Konten dari Pengguna

Mengenal Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia

Muhammad Adnan Zaid Syahbana
Mahasiswa Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2022
26 Mei 2024 15:51 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Adnan Zaid Syahbana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://www.pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
https://www.pexels.com
ADVERTISEMENT
Anak sendiri merupakan sebuah insan yang Tuhan titipkan kepada kita untuk menjaganya. Anak sejatinya diibaratkan seperti kertas putih; dia merupakan halaman yang kosong yang perlu kita isi dengan nilai-nilai kebaikan di dalamnya. Akan tetapi banyak orang tua yang tidak tahu atau bahkan sengaja untuk tidak mengisi kertas kosongnya (anak) kedalam nilai-nilai kebaikan sehingga anak kemudian terjerumus ke dalam nilai-nilai keburukan dan berbuat kejahatan.
ADVERTISEMENT
Anak yang sudah terjerumus ke dalam nilai-nilai buruk yang kemudian berbuat kejahatan akan tetap mendapatkan hukuman. Akan tetapi tentunya hukuman dan penyelesaian permasalahan yang akan dijalankan berbeda dengan yang dijalankan orang dewasa. Di Indonesia sendiri sudah ada Undang-Undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang mengatur bagaimana mekanisme penyelesaian permasalahan anak yang berkonflik dengan hukum.
Sistem Peradilan Pidana Anak, menurut Pasal 1 angka 1 UU Nomor 11 Tahun 2012, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan "sistem peradilan pidana anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana". Setelah mengetahui pengertian di atas, dapat kita mengetahui bahwa untuk menyelesaikan permasalah terhadap anak yang berkonflik dengan hukum memiliki beberapa tahapan, antara lain dimulai dari:
ADVERTISEMENT
1. Proses Penyidikan
Proses penyidikan adalah tahap yang paling menentukan dalam operasionalisasi Sistem Peradilan Pidana Terpadu tersebut dalam rangka tercapainya tujuan dari penegakan hukum pidana, karena pada tahap penyidikanlah dapat diketahui adanya tersangka suatu peristiwa kejahatan atau tindak pidana serta menentukan tersangka pelaku kejahatan atau tindak pidana tersebut sebelum pelaku kejahatan tersebut pada akhirnya dituntut dan diadili di pengadilan serta diberi sanksi pidana yang sesuai dengan perbuatannya. Penyidikan sendiri dilakukan oleh penyidik dari kepolisian (POLRI). Dalam tahapan ini, penyidik atau polisi yang diserahi tugas dalam menyidik tidak boleh memakai seragam dinas dalam memeriksa dan harus pula mengupayakan diversi untuk menyelesaikan perkara anak tersebut. Jika pada tahap penyelesaian diversi dapat mendatangkan penyelesaian, maka penyidik tidak melimpahkan perkara ke proses selanjutnya. Akan tetapi jika diversi tidak menyelesaikan perkara yang sedang dialami oleh sang anak, maka polisi melimpahkan perkara ke proses selanjutnya.
ADVERTISEMENT
2. Proses Penuntutan
Proses penuntutan merupakan tahapan yang selanjutnya setelah diadakannya proses penyidikan oleh Kepolisian. Dalam proses penuntutan sendiri dilakukan oleh Jaksa Agung atau pejabat yang ditunjuk oleh Jaksa Agung yang tugasnya nanti akan membuat tuntutan yang akan dilimpahkan ke dalam pengadilan. Sama dengan proses sebelumnya, Petugas yang berwenang dalam tahap ini (Jaksa) haruslah mengupayakan diversi terlebih dahulu untuk menyelesaikan perkara yang sedang dialami oleh sang anak, jika memang upaya diversi tidak bisa menyelesaikan perkara, barulah Jaksa bisa melimpahkan kewenangannya ke proses selanjutnya.
3. Proses pemeriksaan di Pengadilan
Pada tahapan ini seluruh anak yang berkonflik dengan hukum mulai diperiksa, baik pelaku, korban, dan juga saksi. Di dalam proses pemeriksaan di pengadilan sendiri dilakukan oleh Hakim yang sudah memenuhi kriteria dan sebelum memulai pengadilan pun hakim harus mengupayakan diversi sama seperti proses-proses yang sudah terjadi sebelumnya. Di dalam proses pengadilan ini pula kemudian akan terjadi putusan terkait dijatuhkan hukuman terhadap anak yang berkonflik hukum. Hukuman yang akan dijalani anak sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu hukuman yang berupa tindakan (sebelum usia 14 tahun) dan hukuman pidana (jika sudah usia 14 tahun). Anak yang kemudian oleh hakim mendapatkan hukuman tindakan akan dikembalikan kepada orang tuanya dan akan diberikan pengawasan oleh badan atau lembaga yang berwenang. Sedangkan anak yang mendapat hukuman pidana akan menjalankan hukuman pidananya sesuai kriteria yang sudah ditetapkan. Anak yang kemudian mendapatkan hukuman pidana penjara akan dimasukkan ke tempat khusus yang bernama (LPKA) Lembaga Pembinaan Khusus Anak. Anak yang berada di LPKA sendiri nantinya akan tetap mendapatkan pembinaan, pembimbingan, pengawasan, pendampingan, pendidikan, dan pelatihan, serta hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
ADVERTISEMENT
Perlu dicatat bahwa petugas yang berwenang dalam semua proses atau tahapan-tahapan di atas haruslah terlebih dahulu mengupayakan diversi dalam menyelesaikan perkara yang sedang dialami oleh sang anak.