zarkasy di Kediri, mekanik yang banting setir menekuni hidroponik sejak pandemi melanda kini mampu memasok sayuran segar ke pasar swalayan dan restoran di Jatim. Begitu juga dengan seorang mahasiswa asal Pati Jawa Tengah bernama Muhammad Fahmi Royyan Itsbad yang rata-rata omzet penjualan sayuran yang ditanam di pekarangannya mencapai 3 - 4 juta per bulan.
Dengan dorongan pemerintah bersama partisipasi aktif masyarakat untuk mengoptimalkan pekarangan sebagai sumber pangan sekaligus sumber pendapatan ini, kita berharap ancaman krisis pangan tidak menjadi kenyataan, karena setiap rumah tangga mampu secara mandiri mewujudkan ketahanan pangannya.