Konten dari Pengguna

Meniti Jalan Yang Berliku: Realitas Kehidupan Mahasiswa Perantauan

Wahyudi Kholilullah
Presiden Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surabaya 2024
13 Mei 2024 8:40 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wahyudi Kholilullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Mahasiswa yang sedang menempuh kuliah di kota orang (Sumber Foto : Pixabay/u_6v45efxtzd)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Mahasiswa yang sedang menempuh kuliah di kota orang (Sumber Foto : Pixabay/u_6v45efxtzd)
ADVERTISEMENT
Bagi sebagian mahasiswa perantauan bukan hanya tentang mencari ilmu di bangku kuliah, tetapi juga tentang meniti jalan yang berliku dalam menghadapi realitas kehidupan jauh dari tanah kelahiran. Fenomena mahasiswa perantauan menjadi semakin menonjol dalam konteks globalisasi dan mobilitas yang semakin meningkat.
ADVERTISEMENT
Mahasiswa perantauan tidak hanya dihadapkan pada tantangan akademik, tetapi juga harus menghadapi dinamika sosial, budaya, dan ekonomi di lingkungan yang baru. Dalam tulisan ini, saya akan mengulas lebih lanjut tentang realitas kehidupan mahasiswa perantauan, serta bagaimana mereka menghadapi dan mengatasi berbagai rintangan yang ada dalam meniti jalan yang berliku menuju masa depan yang lebih baik.
Banyak yang mengatakan bahwa merantau ke kota orang dengan tujuan belajar atau bekerja merupakan awal mula dari kesuksesan. Hal tersebut pada kenyataannya tidak mudah untuk dilakukan oleh semua orang. Ada beberapa hal yang perlu kita pertimbangkan secara matang sebelum kita menginjakkan kaki kita di tanah orang.
Tentu yang paling sering dialami kebanyakan mahasiswa perantauan adalah masalah finansial mereka yang terkadang berpacu pada tanggal muda dan tua. Sebab, ada sebagian yang sudah mendapatkan jatah bulanan dari kelurga mereka atau bahkan tidak dapat dipungkiri ada juga mahasiswa yang sedang di bangku kuliah nyambi bekerja sebagai pegawai, freelance, barista dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Hal itu dilakukan untuk menanggulangi keuangan mereka yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan kuliah mereka seperti pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT), tagihan kost atau kontrakan dan biaya sandang pangan mereka. Belum lagi bagi mahasiswa yang aktif orgnisasi yang setelah kuliah dilanjut dengan rapat atau sekadar ngopi dengan teman-teman lainnya yang itu kalau dilakukan setiap hari cukup menguras dompet mereka.
Hidup berhemat sering kali dilakukan oleh sebagian mahasiswa untuk bisa bertahan hidup dan bisa melanjutkan studi mereka. Pengorbanan mereka sedari awal menjadi salah satu motivasi mereka untuk tetap mencari cara sebanyak mungkin, tidak lain dan tidak bukan untuk menuntaskan apa yang telah mereka mulai.
Jauh dari keluarga menjadi ujian tersendiri bagi mahasiswa perantauan yang kerap kali ingin berjumpa dengan orang dirumah. Jarak yang jauh dan tidak memungkinkan untuk pulang setiap saat harus mereka tahan dan menunggu momen liburan yang panjang agar bisa merasakan pulang kampung yang lama.
ADVERTISEMENT
Keadaan mahasiswa perantauan setiap harinya tidak dapat diprediksi secara pasti oleh kebanyakan orang. Banyak dinamika yang begitu kompleks dalam menjalankan aktivitas mereka baik itu diluar atau didalam kampus. Jiwa sosialis lintas kost-an menjadi tradisi di beberapa wilayah, yang mana mereka saling membantu sama yang lain apabila salah satu dari mereka sudah kehabisan bekal.
Belum lagi ketika mereka merasakan sakit di kost-an dan tidak ada teman yang untuk merawat kita, dan disitulah kesabaran kita duji, kita harus mampu untuk selalu hidup secara mandiri di kota orang lain, beda halnya ketika kita berada di rumah yang pasti sudah ada keluarga yang akan merawat kita.
Terlepas dari tantangan dalam menghadapi budaya dan lingkungan baru, mahasiswa rantau justru mendapatkan lebih banyak pengalaman hidup yang tidak dialami oleh mahasiswa lokal seperti kesempatan bergaul dengan mahasiswa dan dosen dari berbagai latar belakang budaya yang berbeda, belajar untuk dapat hidup lebih mandiri dan tidak terpengaruh dengan pergaulan buruk, mempelajari bahasa setempat, bahkan menikmati makanan khas serta mengunjungi tempat-tempat hiburan daerah setempat.
ADVERTISEMENT
sehingga fase penyesuaian diri saat mengalami culture shock merupakan bagian dari pengenalan budaya baru yang meskipun membutuhkan waktu, namun bila dapat bertahan dan menjalani semua prosesnya dengan tekun, kelak menjadi pengalaman hidup yang sangat berharga dan bekal bagi kesuksesan di masa depan.