Konten dari Pengguna

Teruntuk Jiwa-jiwa yang Bersedih

Muzakki Bashori
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Negeri Semarang dan doktor di bidang linguistik terapan dari Radboud University Nijmegen, Belanda
30 Januari 2024 10:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muzakki Bashori tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi foto seorang laki-laki yang tampak sedang galau/Photo by Nathan Cowley from Pexels: https://www.pexels.com/photo/man-in-blue-and-brown-plaid-dress-shirt-touching-his-hair-897817/
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi foto seorang laki-laki yang tampak sedang galau/Photo by Nathan Cowley from Pexels: https://www.pexels.com/photo/man-in-blue-and-brown-plaid-dress-shirt-touching-his-hair-897817/
ADVERTISEMENT
‘Begitu dingin dunia yang kau huni…’ – Jiwa Yang Bersedih, Ghea Indrawari.
ADVERTISEMENT
Selarik lirik di atas adalah penggalan lagu Jiwa Yang Bersedih yang sedang booming akhir-akhir ini. Bahkan, hingga 11 September 2023 pukul 14.55 WIB, official music video lagu tersebut sudah ditonton lebih dari 34 juta kali dan masih bertengger sebagai #1 top music video di Indonesia. Penyanyi sekaligus pencipta lagu, Ghea Indrawari, begitu cerdas menangkap fenomena universal yang dihadapi umat manusia dewasa ini, yaitu isu kesehatan mental.
Diksi ‘dingin’ dalam larik lirik di atas tidak bermakna harfiah atau literal, melainkan sebuah kiasan atau metafora bernada sinestesia yang berarti: dunia (dan para penghuninya) tidak (lagi) ramah kepada kita/mereka yang sedang mengalami turbulensi mental. Dua larik dalam bait-bait berikutnya juga mendukung mosi ini, yaitu pada bagian ‘Tak ada tempat berteduh’ dan ‘Hanya kau tak didengar’.
ADVERTISEMENT
Ini mengingatkan Penulis dengan berita anak SD Banyuwangi yang bunuh diri karena di-bully (27 Februari 2023), remaja 18 tahun di Malang yang tewas setelah melompat dari Jembatan Suhat (26 Mei 2023), dan pelajar SMK swasta di Turi meninggal dunia karena gantung diri (14 Februari 2023).
Fenomena ini diamini oleh survei I-NAMHS (Indonesia National Adolescent Mental Health Survey) 2022 yang menyatakan bahwa satu dari tiga remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan mental. Konsekuensinya, tren bunuh diri di Indonesia cenderung meningkat. Hal ini berdasarkan rekapitulasi kasus bunuh diri sejak Desember 2018 hingga Juli 2023 seperti yang dilansir oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui kanal Data Indonesia. Asosiasi Pencegahan Bunuh Diri Indonesia bahkan mengungkapkan tingkat underreporting bunuh diri di Indonesia jauh lebih tinggi dari data jumlah kasus bunuh diri resmi tahun 2020.
ADVERTISEMENT
“Jika tak ada tempatmu kembali
Bawa lukamu, biar aku obati…”
Dari dua larik lirik lagu Jiwa Yang Bersedih di atas, tersirat bahwa motivasi intrinsik manusia itu sendirilah yang berperan besar dalam membawanya keluar dari lingkaran ‘setan’. Lingkaran ‘setan’ ini sangat berbahaya karena acapkali membisikkan suara-suara kegelisahan hingga rayuan-rayuan bunuh diri. Dua larik lirik tersebut di dalam video musik Ghea divisualisasikan melalui dua sosok yang sama (yang diperankan oleh Ghea) namun dengan mengenakan pakaian berbeda warna, hitam dan putih.
Ghea berpakaian serba putih yang tampak tersenyum dan tenang inilah yang ‘memanggil’ Ghea berpakaian serba hitam yang tampak bingung, sedih, dan terluka. Panggilan (yang disimbolkan melalui bunyi peluit) ini merupakan sebuah jawaban, tawaran, dan sekaligus ajakan healing (penyembuhan) dari dalam dirinya sendiri atas segala kecemasan, depresi, kegalauan, dan penderitaan yang sedang ia alami. Latar tempat dan suasana yang semula dari hutan (lebih tertutup, gelap, dan sesak) menuju pantai (lebih terbuka, terang, dan lapang) juga merujuk kepada pencerahan setelah ia berhasil bangkit memenuhi inner voice-nya.
ADVERTISEMENT
Analisis terhadap penggunaan simbol warna, karakter (ekspresi wajah dan gestur), dan latar (tempat dan suasana) memberikan kesan mendalam bahwa seseorang yang sedang mengalami masalah kesehatan mental seyogyanya memiliki inisiatif diri untuk bangkit dan sembuh dengan ‘mencari pertolongan’. Lamat-lamat Penulis kembali teringat dengan kejadian 2017 silam.
Penulis pada waktu itu merasa mengalami depresi minor setelah membaca beberapa literatur yang relevan. Mengutip artikel yang dirilis oleh RS Jiwa Grhasia, gejala depresi minor yaitu “adanya episode mood depresi sedikitnya selama 2 minggu, dan ada sedikitnya 1 gejala tetapi tidak lebih dari 5 gejala berikut: (a) nafsu makan menurun, (b) sulit tidur, (c) ada masalah konsentrasi, (d) agitasi, (e) kelelahan, (f) kurang energi, (g) kurang percaya diri, dan (h) bersalah, merasa tidak berarti”.
ADVERTISEMENT
Tentu saja self-diagnosis dalam perkara kesehatan mental tidak dianjurkan. Namun, memiliki kesadaran (awareness) dan kepekaan (sensitivity) terhadap apa yang sedang terjadi kepada kesehatan mental kita sangat diperlukan.
Penulis tidak berdiam diri setelah merasa ganjil dengan kondisi diri pada saat itu; berat badan menurun, suasana hati yang labil, merasa bersalah (tidak berguna), dan konsentrasi terganggu. Penulis kemudian mengontak Bang Endri, lulusan salah satu universitas di Swedia. Beliau merupakan penyintas depresi dan bunuh diri. Beliau memberikan Penulis satu tips praktis untuk memulihkan kesehatan mental, yaitu olahraga lari teratur tiga kali sepekan; lari hingga ‘tidak kuat lagi’.
Penulis juga menghubungi Kak Retha, seorang psikolog bestari. Dulu Penulis sempat kenal beliau sepintas lalu, ketika sama-sama studi di Belanda. Beliau menyarankan melakukan aktivitas menyenangkan kecil-kecil, sehari-hari. Seperti, mandi air hangat dan membeli sabun wangi.
ADVERTISEMENT
Atau bisa juga menyeruput teh di pagi hari. Selain itu, beliau mengatakan, selalu lah mulai dari hal yang kecil-kecil dan tidak membutuhkan effort yang terlalu membebani, lalu evaluasi. Adakah perasaan nyaman yang dirasakan, walau sedikit? Apakah waktu terasa lebih cepat saat melakukan aktivitas menyenangkan tadi?
Lebih lanjut, Kak Retha mengingatkan untuk mengenali perasaan-perasaan positif yang muncul sekecil apa pun. Jadikan itu reward yang mengingatkan bahwa sudah benar trayektori Penulis. Bahwa Penulis sudah ber-progress, bergerak ke arah yang menjauh dari depresi. Dari hari ke hari, coba tambahkan jumlah aktivitas menyenangkan tadi. Atau ganti dengan yang lebih sukar.
Kemudian evaluasi berkala lagi dengan sabar. Lakukan satu demi satu. Semua butuh proses yang teguh. Perlahan tapi pasti, depresi akan hilang, terobati, dengan izin dan kuasa Yang Maha Mengerti. Kak Retha sempat berpesan kepada Penulis, “Inside, we are stronger than depression!” (Di dalam diri kita, kita (jauh) lebih kuat dari depresi!).
ADVERTISEMENT
‘Menangislah
Kan kau juga manusia
___
Beri waktu tuk bersandar sebentar
Selama ini kau hebat
Kau pasti kan didengar…’
Lima larik lirik lagu Jiwa Yang Bersedih di atas memberikan afirmasi positif kepada kita bahwa tidak apa-apa kok menjadi menjadi manusia yang tidak sempurna. Tidak apa-apa untuk sesekali menangis dan menjadi lemah. Tidak apa-apa apabila kita membutuhkan waktu untuk berpikir, menyendiri, atau bahkan sedikit mundur beberapa langkah dari trayektori kita.
Asalkan, kita tetap harus menyadari bahwa kita pada dasarnya hebat, kuat, pemenang, dan pasti akan selalu ‘didengar’, paling tidak oleh diri kita sendiri. Pesan dari Penulis sebagai ‘penyintas’ depresi minor adalah, ‘Always help yourself, never hurt yourself! Selalulah bantu dirimu, jangan pernah lukai dirimu!
ADVERTISEMENT
‘Bertahanlah, sedikit lagi…’ - Epilog video musik Jiwa Yang Bersedih pada menit 05:09-05:13