Patriarki dan Dampaknya bagi Perempuan

Muzdalifatun Nisa
Mahasiswi Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan
Konten dari Pengguna
22 Desember 2022 20:19 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muzdalifatun Nisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi budaya patriarki. Sumber gambar: Designed by Muzdalifatun Nisa
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi budaya patriarki. Sumber gambar: Designed by Muzdalifatun Nisa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Patriarki adalah suatu budaya yang menempatkan posisi peran laki-laki sebagai pemegang kekuasaan yang tunggal, utama, dan segala-galanya. Sehingga budaya ini bisa membentuk pola pikir masyarakat yang beranggapan bahwa laki-laki mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dan istimewa, sedangkan perempuan berada di posisi kelas bawah.
ADVERTISEMENT
Budaya patriarki yang masih langgeng di kehidupan kita inilah yang membuat dampak serius dengan munculnya masalah-masalah sosial yang mengekang kebebasan perempuan, adanya ketidakadilan gender di mana perempuan tidak diuntungkan, terjadinya kekerasan seksual terhadap perempuan, dan terjadinya pelecehan seksual. Ini dikarenakan budaya patriarki membentuk pola pikir laki-laki sehingga menganggap remeh perempuan, yang mengakibatkan mereka dapat melakukan hal yang semena-mena. Salah satu contohnya adalah kekerasan seksual.
Ilustrasi Kekerasan seksual. Sumber gambar: Designed by Muzdalifatun Nisa
Menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan Perempuan (Komnas Perempuan), bentuk kekerasan seksual itu bisa berupa Pemerkosaan, Intimidasi Seksual (termasuk ancaman atau percobaan pemerkosaan), Pelecehan Seksual, Eksploitasi Seksual, Perdagangan Perempuan (untuk tujuan seksual), Prostitusi secara paksa, Perbudakan Seksual, Pemaksaan Perkawinan, Pemaksaan Kehamilan, Pemaksaan Aborsi, Pemaksaan Kontrasepsi dan Sterilisasi, Penyiksaan Seksual, Penghukuman tidak manusiawi yang bernuansa seksual, praktik tradisi yang bernuansa seksual yang dapat membahayakan perempuan, dan Kontrol seksual (termasuk aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama).
ADVERTISEMENT
Patriarki juga memberikan pemahaman masyarakat dengan menganggap lumrah apabila laki-laki yang menggoda perempuan. Mereka memiliki pola pikir bahwa laki-laki itu sebagai penggoda dan perempuan sebagai incaran atau kaum yang pantas digoda. Tidak jarang justru perempuan yang menjadi pihak yang disalahkan atau biasa disebut dengan victim blaming. Apalagi masyarakat yang masih menganggap bahwa perempuan adalah lambang kesucian dan kehormatan. Maka ketika ada perempuan yang mengalami kekerasan seksual, akan dianggap aib dan hina oleh keluarga dan masyarakat sekitar.
Salah satu contoh kasus kekerasan seksual yang cukup menggegerkan masyarakat Indonesia adalah kasus kekerasan seksual yang korbannya merupakan 13 santriwati salah satu pondok pesantren di Bandung. Yang menjadi sorotan publik di kasus ini adalah pelakunya yang merupakan seorang guru di pesantren tersebut. Pelaku memerkosa korban yang berusia antara 11 dan 14 tahun, dan sedikitnya sembilan bayi dilaporkan telah lahir sebagai akibat dari kasus tersebut. Kasusnya sendiri sudah berlangsung dari tahun 2016, namun baru terungkap lima tahun kemudian, yaitu di tahun 2021.
ADVERTISEMENT
Dari contoh kasus kekerasan seksual diatas, maka dapat dinilai bahwa kasus kekerasan seksual sendiri seperti fenomena gunung es, di mana laporan kasus yang dilaporkan ke Komnas Perempuan hanyalah sedikit jika dibandingkan yang terjadi di masyarakat.
Nah, itu tadi sedikit penjelasan tentang budaya patriarki yang ternyata sangat berdampak bagi perempuan. Diharapkan kita bisa melawan budaya patriarki yang seolah-olah menjadikan perempuan adalah makhluk terlemah. Meskipun sulit untuk mengubah budaya yang sudah ditanamkan sejak dulu, tetapi harus tetap dilaksanakan berbarengan dengan pembelaan untuk mendukung adanya perubahan sikap dan perilaku masyarakat yang adil gender.