Konten dari Pengguna

Refleksi Filosofis Hidup, Cinta, dan Kehilangan

NASIKIN
Mahasiswa sekolah tinggi ilmu tarbiyah STIT buntet pesantren cirebon. Santri pesantren al-ma'mun buntet pesantren cirebon
31 Desember 2024 6:57 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari NASIKIN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
(Sumber gambar: Mynameis nasikin)
zoom-in-whitePerbesar
(Sumber gambar: Mynameis nasikin)
ADVERTISEMENT
Cinta, dalam segala bentuk dan manifestasinya, selalu menjadi topik yang mendalam dalam kehidupan manusia. Ia adalah kekuatan universal yang mampu menggerakkan jiwa, menyentuh hati, dan membentuk pengalaman yang tak terlupakan. Namun, di balik keindahannya, cinta juga membawa bayang-bayang kehilangan yang tak terhindarkan. Kehilangan ini, meski menyakitkan, sering kali menjadi refleksi dari makna cinta itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Dalam perjalanan kehidupan, kehilangan sering kali datang tanpa permisi. Kehilangan seseorang yang dicintai, baik melalui perpisahan maupun kematian, meninggalkan ruang kosong yang sulit diisi. Namun, dari kehampaan itu, manusia diajak untuk merenung lebih dalam tentang esensi cinta. Apakah cinta hanya tentang memiliki, ataukah ia melampaui kepemilikan dan menjadi pengalaman transenden yang menghubungkan jiwa?
Filosofis berbicara tentang cinta sebagai kekuatan yang mempersatukan manusia dengan alam semesta. Plato, dalam dialognya, memandang cinta sebagai "kerinduan jiwa akan keindahan yang abadi." Kehilangan, dalam konteks ini, bukanlah akhir dari cinta, melainkan bagian dari perjalanan untuk memahami keindahan sejati yang ada di luar dimensi fisik. Kehilangan menjadi cermin yang memantulkan kerinduan terdalam manusia akan sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri.
ADVERTISEMENT
Selain itu, makna cinta juga dapat ditemukan dalam keberanian untuk melepaskan. Seperti daun yang gugur di musim gugur, cinta yang sejati tidak takut untuk berpisah karena ia percaya pada siklus kehidupan. Dalam melepaskan, ada penerimaan, dan dalam penerimaan, ada kedamaian. Kehilangan mengajarkan manusia untuk mencintai tanpa syarat, tanpa pamrih, dan tanpa ketergantungan pada kehadiran fisik.
Namun, tidak bisa disangkal bahwa kehilangan membawa luka. Luka ini, meski menyakitkan, adalah bagian dari proses penyembuhan yang membawa manusia kepada pemahaman yang lebih dalam tentang dirinya sendiri. Dalam luka itu, manusia belajar untuk menghargai cinta yang pernah ada dan menciptakan ruang untuk cinta yang baru.
Renungan tentang kehilangan dan cinta mengajarkan bahwa keduanya adalah dua sisi dari koin yang sama. Tanpa kehilangan, cinta tidak akan terasa begitu berharga. Dan tanpa cinta, kehilangan tidak akan terasa begitu menyakitkan. Dalam harmoni keduanya, manusia menemukan makna hidup yang sejati: untuk mencintai, merasakan kehilangan, dan kembali mencintai dengan hati yang lebih luas dan jiwa yang lebih bijaksana.
ADVERTISEMENT
Kehidupan adalah perjalanan yang penuh dengan cinta dan kehilangan. Dalam setiap perpisahan, ada pelajaran tentang kebijaksanaan. Dalam setiap pelukan terakhir, ada pengingat tentang keindahan cinta. Dan dalam setiap air mata yang jatuh, ada benih cinta baru yang siap tumbuh, memberikan harapan bagi jiwa yang pernah terluka.
NASIKIN, Buntet Pesantren, Pesantren Gedongan.