Konten dari Pengguna

Brain Rot: Fenomena Modern yang Mengancam Kesehatan Mental

Mutiara Rengganis
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina
12 Desember 2024 15:00 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mutiara Rengganis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Istilah Brain Rot "Pembusukan Otak" yaitu penurunan kualitas kognitif akibat terlalu sering mengkonsumsi konten yang tidak bermutu atau receh di media sosial.

Ilustrasi Brain Rot. Sumber: Designer Microsoft
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Brain Rot. Sumber: Designer Microsoft
ADVERTISEMENT
Dalam era digital yang serba cepat istilah "brain rot" semakin sering dibicarakan, terutama di kalangan generasi muda yang lekat dengan media sosial. Brain rot, secara harfiah berarti "pembusukan otak" adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan penurunan kualitas kognitif akibat konsumsi konten yang berlebihan dan tidak bermakna. Meskipun belum diakui secara medis, fenomena ini menjadi perhatian banyak ahli karena dampaknya yang signifikan terhadap kesehatan mental dan kemampuan berpikir kritis.
ADVERTISEMENT

Apa Itu Brain Rot?

Brain rot merujuk pada kondisi di mana seseorang mengalami kesulitan berkonsentrasi, kehilangan kemampuan berpikir mendalam, dan cenderung bergantung pada hiburan instan. Fenomena ini biasanya dipicu oleh konsumsi konten singkat seperti video TikTok, meme, atau berita utama yang disajikan tanpa konteks mendalam. Menurut Dr. Susan Weinschenk, seorang psikolog perilaku, pola konsumsi ini memengaruhi otak untuk mencari kepuasan instan, mengurangi kemampuan untuk menyelesaikan tugas yang membutuhkan perhatian panjang.
Istilah ini juga menggambarkan bagaimana kebiasaan digital modern mengubah cara otak manusia berfungsi. Dengan waktu layar yang semakin meningkat, banyak orang merasa sulit untuk fokus pada tugas yang lebih kompleks atau membaca informasi yang membutuhkan analisis lebih dalam. Brain rot sering kali tidak hanya memengaruhi individu secara langsung tetapi juga lingkungan sosial dan profesional mereka.
ADVERTISEMENT

Bagaimana Brain Rot Terjadi?

Fenomena ini berkaitan erat dengan cara otak manusia merespons teknologi. Platform media sosial dirancang untuk memberikan kepuasan instan melalui notifikasi, like, dan konten singkat yang terus bergulir. Sistem ini memicu pelepasan dopamin, neurotransmitter yang bertanggung jawab atas rasa senang, sehingga membuat penggunanya kecanduan.
Namun, ada harga yang harus dibayar. Ketika otak terbiasa dengan pola ini, kemampuan untuk mempertahankan fokus dan memahami informasi yang kompleks menurun. Sebuah studi dari University of California, Los Angeles (UCLA) menemukan bahwa konsumsi media sosial yang berlebihan dapat mengurangi aktivitas di bagian otak yang bertanggung jawab atas pemikiran analitis dan pengambilan keputusan.
Selain itu, brain rot juga terjadi karena minimnya stimulasi intelektual. Kebiasaan scrolling tanpa tujuan dan paparan konten yang hanya bertujuan menghibur memengaruhi struktur otak. Akibatnya, individu mengalami penurunan kemampuan untuk menyerap pengetahuan baru atau mempertahankan memori jangka panjang.
ADVERTISEMENT

Dampak Brain Rot pada Kehidupan Sehari-Hari

Dampak brain rot dapat dirasakan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari produktivitas hingga hubungan sosial. Berikut adalah beberapa dampak utamanya:

Penurunan Produktivitas

Brain rot membuat seseorang sulit berkonsentrasi pada pekerjaan atau studi. Tugas yang membutuhkan perhatian jangka panjang terasa lebih berat, sehingga produktivitas menurun. Ini terutama dirasakan oleh para profesional yang harus menangani proyek-proyek kompleks.

Kesulitan Berpikir Kritis

Konsumsi konten singkat mengurangi kemampuan untuk menganalisis informasi secara mendalam. Hal ini berdampak pada penurunan kemampuan menyelesaikan masalah dan membuat keputusan yang tepat. Brain rot juga dapat menghambat kemampuan seseorang untuk berpikir kreatif dan menghasilkan ide-ide baru.

Gangguan Kesehatan Mental

Kecanduan media sosial sering dikaitkan dengan kecemasan dan depresi. Brain rot memperparah kondisi ini karena individu merasa kewalahan oleh arus informasi yang terus-menerus. Rasa bersalah karena "tidak produktif" setelah menghabiskan waktu di media sosial juga memperburuk kesehatan mental.
ADVERTISEMENT

Hubungan Sosial yang Melemah

Ketika seseorang terlalu fokus pada dunia digital, hubungan di dunia nyata sering kali terabaikan. Interaksi tatap muka menjadi kurang bermakna, dan empati berkurang. Selain itu, ketergantungan pada interaksi digital mengurangi kemampuan untuk membangun hubungan yang autentik.

Siapa yang Paling Rentan?

Meskipun semua orang dapat mengalami brain rot, generasi muda, khususnya Gen Z, dianggap paling rentan. Generasi ini tumbuh di era digital di mana akses ke internet dan media sosial menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Anak-anak dan remaja yang menghabiskan banyak waktu di depan layar tanpa pengawasan juga berisiko tinggi.
Namun, brain rot tidak hanya terbatas pada generasi muda. Orang dewasa yang menghabiskan waktu berjam-jam scrolling media sosial atau terjebak dalam binge-watching juga dapat mengalami gejala serupa. Bahkan para profesional yang terus-menerus terpapar email dan pesan instan dapat merasakan dampaknya.
ADVERTISEMENT

Cara Mengatasi Brain Rot

Mengatasi brain rot memerlukan usaha sadar untuk mengubah kebiasaan digital dan memperbaiki pola pikir. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:

1. Batasi Waktu Layar

Menggunakan fitur pengatur waktu layar pada ponsel dapat membantu mengurangi waktu yang dihabiskan di media sosial. Tetapkan batas harian dan patuhi aturan tersebut. Istirahat dari perangkat digital juga dapat memberikan waktu bagi otak untuk "pulih."

2. Konsumsi Konten Berkualitas

Pilih konten yang informatif dan mendalam. Misalnya, membaca buku, mengikuti kursus online, atau menonton dokumenter dapat memberikan stimulasi intelektual yang lebih baik. Hal ini membantu otak kembali terbiasa dengan proses berpikir yang lebih kompleks.

3. Luangkan Waktu untuk Refleksi

Meditasi atau jurnal harian dapat membantu melatih fokus dan mengurangi ketergantungan pada hiburan instan. Refleksi juga membantu individu memahami kebiasaan digital mereka dan menentukan langkah perbaikan.
ADVERTISEMENT

4. Prioritaskan Interaksi Dunia Nyata

Habiskan waktu bersama keluarga dan teman tanpa distraksi teknologi. Aktivitas seperti olahraga atau bermain board game dapat memperkuat hubungan sosial dan memberikan pengalaman yang lebih bermakna.

5. Latih Kemampuan Berpikir Kritis

Membaca artikel atau buku yang membutuhkan analisis mendalam dapat melatih otak untuk kembali berpikir kritis. Diskusi intelektual dengan orang lain juga dapat membantu merangsang kemampuan berpikir.

Peran Pendidikan dan Pemerintah

Untuk menangani fenomena ini, pendidikan dan regulasi teknologi memainkan peran penting. Sekolah dapat mengintegrasikan literasi digital ke dalam kurikulum, mengajarkan siswa cara menggunakan teknologi secara bijak. Sementara itu, pemerintah dapat mendorong platform digital untuk menyediakan fitur yang mendukung keseimbangan penggunaan, seperti pengingat waktu layar.

Kesimpulan

Brain rot adalah fenomena modern yang tidak boleh diabaikan. Dalam dunia yang semakin didominasi oleh teknologi, penting bagi individu untuk mengelola pola konsumsi digitalnya. Dengan langkah-langkah yang tepat, kita dapat melindungi kesehatan mental dan kemampuan berpikir kritis kita dari dampak negatif era digital. Memahami dan mengatasi brain rot bukan hanya tentang menjaga otak tetap sehat, tetapi juga tentang menciptakan kehidupan yang lebih bermakna dan seimbang. Dalam jangka panjang, upaya ini akan membantu kita menjalani kehidupan dengan kualitas yang lebih baik.
ADVERTISEMENT