Orang Miskin Banyak Makan Nasi?

Munawar Khalil N
ASN Badan Pangan Nasional
Konten dari Pengguna
23 Agustus 2023 14:59 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Munawar Khalil N tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Masyarakat NTT antusias mengantri sarapan pangan lokal berupa jagung bose dalam gelaran Sinergi dan Kolaborasi Mewujudkan Merdeka Pangan yang dilaksanakan Badan Pangan Nasional di Kupang, 12 Agustus 2023 (Foto: Dok Humas NFA)
zoom-in-whitePerbesar
Masyarakat NTT antusias mengantri sarapan pangan lokal berupa jagung bose dalam gelaran Sinergi dan Kolaborasi Mewujudkan Merdeka Pangan yang dilaksanakan Badan Pangan Nasional di Kupang, 12 Agustus 2023 (Foto: Dok Humas NFA)
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Begitu kata Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Laiskodat saat memberikan sambutan dalam kegiatan yang digelar Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) bertajuk Sinergi dan Kolaborasi Mewujudkan Merdeka Pangan, di Kupang, NTT pada Sabtu 12 Agustus yang lalu.
Sontak pernyataan Gubernur yang diusung Nasdem ini menjadi viral. Nasi merupakan pangan pokok yang mayoritas dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, dan mengkategorikan orang yang makan nasi ke dalam dua kelompok, kaya dan miskin, menuai banyak protes dari publik terutama di media sosial.
Terlepas dari polemik pernyataan gubernur di atas, beras memang sejak lama menempati kasta tertinggi sebagai pangan pokok yang mayoritas dikonsumsi masyarakat di Indonesia. Sedangkan pangan sumber karbohidrat lainnya berada di kelas dua dan seterusnya. Ketika orang sudah makan nasi, itu artinya ia sejahtera. Daripada makan singkong dan ubi jalar misalnya.
ADVERTISEMENT
"Kenapa kamu sarapan singkong? Kayak zaman susah saja." Seperti itu kalimat yang saya pernah saya dengar langsung dari seseorang ketika melihat saya pagi-pagi makan singkong. Istilah "mencari sesuap nasi" juga menjadi indikasi bahwa alam bawah sadar manusia Indonesia sudah terpatri bahwa nasi menjadi makanan yang istimewa dan bagi masyarakat tertentu, yang bisa makan nasi itu artinya mapan, lebih sejahtera.
Karena nasi sudah terinternalisasi dengan kuat dalam sistem pangan masyarakat, maka dominasi pangan sumber karbohidrat ini masih bertahan dan menunjukkan pola yang masih belum sepenuhnya seimbang. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) tahun 2022 sebesar 92,9, melampaui target skor PPH sebesar 92,8. Ini menunjukkan bahwa terdapat perbaikan kualitas konsumsi buah dan sayur.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, komposisi padi-padian dan umbi-umbian sebagai pangan sumber karbohidrat belum mencapai persentase yang ideal, di mana capaian untuk padi-padian sebesar 56,6 % masih melampaui angka ideal yaitu 50%, sementara umbi-umbian capaiannya 2,6% di bawah angka ideal sebesar 5%.
Belum idealnya komposisi konsumsi pangan tersebut menjadi PR bagi kita semua. Mengapa? Karena pola konsumsi pangan ideal tentunya membuat kualitas hidup manusia menjadi lebih baik. Tujuan akhirnya bagaimana setiap individu dapat hidup sehat, aktif, dan produktif. Konsepsi ideal yang ditunjukkan dari Skor PPH tersebut sudah melalui perhitungan yang melibatkan berbagai unsur terkait seperti para pakar, akademisi, dan kementerian/lembaga.

Peran Pangan Lokal

Di sinilah urgensi pangan lokal. Bahwa pangan lokal yang ada di setiap daerah harus dikembangkan. Beragam potensi dan sumber daya pangan lokal yang ada di setiap daerah harus mampu memperkaya ketahanan pangan daerah. Kebanggaan atas produk pangan daerah harus dibangun.
ADVERTISEMENT
Statement Gubernur NTT ini membalik pikiran bahwa orang yang banyak makan nasi itu adalah orang miskin. "Karena kalau banyak makan nasi itu kita sakit" itu disampaikan Viktor Laiskodat. Saya melihat statement itu dalam konteks kesehatan. Bahwa makan nasi dengan porsi yang besar tentunya kurang baik bagi kesehatan.
Ini juga selaras dengan survei Kompas tahun 2021 yang menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan dan kesejahteraan, semakin rendah konsumsi nasi. Artinya kemauan untuk beralih ke pangan yang lebih seimbang, beragam dan lebih sehat lahir dari kelompok menengah terdidik. Sebab dengan kesadaran kesehatan yang kuat, itu bisa mengubah pola pikir dan pola tindak dalam memilih jenis pangan yang dikonsumsi.

Sinergi Stakeholder

Stand-stand UMKM pangan yang meramaikan event Sinergi dan Kolaborasi Mewujudkan Merdeka Pangan yang digelar Badan Pangan Nasional di Kupang, NTT, 12 Agustus 2023 (Foto: Dok Humas NFA)
Tentunya dibutuhkan keterlibatan semua pihak dalam membangun keberpihakan terhadap pangan lokal. Pertama, dari sisi pemerintah, saat ini lembaga yang memiliki kewenangan terkait pengembangan penganekaragaman pangan adalah Badan Pangan Nasional. Berdasarkan Perpres 66 tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional, salah satu fungsi lembaga ini adalah pelaksanaan pengembangan dan pemantapan penganekaragaman dan pola konsumsi pangan.
ADVERTISEMENT
Secara eksplisit di dalam Perpres tersebut tidak menyebutkan istilah pangan lokal. Namun di dalam UU Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan, penganekaragaman pangan merupakan upaya meningkatkan ketersediaan pangan yang beragam dan yang berbasis potensi sumber daya lokal. Dengan demikian, upaya membangun ketahanan pangan nasional tidak terlepas dari memberikan ruang yang besar terhadap pengembangan pangan lokal.
Terlebih lagi di saat sekarang di mana dampak perubahan iklim, situasi geopolitik hingga ancaman El Nino membuat disrupsi rantai pasok global yang berpengaruh terhadap dinamika pasokan dan harga di dalam negeri. Maka, saatnya membangun kesadaran terhadap pangan lokal sebagai sebuah solusi jangka panjang mengatasi tantangan ketahanan pangan tersebut.
Berbagai upaya awal dilakukan Badan Pangan Nasional. Mulai dari mereview Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal hingga mengampanyekan pangan beragam, bergizi seimbang, dan aman (B2SA) berbasis pangan lokal ke seluruh daerah, dan berfokus pada segmen generasi muda khususnya pelajar dan mahasiswa.
ADVERTISEMENT
Dari kalangan perguruan tinggi, berbagai kajian dan penelitian terkait pangan lokal juga terus berkembang sehingga melahirkan berbagai inovasi dan teknologi pengolahan pangan lokal yang efektif dan efisien. Ini tidak boleh berhenti di tataran akademik, sebab implementasinya di lapangan harus betul-betul mampu memberikan dampak yang lebih praktis terhadap perubahan pola konsumsi masyarakat.
Sejalan dengan itu, pemberdayaan di dunia usaha dan komunitas pangan lokal juga perlu dilirik sebagai komponen penting dalam membangun keberpihakan terhadap pangan lokal. PR-nya adalah pada bagaimana harga bisa lebih bersaing dan juga pelibatan masyarakat lokal dalam ekosistem pangan lokal sehingga menggerakkan ekonomi setempat.
Hadirnya produk-produk pangan berbasis pangan lokal dengan berbagai inovasinya memberikan nilai tambah dan daya saing yang lebih kuat di pasaran. Saat ini kita mudah temukan berbagai jenis olahan produk berbasis pangan lokal dari berbagai daerah yang dihasilkan oleh UMKM-UMKM pangan lokal.
ADVERTISEMENT
Dengan semakin terbukanya informasi melalui dunia digital, peluang untuk memasyarakatkan pangan lokal semakin terbuka. Karena itu, kuncinya pada sinergi dan kolaborasi semua pihak agar pangan lokal ini menjadi arus utama dalam sistem pangan kita.