Konten dari Pengguna

Individualisme dan Redupnya Organisasi Mahasiswa

Moshaddeq Freudy Nurudin
Mahasiswa Universitas Airlangga Program Studi Kedokteran Hewan
13 Mei 2023 20:13 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Moshaddeq Freudy Nurudin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
TOLAK REVISI. Ratusan mahasiswa Unair menggelar unjuk rasa menolak revisi UU KPK di depan gedung DPRD Jatim, Jumat 13 September 2019. Foto: Bayu Pratama
zoom-in-whitePerbesar
TOLAK REVISI. Ratusan mahasiswa Unair menggelar unjuk rasa menolak revisi UU KPK di depan gedung DPRD Jatim, Jumat 13 September 2019. Foto: Bayu Pratama
ADVERTISEMENT
Ini adalah sebuah fenomena organisasi kampus yang mulai kehilangan hegemoninya.
ADVERTISEMENT

Tentang Aktivisme Mahasiswa

Saat kita mendengar kata 'aktivis', mungkin seketika terlintas dalam benak kita kata 'mahasiswa'. Lekat dengan jiwa muda, masyarakat memandang mahasiswa sebagai lokomotif perubahan yang semangat dalam membangun bangsa. Sepanjang sejarah, mahasiswa dan aktivisme-nya berhasil merebut perhatian dunia melalui aksi demonstrasi yang menuntut perbaikan dalam kehidupan bernegara.
Mulai dari Tritura yang berhasil merubuhkan orde Lama dan meng-install orde baru, untuk kelak diruntuhkan kembali melalui reformasi sebab kekuasaan Orde baru yang kolaps dihantam krisis. Perjuangan aktivis-aktivis tersebut tentu tidak berjalan dengan mulus dan kerap diwarnai kucuran darah.
Keberhasilan suatu organisasi mahasiswa ditentukan oleh sifat kader-kadernya. Kader yang memiliki sifat aktivis tentu saja akan mendorong produktivitas dan efektivitas organisasi. Sebaliknya, kader yang memiliki sifat individualis akan kesulitan dalam mencapai tujuan organisasinya.
ADVERTISEMENT
Seorang aktivis diharapkan mampu menggerakkan massa dan peka terhadap realitas yang terjadi pada masyarakat serta menguatkan niat dan tujuan organisasinya. Dengan demikian, peran aktivis menjadi sangat vital dalam menangani isu-isu di sekitarnya, baik dalam lingkungan internal kampus maupun lingkungan eksternal (masyarakat).

Globalisasi yang Menyuburkan Individualisme

Era globalisasi adalah sebuah era atau dekade di mana terjadi pertemuan dan gerakan nilai-nilai budaya dan agama di seluruh dunia yang memanfaatkan jasa komunikasi, transformasi dan informasi hasil modernisasi teknologi. Globalisasi sejalan dengan lahirnya revolusi industri, di mana saat ini dunia telah tiba pada revolusi industri 4.0 yang berupaya mengintegrasikan dunia online dan lini produksi di industri, dan menjadikan internet sebagai penopang utama proses produksi.
ADVERTISEMENT
Teknologi ini tentu saja memiliki dampak terhadap sikap dan cara pandang manusia. Penulis mengambil contoh smartphone. Berkat kehadiran gawai, orang-orang dapat bergaul melalui media sosial dan enggan bersosialisasi langsung di dunia nyata. Sikap individual telah terbentuk secara alami tanpa harus dicontohkan oleh role model.
Menurut Bryan S. Turner dalam bukunya Relasi Agama dan Teori Sosial, individualisme adalah ideologi paling dominan dalam masyarakat kapitalis dan sistem kepercayaan perusak yang sangat bertentangan dengan model eksistensi yang kolektif dan tradisional. Individualisme menjadi doktrin yang menyangkut pengorganisasian diri dan masyarakat dalam memaksimalkan hak-hak individu dan otonomi personal.

Fenomena Mahasiswa Kupu-Kupu

Akronim mahasiswa 'kupu-kupu' dan 'kura-kura' nampaknya sudah tidak asing lagi di telinga kita. Seringkali mahasiswa kupu-kupu atau kuliah-pulang kuliah-pulang mendapat gunjingan dari mereka yang aktif di organisasi dengan label apatis. Penulis sempat mewawancarai beberapa generasi yang sempat berkuliah dan aktif berorganisasi, lalu membandingkan jawaban-jawaban mereka.
ADVERTISEMENT
Dari hasil tanya jawab tersebut, penulis menarik kesimpulan bahwa ada trend kenaikan jumlah mahasiswa 'kupu-kupu' dewasa ini. Terlebih pasca pandemi Covid-19, budaya stay at home masih membekas pada mahasiswa baru sehingga mereka memutuskan untuk menjadi mahasiswa 'kupu-kupu' ketimbang mahasiswa 'kura-kura'.
Individualisme pun tercermin dari sikap tersebut. Perkuliahan yang terkadang masih digelar secara online juga mendorong mahasiswa untuk fokus pada bidang akademik. Iming-iming relasi, koneksi, dan sikap kekeluargaan sudah tidak mempan untuk menarik perhatian mahasiswa agar bergabung ke dalam organisasi. Dengan demikian, hanya segelintir mahasiswa yang menceburkan diri ke dunia aktivis.

Kesimpulan

Teknologi yang terus berkembang adalah sebuah keniscayaan yang tak terhindarkan. Pola pikir dan sikap manusia ber-evolusi sejalan dengan era di mana mereka hidup. Organisasi Mahasiswa dan Unit Kegiatan Mahasiswa harus berinovasi jika tidak ingin mati ditelan zaman. Dukungan dari internal kampus juga menjadi faktor penentu keberhasilan dalam pengembangan mahasiswa melalui kegiatan-kegiatan non akademik.
ADVERTISEMENT