Konten dari Pengguna

Menulis untuk Negeri: Literasi dan Asa Antikorupsi

Munawar Khalil N
ASN Badan Pangan Nasional
22 Mei 2025 18:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Tulisan dari Munawar Khalil N tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sesi diskusi dalam rangkaian launching buku KUPAS di KPK (dokpri)
zoom-in-whitePerbesar
Sesi diskusi dalam rangkaian launching buku KUPAS di KPK (dokpri)
ADVERTISEMENT
Saat saya akhirnya memberanikan diri mengirim dua artikel untuk dimuat dalam buku KUPAS—Kumpulan Pemikiran ASN tentang Antikorupsi dan Solusinya— yang baru launching pada Selasa 20 Mei 2025, pikiran saya langsung teringat pada sebuah ironi besar: seorang pejabat di Mahkamah Agung ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena terlibat praktik korupsi. Yang membuat kabar ini semakin menyesakkan adalah fakta bahwa ia pernah menjadi produser film bertema antikorupsi berjudul Sang Pengadil.
ADVERTISEMENT
Kontradiksi semacam ini mencederai akal sehat kita. Ini menunjukkan bahwa integritas tidak ditentukan oleh jabatan, pangkat, atau simbol. Integritas adalah keputusan sadar yang lahir dari dalam diri, dibangun lewat pilihan-pilihan kecil yang terus-menerus dijaga—bahkan ketika tak ada yang melihat.
Saya tidak menulis di buku ini karena merasa lebih bersih dari siapa pun. Saya hanyalah seorang ASN biasa yang hidup dan bekerja dalam sistem yang tidak sempurna, sering bersinggungan dengan nilai-nilai yang lentur, dan terkadang membingungkan. Namun, di tengah kerentanan itu, saya memilih satu hal: menunjukkan keberpihakan.
Saya teringat pada kisah burung pipit dan Nabi Ibrahim. Saat sang nabi dilempar ke dalam api oleh Raja Namrud, seekor burung pipit membawa air dengan paruh kecilnya dan menjatuhkannya ke kobaran api. Meski tahu tetesan itu takkan memadamkan api, ia tetap melakukannya. Ketika ditanya oleh burung gagak mengapa melakukan sesuatu yang sia-sia, si burung pipit menjawab, “Aku hanya ingin menunjukkan di pihak mana aku berdiri.”
Ketua KPK bersama para penulis buku KUPAS (dokpri)
Mungkin tulisan saya takkan mengubah sistem. Mungkin tidak mengguncang budaya korupsi yang sudah mengakar. Tapi seperti burung pipit itu, saya ingin menyuarakan nurani. Diam bukan pilihan. Karena diam adalah bentuk pembiaran. Dan pembiaran adalah benih dari kehancuran yang lebih besar.
ADVERTISEMENT
Peluncuran buku KUPAS pada Selasa, 20 Mei 2025 di Gedung ACLC KPK, menjadi ruang perjumpaan para ASN yang menyatukan semangatnya dalam satu suara: Indonesia harus bebas dari korupsi. Ketua KPK, Setyo Budiyanto, yang hadir langsung, dalam sambutannya mengapresiasi langkah para penulis ASN yang berani menyuarakan kegelisahan mereka melalui tulisan. Baginya, ini adalah bentuk nyata kontribusi dalam membangun budaya integritas di sektor publik.
Inisiatif ini lahir dari komunitas ASNation, sebuah gerakan para ASN yang resah dan ingin melihat perubahan. Founder ASNation, Ahmad Luthfi, menyebut bahwa buku ini bukan sekadar kumpulan tulisan, tapi buah dari kesadaran kolektif yang ingin menghadirkan Indonesia yang lebih bersih. Semangat itu makin hidup saat diskusi digelar dengan menghadirkan narasumber inspiratif: Amir Arief (Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK), Fathurrohman (ASN BNN), serta Feradis (ASN Bappeda Provinsi Riau). Diskusi dipandu oleh Dyah R. Sugiyanto, Pranata Humas Ahli Madya BRIN, dengan hangat dan penuh semangat.
ADVERTISEMENT
Refleksi di Hari Buku Nasional
Peluncuran KUPAS hanya berselang beberapa hari dari peringatan Hari Buku Nasional yang jatuh setiap 17 Mei. Ini momentum yang penting, bukan hanya untuk merayakan buku sebagai produk intelektual, tetapi sebagai alat perubahan sosial. Buku selalu menjadi medium untuk mempertanyakan, membongkar, dan menyusun kembali tatanan. Buku adalah ruang aman bagi pemikiran kritis dan harapan akan perubahan.
dokpri
Sayangnya, kondisi perbukuan nasional masih menghadapi tantangan. Minat baca yang masih perlu ditingkatkan, akses literasi yang timpang, serta dominasi tema-tema populer yang kurang menyentuh isu-isu kebangsaan seperti antikorupsi, masih menjadi pekerjaan rumah bersama.
Namun, inisiatif seperti buku KUPAS menghadirkan optimisme baru. Bahwa menulis bukan hanya milik sastrawan atau akademisi. ASN pun bisa, dan harus, ikut menulis. Bukan hanya untuk mendokumentasikan pikiran, tetapi juga untuk membangun narasi-narasi perubahan dari dalam birokrasi.
ADVERTISEMENT
Buku ini menjadi simbol bahwa gerakan antikorupsi tak hanya bisa digerakkan oleh hukum dan penindakan, tetapi juga lewat pena, gagasan, dan keberanian menyuarakan nurani.
Karena perubahan besar selalu dimulai dari keberanian kecil. Dan menulis adalah keberanian itu.