Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Konten dari Pengguna
Peran Pendidikan untuk Meningkatkan Toleransi Beragama di Kalangan Pelajar
13 Desember 2024 9:39 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Mundi Prasiasti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan negara yang kaya akan keberagaman agamanya. Namun, realitanya masih banyak orang yang minim toleransi antarsesama umat beragama, terutama di kalangan pelajar. "Sekarang meningkat kecemasan kita karena (pelajar) yang intoleran aktif itu berada di angka 5,6 persen. Sementara yang terpapar itu 0,6 persen. Jadi ada 5,6 persen yang harus kita cemaskan," kata Halili dalam survei yang dilakukan oleh VOA Indonesia pada Januari-Maret di Bandung, Bogor, Surabaya, Surakarta, dan Padang.
ADVERTISEMENT
Pendidikan sangat berkaitan dengan agama karena keduanya mempunyai peran penting untuk membentuk karakter suatu individu. Tanpa adanya pendidikan, sulit bagi seseorang untuk menyampaikan pemahaman dan pengetahuannya tentang ajaran agama tersebut melalui pendekatan yang ilmiah dan sistematis. Pada konteks kurikulum saat ini, yaitu Kurikulum Merdeka sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk membuat Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dengan tema keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan toleransi beragama.
Penyebab intoleransi di kalangan pelajar rata-rata kurangnya pemahaman mendalam tentang agama. Lingkungan juga berpengaruh dalam hal ini karena jika seseorang berteman dengan orang yang malas-malasan untuk bersekolah dan suka mengolok agama orang lain, itu dapat berpengaruh terhadap intoleransi agama. Sebagai contoh, di salah satu SMA Negeri yang berada di Jakarta, siswa nonmuslim mencalonkan diri sebagai ketua OSIS, tetapi ada oknum guru yang melarang anak didiknya untuk memilih ketua OSIS nonmuslim. Contoh lain yang sering dijumpai, yaitu banyak pelajar yang mengolok-olok perihal ibadah agama lain. Kita tahu bahwa usia pelajar remaja ini masih rentan terhadap pengaruh eksternal. Mereka sangat mudah untuk ikut-ikutan teman yang tidak baik. Oleh karena itu, perlu adanya bimbingan dari guru untuk mendidik dan menasihati terkait toleransi tersebut.
ADVERTISEMENT
Intoleransi tidak hanya terjadi di lingkungan sekolah, tetapi juga terjadi di media sosial. Media sosial memberikan dampak besar bagi siapa pun yang menggunakannya, untuk itu bijaklah dalam bermain media sosial. Toleransi dalam bermedia sosial juga sangat penting bagi pelajar di era digital. Toleransi ini dapat diwujudkan dengan tidak menyebarkan ujaran kebencian atau komentar-komentar negatif yang dapat memicu timbulnya konflik. "Social media hari ini hampir 50% berisi bagian dari semangat intoleransi, semangat untuk melakukan merendahkan martabat manusia, dan tempat menyebarluaskan rencana-rencana yang mengarah ke kejahatan," kata Boy dalam sambutannya di acara Ngopi Bareng Pangdam Jaya, Kamis (27/1/2022).
Contoh kasus intoleransi di media sosial sering dijumpai di salah satu platform video, ketika ada perempuan yang memakai kalung salib atau ingin beribadah ke Gereja, pasti terdapat komentar “login kak.” Arti ‘login’ disini, yaitu menyuruh perempuan yang ada di video tersebut untuk masuk ke agama orang yang berkomentar. Menurut saya, hal tersebut sangat tidak pantas dilontarkan kepada siapa pun yang berbeda agama karena kalimat tersebut bermakna rasis.
ADVERTISEMENT
Permasalahan intoleransi di kalangan pelajar dapat menimbulkan dampak yang serius. Korban intoleransi yang merasa sangat tertekan dan tidak dihargai dapat melaporkan pelaku ke jalur hukum. Hal ini sangat memprihatinkan karena mempengaruhi kesehatan mental, seperti munculnya stress hingga depresi yang mengakibatkan korban jadi kehilangan semangat belajar dan malas bersekolah. Selain itu, intoleransi juga berpotensi menimbulkan kebencian dan merusak hubungan pertemanan. Jika masalah ini tidak diatasi dengan serius, saya khawatir akan menumbuhkan pola pikir yang diskriminatif terhadap pelajar. Sangat penting bagi keluarga, sekolah dan masyarakat untuk sama-sama berperan menanamkan nilai toleransi terhadap sesama manusia.
Dari pandangan saya, cara mengatasi intoleransi di sekolah, yaitu dimulai dari guru. Mengapa demikian? Karena guru mempunyai peran sebagai pendidik dan teladan bagi siswa. Jadi, tugas guru tidak hanya mengajarkan materi pelajaran, tetapi juga menanamkan nilai moral termasuk toleransi dalam keberagaman agama. Sebagai kasus yang pernah terjadi, tidak seharusnya guru mempunyai sikap intoleransi terhadap muridnya karena berpotensi untuk murid lainnya mencontoh guru tersebut. Sebagai pelajar di sekolah, kita juga harus mempunyai kesadaran diri tentang menghormati budaya, ras, dan agama orang lain. Jika melihat teman yang berkelahi dengan intoleran, cobalah menjadi penengah di antara mereka dan bantu selesaikan kesalahpahaman yang terjadi. Jadilah contoh yang baik untuk orang-orang di sekitar kita.
ADVERTISEMENT
Peran orang tua sangat dibutuhkan untuk memantau penggunaan media sosial anaknya. Selalu pantau konten media sosial apa saja yang dikonsumsi anak, jangan sampai orang tua terlalu sibuk bekerja yang berdampak pada minimnya pengawasan, sehingga anak menjadi semena-mena di media sosial. Orang tua wajib memberikan pendidikan serta menanamkan nilai moral di rumah, sekaligus mendukung anak untuk selalu berpartisipasi dalam kegiatan positif.
Pendidikan mempunyai peran sentral dalam meningkatkan toleransi beragama di kalangan pelajar. Dengan adanya Kurikulum Merdeka, sekolah dapat membuat proyek sebagai sarana untuk memahami perbedaan agama dan kepercayaan. Beberapa mata pelajaran tertentu juga sudah menekankan pembelajaran moral. Pada konteks pembelajaran agama seperti Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Pendidikan Agama Kristen (PAK) tidak hanya membahas mengenai ajaran agama masing-masing, tetapi telah tertulis secara detail bagaimana pentingnya menghargai dan menghormati keyakinan orang lain. Oleh karena itu, pendidikan sangat penting sebagai modal dasar para pelajar untuk memahami dan mengintegrasikan nilai toleransi di mana pun dan kapan pun. Hal ini tidak hanya mengurangi intoleransi, tetapi juga mempersiapkan para pelajar untuk lebih bijak dalam berbicara dan bersikap di media sosial ke depannya.
ADVERTISEMENT
“Pendidikan yang sejati mengajarkan kita untuk melihat perbedaan sebagai kekayaan, bukan sebagai hambatan.”