Konten dari Pengguna

Pandangan Islam Dalam Penimbunan Barang Makanan & Bahan Pokok

Mutiara Anisa Damayanti
Mahasiswa Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19 Juni 2022 21:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mutiara Anisa Damayanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi penimbunan barang & bahan makanan pokok (sumber:Mutiara)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi penimbunan barang & bahan makanan pokok (sumber:Mutiara)
ADVERTISEMENT
Islam sebagai agama universal mengajarkan kita dalam setiap aspek kehidupan pemeluknya, seperti ibadah, akhlak, termasuk rutinitas kehidupan sehari-hari yang biasa kita sebut muamalah. Muamalah adalah pondasi kehidupan dan setiap muslim akan diuji nilai-nilai agama dan kehati-hatiannya, serta konsistensinya dengan ajaran Allah SWT. Dalam muamalah, ada jual beli, dan jual beli adalah aktivitas dalam kehidupan kita sehari-hari bahkan di dunia. Hal ini dapat dimaklumi karena manusia selalu ingin memenuhi kebutuhannya.
ADVERTISEMENT
Persaingan ekonomi sering terjadi lintas negara. Produsen dapat bersaing melalui persaingan yang sehat, namun ada juga persaingan tidak sehat seperti perilaku monopoli oleh pelaku produsen. Monopoli adalah perilaku buruk bagi perekonomian, karena perilaku tersebut hanya dinikmati oleh orang-orang tertentu, maka dapat dilakukan dengan cara menimbun barang-barang kebutuhan masyarakat seperti menimbun bahan makanan atau bahan pokok.
Secara etimologis, Ihtikar adalah perbuatan menimbun, mengumpulkan (barang), atau menyimpan untuk kepentingan penimbunan. Penimbunan adalah upaya individu atau lembaga untuk menimbun barang, menimbun aset, manfaat dan jasa yang tidak mau dijual dan diberikan kepada orang lain, membuat barang langka dipasar dan menyebabkan lonjakan harga.
Menimbun barang-barang kebutuhan sosial, terutama jika barang-barang kebutuhan pokok adalah ilegal dalam Islam jika dilihat dari perspektif hukum syariah. Hal ini juga disebutkan dalam hadits Rasulullah, termasuk yang diriwayatkan oleh Umar. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Barangsiapa yang membawa (makanan) akan diberi rezeki, dan orang yang menimbun akan dilaknat”. (diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Hakim).
ADVERTISEMENT
Selain hadits di atas, hal ini juga disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad: “Kami telah diberitahu bahwa Yazid dari Katsir bin Murrah Al Hadlrami dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menceritakan kepada kami bahwa Ashbagh bin Zaid dari Ibnu Umar memberi tahu kami: " Barang siapa menimbun makanan selama empat puluh malam, maka terputus hubungannya dengan Allah, dan Allah terputus darinya. Barang siapa yang memiliki harta yang kaya dan diantara mereka ada yang kelaparan, maka sungguh telah dibebaskan perlindungan Allah dari mereka". (Sumber Daya Manusia. Ahmed: 4648).
Hadits ini menunjukkan bahwa Islam secara tegas melarang penimbunan dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi yang besar sementara orang lain dirugikan. Pada dasarnya Nabi melarang penimbunan bahan makanan selama 40 hari, dan biasanya jika barang tidak sampai ke pasar hingga 40 hari karena penimbunan, pasar akan berfluktuasi bahkan jika orang benar-benar membutuhkannya. Jika penimbunan hanya beberapa hari dalam proses distribusi dari produsen ke konsumen, maka hal itu tidak dianggap sebagai hal yang berbahaya. Namun, jika tujuannya untuk menunggu harga naik, bahkan untuk sehari, itu adalah penimbunan yang berbahaya dan tentu saja dilarang.
ADVERTISEMENT
Menurut banyak hadits yang menjelaskan larangan penimbunan bahan makanan, sebagian besar ulama berpendapat bahwa penimbunan bahan makanan dilarang, dan penimbunan komoditas lainnya tidak dilarang. Namun pendapat yang kuat, sesuai dengan keumuman argumentasi tentang ihtikar, adalah dilarangnya menimbun berbagai barang yang diinginkan banyak orang, karena jika ada penimbunan akan kesulitan.
Pelajaran penting di balik pelarangan penimbunan adalah bahwa sifat serakah individu tertentu dalam masyarakat dapat menyebabkan rasa sakit dan kesulitan bagi banyak orang. Ini karena Islam adalah agama yang dirancang untuk memberikan dan mencapai manfaat banyak orang dan mencegah bahaya.
Hukum ekonomi Islam memang menghormati bisnis seseorang dan melindungi milik pribadi tetapi, Islam juga memberikan hak kepada pemerintah untuk menyita atau memaksa penimbun untuk menjual barang dengan harga pasar, dan menghukum penimbun jika mereka menolak, karena tindakan tersebut bertentangan dengan kepentingan pemerintah.
ADVERTISEMENT