Konten dari Pengguna

Tuntaskan Kekeliruan dengan Hak Koreksi dan Hak Jawab

Mutia Jummidayani Putri
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Andalas
8 September 2024 9:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mutia Jummidayani Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://www.pexels.com/id-id/foto/kota-orang-orang-masyarakat-rakyat-27853122/
zoom-in-whitePerbesar
https://www.pexels.com/id-id/foto/kota-orang-orang-masyarakat-rakyat-27853122/
ADVERTISEMENT
Kekeliruan dalam menjalankan tugas memang menjadi hal yang lumrah dalam dunia profesi, meskipun sudah melakukan pengecekan berulang kali, kekeliruan tak dapat dihindari. Namun, bagaimana jika kekeliruan itu membawa dampak buruk bagi seseorang/organisasi atau bahkan memberikan kerugian secara psikis dan materiil kepada suatu pihak? Kekeliruan semacam ini sering terjadi dalam lingkup dunia pers. Oleh karenanya dalam menjalankan tugasnya, UU Pers membekali jurnalis dengan hak koreksi dan hak jawab sebagai bentuk tanggung jawab pers atas kekeliruan yang terjadi.
ADVERTISEMENT
Pasal 1 ayat (11) dan ayat (12) Undang-undang Pers secara langsung mendefinisikan bahwa hak jawab adalah seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Sedangkan hak koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
Perlu diketahui bahwa hak jawab dan hak koreksi merupakan dua komponen penting dalam menjaga kepercayaan publik dan mempertahankan kualitas berita yang disiarkan. Hak jawab dan hak koreksi bukan hanya sebuah persoalan sepele, melainkan terdapat nilai etika dan hukum yang dikandungnya. Hak jawab dan hak koreksi diciptakan sebagai alat jaminan bahwa pers merupakan badan yang menjaga integritas mereka dalam menjalankan tugas. Hal ini dikarenakan hak jawab dan hak koreksi disertai dengan kewajiban untuk dilayani atau tidak dapat ditolak oleh lembaga pers.
ADVERTISEMENT
Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) UU Pers menyebutkan bahwa Pers wajib melayani hak jawab dan hak koreksi. Apabila lembaga pers melanggar hak jawab dan hak koreksi, maka sudah dipastikan lembaga pers tersebut telah melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan dapat diberi sanksi. Tak hanya itu, menurut pasal 18 ayat (1) UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers, pers yang tidak melayani hak jawab selain dapat diancam sanksi hukum akan mendapat denda paling banyak 500 juta rupiah.
Sibuknya alur informasi yang beredar saat ini mengharuskan kita waspada dan lebih berhati-hati dalam mencerna berita yang disiarkan. Hal ini tentu saja untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti termakan berita yang keliru. Salah satu bentuk kekeliruan media paling besar yang terjadi di Indonesia ialah kasus Audrey pada 2019 silam. Dimana seluruh media memberitakan bahwa Audrey merupakan korban perundungan yang membuat beberapa nama terseret atas kasus ini. Namun setelah diselidiki, semua yang diberitakan murni kekeliruan, bahwasannya Audrey sama sekali tidak mendapat luka kekerasan. Hal ini menjadi fokus masyarakat luas, dikarenakan banyak petisi serta simpati yang sebelumnya mendukung Audrey dan tuntutan hukum yang tertuju kepada beberapa nama yang disangka sebagai pelaku perundungan.
ADVERTISEMENT
Oleh karenanya, sebagai pembaca/pendengar sudah sebaiknya kita tidak bergantung pada satu media saja, melainkan mencari tahu dari sumber yang lain juga. Lebih bijak dalam mencerna informasi, karena informasi yang keliru mampu membunuh nyawa seseorang!