Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.9
Konten dari Pengguna
Sejarah Palagan yang Pernah Terjadi di Indonesia
28 Agustus 2022 16:07 WIB
·
waktu baca 9 menitTulisan dari Museum TNI-AD Dharma Wiratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Palagan menurut KBBI memiliki arti perang; pertempuran atau medan perang. Kemerdekaan Indonesia yang diperingati pada tanggal 17 Agustus memiliki perjuangan panjang dan banyak mengorbankan nyawa para pejuang Bangsa. Sejarah itu termasuk palagan yang terjadi di berbagai daerah di Nusantara untuk melawan dan merebut kemerdekaan. Banyak peristiwa palagan yang terjadi, berikut 8 palagan di berbagai daerah Nusantara:

1. Palagan Semarang
ADVERTISEMENT
Palagan Semarang merupakan satu peristiwa pertempuran bersenjata antara TKR/para pejuang dan tentara Jepang yang berlangsung selama lima hari (15-19 Oktober 1945). Pertempuran diawali dengan larinya para tawanan Jepang pada 14 Oktober 1945 sehingga para pemuda pejuang melakukan pencegatan dan pemeriksaan terhadap mobil-mobil Jepang yang melewati rumah sakit Purusara. Pada tanggal itu juga sekitar pukul 18:00 pasukan Jepang menyerang dan melecuti delapan orang polisi istimewa yang sedang menjaga sumber air minum di reservoir Siranda di Candalima, serta menawan Gubernur Jawa Tengah, Mr. Wongsonegoro. Tidak lama kemudian, tersiar kabar tentara Jepang menebarkan racun ke dalam reservoir itu yang melahirkan kepanikan di kalangan rakyat. Untuk memastikan kabar itu, dr. Kariadi (Kepala Rumah Sakit Purusara) bermaksud melakukan pemeriksaan terhadap reservoir tersebut. Sebelum sampai di tempat yang dituju, mobil yang membawanya dicegat oleh tentara Jepang. Setelah berhasil mencegat, tentara Jepang menembak mati dr. Kariadi. Peristiwa tersebut mengakibatkan TKR, pemuda pejuang, dan rakyat serentak menyerang pasukan Jepang sehingga terjadi pertempuran sengit selama lima hari.
2. Palagan Surabaya
ADVERTISEMENT
Peristiwa pertempuran Surabaya diawali oleh insiden pengibaran bendera Belanda di Hotel Yamato pada 18 September 1945 oleh sekelompok orang Belanda dipimpin oleh Mr. Ch. Ploegman. Keesokan harinya, pemuda Indonesia melakukan aksi perobekan warna biru dari bendera Belanda tersebut sehingga berkibarlah bendera merah putih di Hotel Yamato. Pada 27 Oktober 1945 meletus pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris. Pada hari ketoga pertempuran, TKR dan para pejuang berhasil menewaskan Brigadir Jenderal Mallaby, pimpinan pasukan sekutu. Mayjen Eric C. R. Mansergh (Pengganti Mallaby) mengeluarkan ultimatum bahwa paling lambat tanggal 10 November 1945, seluruh senjata sudah harus diserahkan kepada sekutu. Ultimatum tersebut ditolak oleh Gubernur R.M.T.A Soerjo, diikuti oleh penyusunan kekuatan bersenjata dari TKR dan para pejuang. Bung Tomo, Pemimpin Barisan Pemberontak Republik Indonesia membakar semangat melalui siaran radio pemerontak dibawah komando Kolonel Soengkono. Pada 10 November 1945, terjadilah pertempuran dahsyat antara pasukan Inggris dan TKR. Dengan dukungan Letkol. drg. Moestopo, K.H Hasyim Asy'ari, dan K.H Wahab Hasbullah, seluruh kekuatan TKR bersatu dengan rakyat mempertahankan kedaulatan bangsa dan negara.
3. Palagan Ambarawa
ADVERTISEMENT
Palagan ambarawa merupakan salah satu pertempuran penting pada masa perang kemerdekaan. Palagan Ambarawa diawali ketika pasukan sekutu (Bridge Artileri dari Divisi India XXIII) di bawah komando Brigadir Jenderal Bethell mendarat di Semarang pada 19 Oktober 1945. Kedatangan mereka ke Semarang adalah untuk melucuti tentara Jepang dan membebaskan para tawanan perang, terutawa tawanan yang terdapat di Magelang dan Ambarawa. Akan tetapi, kehadiran mereka tidak sesuai dengan perjanjian karena membawa pasukan NICA dan juga mempersenjatai tawanan perang yang telah dibebaskan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan kalau di Magelang terjadi pertempuran. Pasukan TKR di bawah komando Letkol M. Sarbini dengan kekuatan tiga batalyon di bawah komando Mayor Soerjo Soempeno, Mayor Koesen, dan Mayor Ahmad Yani berhasil memukul mundur pasukan sekutu ke Ambarawa. Di kota ini, pada 20 November 1945, terjadi pertempuran antara TKR dan pasukan sekutu. Pada 21 November 1945, Batalyon Imam Androngi dari Serimen I Divisi V Banyumas, mulai bergerak menuju Ambarawa untuk memperkuat pertahanan TKR. Di Ambarawa, Batalyon Imam Androngi dengan bantuan Tentara Rakyat Mataram di bawah pimpinan Bung Tarjo, bergerak melalui jalan besar menuju Desa Sumber. Sementara itu, Batalyon Sugeng Tirtosewojo bergerak menuju desa yang sama, tetapi menggunakan jalur berbeda. Tidak lama kemudian, beberapa batalyon bergabung, antara lain Batalyon 10 Divisi X Yogyakarta (Mayor Soeharto) dan Batalyon 8 Divisi IX (Mayor Sardjono). Pada 23 November 1945, seluruh batalyon secara serentak melakukan serangan ke garis pertahanan sekutu. Mengetahui pasukan sekutu mendapat bantuan dari tentara Jepang yang telah dipersenjatai, TKR mengirim batalyon 21 Divisi IX (Mayor Pranoto Reksosamudro) dan Kolonel Sudirman mengirim Letkol Isdiman (Komandan Resimen I Divisi V Banyumas) sebagai komandan pertempuran.Akan tetapi, Letkol Isdiman gugur dalam pertempuran di Desa Kelurahan sehingga sejak 26 November 1945, komando pertempuran berada di tangan Kolonel Soedirman, Panglima Divisi V/Banyumas. Pada 12 Desember 1945 pukul 04:30 pagi di bawah komando Kolonel Sudirman, seluruh pasukan melakukan serangan besar-besaran ke jantung pertahanan pasukan sekutu. Setelah mengepung kota Ambarawa sealama 4 hari 4 malam, Benteng Wilem jatuh ke tangan TKR dan memaksa Brigadir Jenderal Bathell menarik seluruh pasukannya ke Semarang. Kemenangan pasukan TKR di Ambarawa memiliki nilai strategis karena menggagalkan rencana pasukan sekutu untuk menguasai Surakarta, Magelang, dan Yogyakarta. Kemenangan pasukan TKR di medan pertempuran Ambarawa kemudian dijadikan sebagai hari infanteri dan selanjutnya dijadikan sebagai Hari Juang Kartika.
4. Palagan Bandung
ADVERTISEMENT
Kedatangan pasukan sekutu (Brigade Mac Donald) di Bandung pada 12 Oktober 1945 diikuti pleh tuntutan agar seluruh senjata yang dimiliki oleh rakyat dan pejuang diserahkan kepada mereka. Selain itu, mereka pun mempersenjatai para tawanan yang baru dibebaskan dari kamp-kamp Jepang. Tuntutan tersebut mengakibatkan terjadinya bentrokan bersenjata antara pasukan sekutu dan TKR serta pemuda pejuang, antara lain pertempuran Lengkongweg, Fokkerweg, Viaduct, dan sebagianya. Untuk mengatasi perjuangan TKR dan para pejuang, sekutu mengeluarkan ultimatum agar daerah Bandung Utara dikosongkan dari TKR dan para pejuang. Ultimatum tersebut dijawab oleh Kolonel A.H Nasution yang memerintahkan pembumihangusan Kota Bandung berdasarkan hasil musyawarah dengan Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MP3). Pada 23 Maret 1946, TKR, para pejuang, dan penduduk yang setia kepada NKRI, meningalkan kota Bandung dan membakar rumah serta gedung-gedung penting sehingga kota Bandung menjadi lautan api.
5. Palagan Medan
ADVERTISEMENT
Pasukan sekutu mendarat di Sumatera Utara pada 9 Oktober 1945 di bawah pimpinan Brigjen T.E.D Kelly dan tinggal di beberapa hotel, antara lain hotel de boer, Grand Hotel, dan Hotel Astoria. Sehari kemudian, pemerintah berhasil membentuk TKR Sumatera Utara di bawah pimpinan Achmad Tahir. Dalam waktu yang hampir bersamaan, terbentuk pula laskar perjuangan. Diantara pasukan sekutu itu, terdapat orang-orang NICA yang kemudian disatukan dengan tawanan yang telah dipersenjatai sehingga terbentuklah Medan Batalyon KNIL. Pada 13 Oktober 1945, beberapa anggota batalyon tersebut bertindak gegabah dengan merampas dan menginjak-injak lencana merah putih disalah satu hotel sehingga mengundang kemarahan di kalangan pemuda pejuang dengan menyerang hotel dan tempat anggota batalyon tersebut menginap. Insiden tersebut menjadi penyulut pertempuran antara Barisan Pemuda dan Pasukan sekutu. Pertempuran tersebut berlanjut secara gerilya yang menyulitkan pihak sekutu sehingga mereka mengeluarkan ultimatum akan melakukan serangan besar-besaran jika para pejuang tidak menyerahkan senjata kepada pihak sekutu. Ultimatum tersebut tidak dihiraukan oleh TKR dan para pejuang sehingga pada 10 Desember 1945, kantong-kantong pertahanan TKR/Pejuang, mendapat serangan besar-besaran dari pasukan sekutu. Empat bulan kemudian, Kota Medan dapat dikuasai oleh Sekutu dan TKR serta pemuda pejuang, mengalihkan pusat perlawanan mereka ke Siantar. Pada 10 Agustus 1946, TKR dan para pejuang di bawah Komando Resimen Laskar Rakyat (KRLR) melancarkan serangan serentak ke garis pertahanan sekutu yang mengakibatkan korban cukup banyak. Pertempuran Medan Area, di bawah kepemimpinan Letkol Achmad Tahir, Mayor Djamin Ginting, Mayor Nelang Sembiring, dan didukung sepenuhnya oleh Laskar perjuangan, menjadi salah satu peristiwa penting dalam mempertahankan kemerdekaan.
6. Palagan Bali
ADVERTISEMENT
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, I Gusti Ngurah Rai segera membentuk BKR yang anggotanya diambil dari bekas prajurit KNIL, PETA, dan Heiho. Dari BKR ini kemudian menjelma menjadi TKR dan oleh pemerintah dilantik sebagai komandannya dengan pangkat Letnan Kolonel di Yogyakarta. Pulang dari Yogyakarta, seluruh Bali telah dikuasai oleh Belanda. Ngurah Rai melakukan konsolidasi karena para pejuang tersebar tanpa memiliki komando yang tegas. Puncak pertempuran di Bali terjadi pada 20 November 1945 yang kemudian dikenal dengan nama Puputan Margarana. Pertempuran hebat ini dipimpin langsung oleh Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai (Kepala Divisi Sunda Kecil). Menjelang matahari terbit, pasukan NICA telah mengepung Desa Margarana, Tabanan, Bali. Perang terbuka antara pasukan Divisi Sunda Kecil dan NICA terjadi pukul 10.00 pagi. Untuk mengalahkan pasukan I Gusti Ngurah Rai, Belanda mengerahkan seluruh pasukannya di Bali dan mendapat bantuan pesawat pengebom dari Makassar. Tidak mau menyerah, Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai beserta seluruh pasukannya mempertahankan kemerdekaan hingga seluruhnya gugur (puputan).
7. Palagan Palembang
ADVERTISEMENT
NICA mendarat di Palembang pada 12 Oktober 1945 dengan memboceng pasukan sekutu pimpinan Letnan Kolonel Carmichael. Setelah pasukan sekutu menyelesaikan tugas-tugasnya, mereka meninggalkan Palembang dan menyerahkan tugas0tugas kemiliteran kepada NICA. Setelah menguasai Palembang, pasukan NICA menuntut agar seluruh pasukan TKR dan para pejuang mengosongkan Palembang yang dijawab ooleh para pejuang dengan melakukan serangan-serangan sporadis. Pada 1 Januari 1947, pertempuran antara pasukan TKR dan NICA dalam skala besar meletus. Meskipun kalah dalam teknologi persenjataan, namun serangan-serangan TKR dan para pejuang dibawah Komando Kolonel Bamban Utoyo, Kolonel M. Simbolon, dan Kapten Makmun Murod, berhasil membuatt pasukan NICA mengalami kerugian besar, antara lain sebuah kapal pemburu dan beberapa buah perahu motor Belanda tenggelam di Sungai Musi, gedung radio dan peralatannya di Talang Betutu hancur, serta beberapa tank berhasil dilumpuhkan. Setelah bertempur selama 5 hari 5 malam, seperlima kota Palembang hancur dengan korban berjatuhan dari kedua belah pihak. Pada 6 Januari 1947 dicapai persetujuan gencatan senjata antara Belanda dan Pemerintah RI di Palembang.
8. Palagan Makassar
ADVERTISEMENT
Pada 1 September 1945, pasukan Australia mendarat di Makassar dengan membawa beberapa orang opsir NICA. Setelah membebaskan para tawanan dan mempersenjatai, para opsir itu menyusun pemerintahan dan menjadikan para tawanan sebagai tentara NICA. Kondisi tersebut tercium oleh para bekas Kaigun, Heiho, dan para pemuda sehingga ketika Jepang bermaksud menyerahkan senjata kepada Australia/NICA, para pejuang bertindak cepat dengan melucuti senjata tentara Jepang. Pada 27 Oktober 1945, pertempuran pertama meletus dan para pejuang menurunkan bendera Belanda menggantinya dengan bendera Merah Putih. Setelah Badan Kesatuan Rakyat Sulawesi dibubarkan oleh Belanda, para pejuang membentuk Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS) sebagai gabungan dari 17 laskar perjuangan. Rudolf Walter Monginsidi sangat berperan dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Sulawesi Selatan karena kedudukannya sebagai sekretaris LAPRIS. Pusat perjuangannya di Makassar, Gowa, Takalar, Jeneponto, Malino, dan Camba. Untuk mengatasi perjuangan LAPRIS, Belanda mengirim beberapa kesatuan dari Divisi 7 Desember di bawah pimpinan Kapten Raymond Westerling. Untuk membersihkan Sulawesi dari orang-orang Republik, sejak tanggal 7-25 Desember 1946, pasukan Westerling secara keji membunuh sekitar 40.000 rakyat yang tidak berdosa. Pada 11 Desember 1946, Belanda menyatakan Sulawesi dalam keadaan perang dengan hukum militer. Akibatnya, muncul perlawanan rakyat Makassar kepada Belanda yang dipimpin oleh Robert Wolter Mongisidi. Akan tetapi, Wolter Mongosidi berhasil ditangkap Belanda dan diajukan ke Pengadilan di Makassar. Dr. Soumokil, jaksa penuntut umum, mengajukan tuntutan hukuman mati dan diterima oleh hakim. Pada 5 September 1949, vonis pengadilan tersebut dilaksanakan dengan mengeksekusi mati Wolter Mongosidi.
ADVERTISEMENT