Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.0
Konten dari Pengguna
Konflik yang Mencekik
9 Juli 2024 7:04 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Mutya Sunduz Arizki tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
![Sumber : Mutya Sunduz Arizki](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01j2ackqtynjfhsrvkxy9d0adh.jpg)
ADVERTISEMENT
Penanganan konflik agraria di Indonesia memerlukan perubahan mendasar dalam mindset pemerintah serta pendekatan yang mengutamakan pemberian pengetahuan kepada masyarakat. Selama ini, kebijakan agraria seringkali tidak berpihak kepada masyarakat adat yang telah lama mendiami dan mengelola tanah mereka secara turun-temurun. Pemerintah perlu memandang tanah tidak hanya sebagai aset ekonomi, tetapi juga sebagai bagian dari identitas dan warisan budaya masyarakat adat. Dengan mengubah perspektif ini, kebijakan yang diambil akan lebih inklusif dan adil bagi semua pihak yang terlibat.
ADVERTISEMENT
Memberikan pengetahuan kepada masyarakat, baik tentang hak-hak mereka maupun cara mengelola tanah secara legal dan produktif, adalah langkah krusial dalam menyelesaikan konflik agraria. Edukasi dapat dilakukan melalui program-program penyuluhan yang melibatkan pemerintah, LSM, dan akademisi. Dengan pengetahuan yang memadai, masyarakat adat dapat lebih memahami cara mempertahankan hak atas tanah mereka di hadapan hukum serta cara memanfaatkan tanah secara berkelanjutan untuk kesejahteraan jangka panjang.
Salah satu sumber utama konflik agraria adalah perbedaan pandangan tentang bukti kepemilikan tanah. Masyarakat adat sering mengandalkan bukti-bukti tradisional seperti makam leluhur, sedangkan pemerintah mensyaratkan sertifikat tanah sebagai bukti kepemilikan yang sah. Solusinya, pemerintah dapat mengadopsi pendekatan yang lebih fleksibel dengan mengakui bukti-bukti tradisional sebagai bagian dari proses sertifikasi tanah. Dengan demikian, hak-hak masyarakat adat dapat diakui tanpa mengabaikan aturan hukum yang berlaku.
ADVERTISEMENT
Banyak konflik agraria terjadi karena masuknya perusahaan yang membangun usahanya di atas lahan yang diklaim oleh masyarakat adat. Persetujuan pemerintah seringkali diberikan tanpa konsultasi yang memadai dengan masyarakat setempat. Oleh karena itu, perlu ada mekanisme yang lebih transparan dan partisipatif dalam pemberian izin usaha. Pemerintah harus memastikan bahwa semua pihak yang terkena dampak mendapatkan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya dan bahwa keputusan yang diambil memperhatikan kepentingan bersama.
Pada film ini, aparat keamanan sering terlibat dalam konflik agraria, dan seringkali berpihak kepada perusahaan atau pemerintah. Untuk mengatasi masalah ini, peran aparat harus diarahkan untuk menjadi mediator yang netral dan adil, bukan sebagai alat represif.
Penanganan konflik agraria memerlukan perubahan mendasar dalam mindset pemerintah dan pendekatan yang berfokus pada pemberdayaan pengetahuan masyarakat. Mengakui bukti kepemilikan tradisional, meningkatkan transparansi dalam pemberian izin usaha, dan peran aparat sebagai mediator netral adalah langkah-langkah penting menuju penyelesaian konflik yang adil dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT