Konten dari Pengguna

Gizi Halal di Rumah Sakit: Cerita dari Balik Dapur yang Jarang Kita Lihat

dr,Tri Sutopo
Nama : dr. tri sutopo Profesi : Dokter umum, Praktisi Kesehatan "Setiap huruf yang kita baca adalah pintu menuju dimensi baru. Setiap kata yang kita tulis adalah benih yang menumbuhkan pemahaman yang lebih dalam tentang diri dan dunia sekitar."
2 Mei 2025 19:23 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari dr,Tri Sutopo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saat kita membayangkan rumah sakit, biasanya yang terlintas di benak adalah suasana ruang perawatan, dokter yang sibuk, atau antrean pasien di ruang tunggu poli. Namun, ada satu aspek penting yang sering luput dari sorotan : dapur rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Ya, dapur. Tempat di mana makanan pasien disiapkan dengan penuh perhatian. Bukan hanya soal rasa, tapi juga soal gizi yang tepat dan kehalalan yang terjaga.
Makanan di rumah sakit bukan sekadar “nasi dan lauk”. Di balik sepiring makan siang pasien, ada kerja keras tim instalasi gizi. Mereka harus memastikan setiap menu sesuai dengan kebutuhan medis, tepat jumlah kalorinya, higienis, dan satu hal yang tak kalah penting—halal.
Kenapa halal? Karena bagi banyak pasien, makanan bukan hanya soal tubuh, tetapi juga soal hati. Rasa tenang saat tahu makanan yang disantap sesuai dengan ajaran agama, itu tak bisa ditawar.
Instalasi gizi adalah unit di rumah sakit yang menangani semua hal soal makanan pasien. Mulai dari perencanaan menu, pengadaan bahan makanan, cara masaknya, sampai makanan itu sampai ke tangan pasien.
Dapur instalasi gizi rumah sakit. Di sinilah setiap makanan pasien disiapkan dengan standar kebersihan tinggi dan prinsip kehalalan yang ketat. Foto : tri sutopo / penulis
Uniknya, mereka tidak bekerja sendirian. Ahli gizi, chef, hingga petugas distribusi harus bekerjasama dalam sistem yang sangat ketat. Mengapa? Karena tiap pasien bisa punya kebutuhan yang berbeda. Ada yang dietnya harus rendah garam, tinggi protein, bebas gula, bahkan teksturnya pun harus disesuikan.
ADVERTISEMENT
Sekarang, makin banyak rumah sakit yang sadar: pelayanan terbaik juga berarti menghormati nilai-nilai keagamaan pasien. Salah satunya melalui penyajian makanan halal.
Tapi halal di sini bukan hanya soal bebas dari babi atau alkohol. Halal artinya seluruh proses mulai dari bahan baku, penyimpanan, peralatan, hingga proses memasak semua harus sesuai standar.
Artinya:
Tentu saja, implementasi gizi halal bukan tanpa tantangan. Beberapa rumah sakit, terutama di daerah, masih kesulitan mencari supplier bahan bersertifikat halal. Belum lagi edukasi ke staf dapur yang kadang belum punya pemahaman utuh soal sistem halal.
Proses sertifikasi halal itu juga tidak instan. Butuh waktu, biaya, dan konsistensi.
ADVERTISEMENT
Kabar baiknya, semakin banyak fasilitas kesehatan yang mulai serius menerapkan standar gizi halal. Pelatihan rutin, audit internal, hingga kerja sama dengan LPPOM MUI mulai dilakukan. Bahkan, beberapa rumah sakit kini menjadikan dapur halal sebagai keunggulan pelayanan mereka.
Karena percaya, makanan yang baik bukan cuma menyembuhkan tubuh, tapi juga memberi ketenangan jiwa.
Di balik sepiring makanan pasien, ada kerja keras yang mungkin nggak pernah kita lihat. Instalasi gizi bekerja senyap, tapi hasilnya bisa sangat menentukan: apakah pasien cukup nutrisi? Apakah mereka merasa dihormati dan tenang?
Mungkin, inilah bentuk pelayanan kesehatan yang sebenarnya. Bukan sekadar menyembuhkan penyakit, tetapi juga memanusiakan pasien seutuhnya.