Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Bagaimana Pandangan Hukum Terhadap Tindakan Represif Polri Terhadap Aksi Massa?
4 Mei 2025 14:03 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Naba Sirul Jalil tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pada Hari Kamis (01/05/2025) Baru saja Kita memperingati Hari Buruh Internasional atau kita sebut May Day, Yang Merupakan hari peringatan internasional yang jatuh setiap tanggal 1 Mei untuk memperingati perjuangan para buruh dan pekerja di seluruh dunia. Namun pada kenyataanya hari buruh ini hari dimana kekerasan terjadi sehingga mengakibatkan disentralisasi kaum proletar dan kaum borjouis
ADVERTISEMENT
Mengapa demikian? Pada hari Kamis (01/05/2025) Jakarta kembali menjadi saksi semangat perjuangan buruh pada peringatan Hari Buruh Internasional, Sejak pagi itu ribuan buruh dari berbagai serikat pekerja memadati kawasan Patung Kuda hingga depan Istana Negara, dan gedung DPR untuk menyuarakan aspirasi dan tuntutan mereka kepada pemerintah.
Aksi ini diorganisir oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan didukung oleh berbagai aliansi buruh lainnya. Presiden KSPI, Said Iqbal, menyatakan bahwa sekitar 50.000 buruh dari wilayah Jabodetabek turut serta dalam aksi ini. Mereka membawa dua tuntutan utama yaitu: pencabutan Omnibus Law UU Cipta Kerja dan penghapusan sistem outsourcing serta penolakan terhadap upah murah.
Massa aksi juga menyoroti kenaikan harga bahan pokok yang tidak sebanding dengan upah yang diterima, serta menuntut pemerintah untuk menetapkan upah layak bagi para pekerja.
ADVERTISEMENT
Setelah berorasi di depan Istana, massa buruh melanjutkan aksi mereka dengan long march menuju Istora Senayan untuk menghadiri May Day Fiesta, sebuah acara yang diisi dengan orasi kebangsaan dan pertunjukan seni yang menggambarkan perjuangan buruh.
Hari Buruh Internasional tahun ini menjadi momentum bagi para pekerja untuk kembali menegaskan hak-hak mereka dan mendesak pemerintah untuk lebih memperhatikan kesejahteraan buruh di tengah dinamika ekonomi yang terus berubah.
Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) melaporkan bahwa aparat kepolisian bertindak represif terhadap massa aksi di depan gedung DPR. Sebanyak 14 peserta aksi ditangkap dan diperiksa di Polda Metro Jaya. (TAUD) menyatakan bahwa aparat kepolisian menghalangi akses bantuan hukum kepada massa aksi dan melanggar hukum dalam proses pemeriksaan .
ADVERTISEMENT
Lalu Bagaimana pandangan Hukum Tata Negara dalam tindakan tersebut?
Tindakan represif aparat kepolisian terhadap demonstran dan jurnalis merupakan pelanggaran serius terhadap hak-hak konstitusional warga negara. Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat." Selain itu, Pasal 28F UUD 1945 menjamin hak setiap orang untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi.
Tindakan kekerasan terhadap jurnalis juga melanggar kebebasan pers yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 4 ayat (3) UU Pers menyatakan bahwa "Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi."
Dalam konteks Hukum Tata Negara, tindakan represif aparat kepolisian mencerminkan penyalahgunaan kekuasaan oleh lembaga eksekutif yang seharusnya melindungi hak-hak warga negara. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam pelaksanaan prinsip checks and balances antara lembaga negara.
ADVERTISEMENT
Seketika saya teringat lagu "Buruh Tani" dalam liriknya
Buruh tani mahasiswa rakyat miskin kotaBersatu padu rebut demokrasi
Gegap gempita dalam satu barisanKita galang persatuan demi tuntutan rakyat,
Lirik ini menggambarkan Persatuan Kaum Tertindas persatuan lintas kelas sosial: buruh, tani, mahasiswa, dan rakyat miskin kota. Mereka bersatu dalam perjuangan untuk keadilan dan demokrasi.
Sudah menjadi Hak dan perlu dilindungi dalam aksi massa tersebut yang tertera dalam pasal 28E ayat 3 yang berbunyi "setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat