Konten dari Pengguna

Ketergantungan Ayam Geprek: Risiko Kesehatan Mahasiswa

Nufaisa Rayya Azzahra
Mahasiswi Universitas Sebelas Maret
18 November 2024 11:15 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nufaisa Rayya Azzahra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Olahan Ayam Geprek. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Olahan Ayam Geprek. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Sebagai mahasiswa, kita sering kali terjebak dalam rutinitas yang padat, dengan tugas, kuliah, dan kegiatan lain yang tidak ada habisnya. Dalam situasi seperti ini, makan cepat, murah, dan praktis adalah solusi yang banyak dipilih—dan salah satu pilihan paling populer di kalangan mahasiswa ialah ayam geprek. Dengan porsi yang mengenyangkan, sambal pedas yang menggugah selera, dan harga yang terjangkau, ayam geprek memang menjadi makanan andalan bagi banyak mahasiswa. Namun, apakah kita benar-benar menyadari risiko kesehatan yang mungkin muncul dari kebiasaan mengonsumsi makanan ini terlalu sering?
ADVERTISEMENT
Di balik kenikmatan ayam geprek yang cepat mengisi perut, ada beberapa masalah kesehatan yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah kandungan lemak jenuh dan lemak trans yang terdapat pada olahan ayam goreng. Ayam geprek umumnya disiapkan dengan cara digoreng dalam minyak yang digunakan berulang kali, suatu kebiasaan yang sudah sangat umum di banyak warung makan. Proses penggorengan ini dapat meningkatkan kadar lemak trans dalam makanan. Lemak trans adalah jenis lemak yang dapat meningkatkan kadar kolesterol jahat (LDL) dalam tubuh, yang pada gilirannya meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke. Selain itu, konsumsi lemak jenuh dan trans yang berlebihan juga dapat meningkatkan berat badan, berisiko pada obesitas, dan memicu gangguan metabolisme lain seperti diabetes tipe 2.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh lagi, kandungan sambal pedas yang menjadi ciri khas ayam geprek juga berpotensi menimbulkan masalah kesehatan, terutama bagi mereka yang gemar menyantapnya dalam jumlah banyak. Menyantap ayam geprek dengan sambal memang memberikan sensasi kenikmatan, tetapi konsumsi cabai yang berlebihan dapat mengiritasi lambung dan menyebabkan gangguan pencernaan seperti maag atau gastritis. Selain itu, cabai yang mengandung kapsaisin—senyawa yang memberi rasa pedas—juga dapat memicu refluks asam lambung pada beberapa orang, yang menyebabkan rasa terbakar di dada, mual, dan gangguan pencernaan lainnya.
Namun, bukan hanya masalah pencernaan yang perlu diwaspadai. Ketergantungan pada ayam geprek juga mencerminkan pola makan yang tidak seimbang. Sebagai mahasiswa yang membutuhkan banyak energi untuk belajar dan beraktivitas, kita memerlukan asupan gizi yang optimal, termasuk protein, karbohidrat kompleks, lemak sehat, serta vitamin dan mineral. Sayangnya, ayam geprek sering kali disajikan dengan nasi putih yang melimpah, tetapi sangat minim sayuran. Padahal, sayuran dan buah-buahan penting untuk mencukupi kebutuhan serat, vitamin, dan antioksidan yang dapat mendukung kesehatan tubuh dan meningkatkan daya tahan tubuh agar tetap prima saat menghadapi tugas kuliah yang menumpuk. Pola makan yang terlalu bergantung pada makanan berat dan olahan seperti ayam geprek, tanpa asupan sayuran yang cukup, dapat berakibat buruk pada kesehatan dalam jangka panjang.
ADVERTISEMENT
Jika ditelisik lebih jauh lagi, dampak konsumsi ayam olahan yang terus-menerus dapat mengakibatkan risiko resistensi terhadap antibiotik. Sebagian besar peternakan ayam menggunakan antibiotik dalam jumlah besar untuk mencegah penyakit pada unggas dan mempercepat proses pertumbuhannya. Sayangnya, residu antibiotik ini dapat tetap terkandung dalam daging ayam yang kita konsumsi. Jika kita terus-menerus terpapar antibiotik melalui makanan yang kita makan, tubuh kita bisa menjadi kebal terhadap antibiotik tersebut, yang pada akhirnya mengarah pada resistensi antibiotik. Resistensi antibiotik adalah salah satu tantangan kesehatan global yang paling serius saat ini. Banyak infeksi yang sebelumnya mudah diobati dengan antibiotik kini menjadi lebih sulit diatasi karena bakteri telah mengembangkan kekebalan terhadap obat tersebut.
Peningkatan resistensi antibiotik dapat membawa dampak yang sangat merugikan bagi sistem kesehatan di seluruh dunia, dan dampaknya jauh lebih besar daripada hanya soal ketergantungan kita pada ayam geprek. Jika suatu saat kita terjangkit infeksi bakteri dan tidak ada antibiotik yang efektif untuk menyembuhkannya, kita bisa menghadapi risiko yang jauh lebih besar, bahkan infeksi yang seharusnya bisa sembuh dengan cepat bisa menjadi penyakit serius yang mengancam nyawa.
ADVERTISEMENT
Lalu, apa yang dapat dilakukan oleh mahasiswa untuk menghindari risiko-risiko ini? Kita perlu lebih selektif dalam memilih makanan. Mengurangi konsumsi ayam geprek dan menggantinya dengan sumber protein yang lebih sehat, seperti ikan, tahu, tempe, atau bahkan daging tanpa lemak, adalah langkah kecil yang bisa mengurangi paparan terhadap lemak jenuh, lemak trans, dan antibiotik. Selain itu, memasak sendiri makanan adalah salah satu solusi untuk mengontrol bahan-bahan yang digunakan, serta menghindari makanan olahan yang mengandung pengawet dan bahan kimia berbahaya.
Pola makan yang seimbang dan bergizi sangat penting bagi mahasiswa untuk mendukung produktivitas belajar, daya tahan tubuh, dan kesehatan jangka panjang. Selain ayam geprek, cobalah untuk memvariasikan sumber protein dan memperbanyak konsumsi sayuran serta buah-buahan. Perhatikan juga porsi makanan agar tidak berlebihan.Tidak ada salahnya menikmati ayam geprek sesekali, terutama saat kita merasa lelah dan membutuhkan kenyamanan setelah ujian atau tugas yang menumpuk. Namun, menjadikannya sebagai makanan utama setiap hari adalah kebiasaan yang patut dipertimbangkan ulang. Sebagai mahasiswa, kita perlu mengingat bahwa kesehatan tubuh kita adalah investasi terbaik untuk masa depan. Mengambil langkah kecil untuk mengubah pola makan kita dapat membawa dampak besar dalam menjaga tubuh tetap sehat dan produktif.
ADVERTISEMENT
Ayam geprek memang enak, tetapi kesehatan kita jauh lebih penting. Jangan sampai kenikmatan sementara ini merusak kesehatan kita di masa depan. Jadi, apakah kamu siap untuk lebih bijak dalam memilih makanan, dan mulai memperhatikan dampaknya pada tubuhmu? Perlu diingat bahwa apa yang kita makan hari ini akan memengaruhi kualitas hidup kita di masa yang akan datang.