Daya Beli Masyarakat Kian Melemah, Bagaimana Upaya Pemerintah?

Nabela Safira
Mahasiswa Pendidikan Ekonomi 2018, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Jakarta
Konten dari Pengguna
27 Oktober 2020 9:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nabela Safira tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi gambar : okezone.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gambar : okezone.com
ADVERTISEMENT
Selama pandemi Covid-19 pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi semakin lesu. Pada kuartal II/2020 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat mengalami kontraksi sebesar -5,32 persen. Pada kuartal III/2020 pun, pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih akan berada dalam level kontraksi, yaitu pada kisaran -2,9 persen hingga -1,1 persen. Bank Indonesia (BI) pun memproyeksi inflasi sampai akhir tahun 2020 akan berada di batas bawah target inflasi bank sentral nasional. Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan inflasi akan tetap rendah bahkan dapat lebih rendah dari 2 persen atau di batas bawah sasaran 3 persen plus minus 1 persen.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Harga Konsumen (IHK) 2020 telah mengalami deflasi sebanyak tiga kali berturut-turut. Deflasi pertama kali terjadi pada bulan Juli, yakni sebesar 0,10 persen. Kemudian pada Agustus negara kembali mengalami deflasi sebesar 0,05 persen. Terakhir pada bulan September, IHK tercatat mengalami deflasi sebesar 0,05 persen. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, deflasi yang terjadi selama tiga bulan berturut-turut ini menandakan kalau daya beli masyarakat Indonesia masih sangat lemah. “Ini perlu diwaspadai, karena dengan deflasi berturut-turut selama tiga bulan, artinya di kuartal III/2020, daya beli masyarakat masih sangat lemah,” ujar Suhariyanto, Kamis (1/10) melalui video conference.

Para ekonom pun mengingatkan potensi pelemahan daya beli baik dari sisi produsen maupun konsumen akibat pandemi Covid-19 bisa semakin dalam bila pemulihan ekonomi tidak berjalan optimal. Meski PSBB sudah dilonggarkan dan diberlakukannya adaptasi kebiasaan baru namun sebagian besar masyarakat masih menunda melakukan konsumsi terutama untuk kebutuhan sekunder. Daya beli utamanya didorong oleh anjloknya permintaan masyarakat kelas ekonomi bawah lantaran penurunan pendapatan. Sementara masyarakat kelas ekonomi menengah ke atas justru lebih memilih untuk menunda konsumsi. Hal ini dikarenakan banyaknya masyarakat yang mengalami PHK ataupun di rumahkan oleh perusahaannya sehingga pendapatan masyarakat cenderung turun secara signifikan.

Daya beli masyarakat yang melemah ini membuat arah kebijakan pemerintah terkait inflasi menjadi berbeda dari sebelumnya. Bila biasanya pemerintah berusaha menjaga harga bahan pokok demi mempertahankan angka inflasi di level rendah, tahun ini justru angka inflasi dijaga agar tidak terlalu rendah. Presiden Joko Widodo pada Rakornas Pengendalian Inflasi 2020 menyatakan, “Kondisi perekonomian di tahun 2020 sangat berbeda dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Kali ini kita dituntut untuk mampu mempertahankan tingkat inflasi agar tidak terlalu rendah. Inflasi harus kita jaga pada titik keseimbangan agar memberikan stimulus pada produsen untuk tetap berproduksi.”
ADVERTISEMENT
Ia pun menambahkan, di tengah pandemi yang membuat ekonomi menjadi lesu, pemerintah perlu menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan. Hal ini dilakukan agar saat perekonomian nanti kembali pulih, harga bahan pokok tidak melonjak atau malah jatuh. Ia ingin harga bisa stabil begitu pandemi Covid-19 perlahan mereda. Karena itu, kebijakan pengendalian inflasi tidak hanya fokus pada upaya-upaya pengendalian harga, namun diarahkan juga agar daya beli masyarakat terjaga. Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa peningkatan daya beli masyarakat menjadi kunci dalam memulihkan perekonomian. Ia menyebut, daya beli atau konsumsi masyarakat merupakan motor penggerak untuk menggerakan kembali roda perekonomian.
Oleh karena itu, demi menjaga daya beli masyarakat, pemerintah melakukan upaya melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Program PEN merupakan salah satu rangkaian kegiatan untuk mengurangi dampak Covid-19 terhadap perekonomian. Pemerintah menjalankan program ini untuk merespon penurunan aktivitas masyarakat di saat pandemi yang berdampak pada ekonomi khususnya sektor informal atau UMKM. Dukungan yang diberikan dari program ini diantaranya bagi UMKM menetapkan subsidi bunga sebesar Rp.34,15 T, insentif pajak sebesar Rp.28,06 T serta penjaminan kredit modal kerja baru RP.6 T. Bagi korporasi, diberikan insentif pajak sebesar Rp.34,95 T dan penempatan dana pemerintah di perbankan untuk restrukturisasi debitur UMKM Rp.35 T. Dan bagi BUMN, terdapat penyertaan modal negara, pembayaran kompensasi, talangan (investasi) modal kerja dan dukungan-dukungan lainnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, program PEN juga memberikan perlindungan sosial kepada masyarakat untuk mendorong daya beli khususnya pada kebutuhan sehari-hari masyarakat. Total sebesar Rp.203,9 T disiapkan pemerintah untuk program perlindungan sosial dan Rp.1,3 T untuk insentif perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Program bantuan sosial diantaranya terdiri dari program keluarga harapan (Rp.37,4 T), kartu sembako (Rp.43,6 T), diskon listrik (Rp.6,9 T), bansos tunai non-jabodetabek (Rp.32,4 T), bansos sembako jabodetabek (Rp.6,8 T), BLT dana desa (Rp.31,8 T), kartu pra kerja (Rp.20 T) serta untuk kebutuhan logistik atau pangan (Rp.25 T). Dengan adanya perlindungan sosial diharapkan sisi konsumsi masyarakat bisa kembali pulih. Karena kebijakan mendorong sisi produksi (supply side) tidak akan efektif jika dari sisi permintaan (demand side) atau daya beli masyarakat masih melemah.
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani pun mengatakan sisi permintaan masih perlu didorong jika melihat angka inflasi yang lebih rendah dari target inflasi yang sudah ditentukan. Dengan demikian, program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk mendorong daya beli masyarakat akan terus dilakukan. "Kami harap APBN dengan sisa 2,5 bulan di 2020 bisa dimaksimalkan untuk meningkatkan pemulihan ekonomi terutama dari sisi demand,” ujarnya. Adapun pada kuartal keempat tahun ini, pemerintah optimis ekonomi Indonesia pada kuartal IV/2020 akan jauh lebih baik dibandingkan kuartal-kuartal sebelumnya, di mana ekonomi Indonesia diperkirakan akan tumbuh pada kisaran -1,7 persen hingga positif sebesar 0,6 persen.