Konten dari Pengguna

Menuju Kemandirian, Pemanfaatan Geothermal Sebagai Energi Alternatif

Naba Salsa
Mahasiswa Fakultas ilmu komunikasi Universitas Pancasila
31 Desember 2023 18:06 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Naba Salsa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi renewable energy | sumber : freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi renewable energy | sumber : freepik.com
ADVERTISEMENT
Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim dan kebutuhan energi yang terus meningkat. Untuk menghadapi hal tersebut, Indonesia perlu memperhatikan diversifikasi sumber energi. Pemanfaatan geothermal atau panas bumi sebagai sumber energi alternatif merupakan upaya untuk menuju kemandirian energi Indonesia. Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yaitu panas bumi. Hal ini dikarenakan Indonesia berada di wilayah dengan aktivitas gunung berapi dan pergerakan lempeng tektonik, serta berada di garis khatulistiwa. Keberadaan panas bumi berpotensi menjadi sumber energi alternatif yang berkelanjutan. Pemanfaatan geothermal energy dinilai membawa banyak keuntungan dibandingkan dengan bahan bakar fosil.
ilustrasi geothermal energy | sumber : freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi geothermal energy | sumber : freepik.com
Mengapa Geothermal Energy?
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Undang-undang No. 27 Tahun 2003 dijelaskan bahwa sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, dan batuan, semuanya tidak dapat dipisahkan pada sistem geothermal dan untuk pemanfaatannya diperlukan proses penambahan.
Selain itu, geothermal memiliki keunggulan sebagai sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan. Emisi dari penggunaan geothermal energy jauh lebih sedikit dan bersih dibandingkan dengan sumber energi konvensional lainnya. Selanjutnya, geothermal energy berasal dari inti bumi dan tersimpan secara alami di dalamnya. Hal ini memungkinkan pengembangan teknologi untuk mengakses sumber daya ini secara efisien dan berkelanjutan. Keistimewaan lainnya terletak pada potensi besar yang dimiliki oleh Indonesia dalam cadangan energi panas bumi.
Kemudian, energi panas bumi tersedia secara kontinu tanpa henti. Dibandingkan dengan sumber energi lainnya, seperti tenaga surya atau angin yang tergantung pada kondisi cuaca dan iklim, geothermal energy tersedia 24 jam sehari, 7 hari seminggu, 365 hari setahun. Ketersediaan yang konstan ini membuatnya menjadi sumber energi yang dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan energi manusia. Seperti yang disebutkan oleh Nurwahyudin & Harmoko (2020) bahwa panas bumi memiliki keistimewaan yang terletak pada keberlangsungan sumbernya yang tidak bergantung pada kondisi cuaca maupun musim. Oleh karena itu, keandalan dan ketersediaan yang tak terbatas dari energi panas bumi menjadikannya solusi yang menjanjikan dalam mendukung keberlanjutan, kemandirian energi, dan melangkah menuju masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Kemandirian Energi melalui Geothermal Energy
Indonesia sedang giat berupaya untuk mencapai kemandirian energi dengan mengintensifkan pemanfaatan sumber energi terbarukan serta mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Kemandirian energi merupakan kemampuan suatu negara untuk menggunakan sumber daya energi yang dimiliki secara independen, meminimalkan ketergantungan pada impor energi, serta mengalokasikan modal dan keuntungan kembali ke industri energi dalam negeri. Ini mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan dan mengurangi ketergantungan pada sumber energi dari luar.
Salah satu potensi besar yang dimiliki Indonesia adalah cadangan energi panas bumi atau geothermal energy yang menjadi salah satu fokus utama dalam langkah menuju kemandirian energi. Sebagai negara dengan cadangan geothermal energy terbesar di dunia, Indonesia memiliki 285 titik panas bumi di area vulkanik. Potensi energinya mencapai sekitar 29 GWe, dapat dikembangkan untuk pembangkit listrik dan industri pertanian (Hakim et al., 2022). Namun, saat ini baru sekitar 1,2 GWe yang digunakan untuk listrik, terutama di Pulau Jawa.
ADVERTISEMENT
Secara spesifik, potensi panas bumi tersebar di berbagai pulau di Indonesia. Sumatera memiliki total potensi mencapai 13.516 MW, Jawa sekitar 10.092 MW, dan ada juga potensi yang cukup signifikan di pulau-pulau lain seperti Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Sejumlah daerah di Pulau Jawa seperti kawasan lapangan panas bumi di Garut dan Gunung Lawu memiliki potensi besar yang dapat dimanfaatkan. Di kawasan tersebut, potensi panas bumi dapat mencapai ratusan hingga ribuan MegaWatt.
ilustrasi geothermal power | sumber : freepik.com
Pembangunan PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) telah terjadi di beberapa wilayah, seperti PLTP Patuha yang mulai beroperasi pada tahun 2014 dan memiliki kapasitas sekitar 60 MW dengan cadangan terbukti sekitar 190 MWe. Di Jawa Tengah, Candi Umbul di Grabag, Gunung Lawu, serta Kawasan Kawah Ciwidey juga menunjukkan potensi yang signifikan, baik untuk pembangkit listrik maupun sebagai destinasi wisata pemandian air hangat.
ADVERTISEMENT
Wilayah lain di Indonesia juga memiliki potensi yang luar biasa. Sejumlah daerah di Sulawesi, seperti Bittuang di Tana Toraja, Sulili di Pinrang, dan Mangolo di Kabupaten Kolaka, menunjukkan potensi panas bumi yang dapat dimanfaatkan sebagai destinasi wisata pemandian air panas. Selain itu, di Sumatera Selatan, daerah Batu Bini, Ogan Komering Ulu Selatan, Rantau Dedap, serta di Sumatera Utara dan Sumatera Barat juga memiliki potensi yang menjanjikan.
Langkah-langkah konkret seperti pengesahan Undang-Undang Geothermal No. 21/2014 dan keberadaan perusahaan energi seperti PT. Pertamina Geothermal Energy (PGE) menunjukkan komitmen Indonesia dalam memperluas penggunaan geothermal energy sebagai bagian penting menuju kemandirian energi.
ilustrasi panas bumi di gunung | sumber : freepik.com
Tantangan Pengembangan Geothermal Energy
Meskipun potensi besar terdapat di banyak wilayah, pemanfaatan energi panas bumi masih belum maksimal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2017), Indonesia masih sangat bergantung pada energi fosil, yang mencapai konsumsi sebesar 74%, terutama dari minyak bumi (44%) dan batubara (30%). Transformasi besar diperlukan dalam pola konsumsi energi, terutama di sektor transportasi, untuk mengalihkan dari BBM ke BBG, biofuel, dan listrik. Peningkatan penggunaan geothermal energy dapat menjadi jawaban terhadap tantangan ini karena merupakan sumber energi ramah lingkungan, bersih, dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Namun, Pengembangan geothermal energy di Indonesia dihadapkan pada tiga tantangan utama yang menghambat optimalisasi pemanfaatannya. Fahmi Radhi, Pengamat Energi UGM, menyatakan bahwa terdapat tiga masalah utama yang menjadi penghalang dalam memanfaatkan panas bumi di Indonesia. Pertama, masalah perizinan menjadi kendala signifikan. Meski pemerintah telah menetapkan perizinan satu pintu, tetapi kendala lapangan, terutama terkait pembebasan lahan untuk proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), masih menjadi isu yang belum terselesaikan.
Kedua, infrastruktur menjadi hambatan lainnya. Panas bumi cenderung terdapat di daerah pegunungan, hutan, dan wilayah terpencil yang sulit dijangkau. Kurangnya akses yang memadai ke wilayah ini menyebabkan beberapa investor membangun infrastruktur sendiri, mengakibatkan biaya operasional yang tinggi dan nilai ekonomi yang kurang menarik.
ADVERTISEMENT
Ketiga, risiko tinggi dalam eksplorasi panas bumi menjadi tantangan serius. Meskipun secara geologis terdapat sumber daya panas bumi, hasil eksplorasi tidak selalu sesuai dengan perkiraan, sehingga pemanfaatannya belum optimal.
Oleh karena itu, dukungan pemerintah menjadi krusial dalam menyelesaikan masalah-masalah ini. Insentif seperti tax holiday diusulkan sebagai salah satu langkah untuk mendukung pengembangan panas bumi. Namun, tingkat ketidakpastian pada tahap awal proyek, terutama karena keterbatasan data yang disediakan oleh Pemerintah dan perubahan regulasi yang sering terjadi, membuat calon investor menjadi ragu dan sulit untuk melakukan perhitungan keekonomian proyek dengan akurat.
Kondisi ini dapat mengakibatkan investor mundur dari proyek geothermal di Indonesia, seperti yang terjadi dengan Enel Green Power dari Italia yang mundur dari lapangan Way Ratai di Lampung. Sementara itu, Pemerintah harus terus memperbaiki lingkungan usaha panas bumi, mengingat target pencapaian net zero emission Indonesia pada tahun 2060 atau lebih awal. Dalam hal ini, penggantian energi batu bara dengan energi ramah lingkungan dari panas bumi di pembangkit listrik PLN merupakan langkah yang bisa mendukung pencapaian target tersebut. Energinya bersih dan tidak mencemari lingkungan, serta berpotensi untuk menyumbangkan hingga 31% energi terbarukan pada tahun 2050.
ADVERTISEMENT