Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
6 Ramadhan 1446 HKamis, 06 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Dispensasi Nikah Pasca Perubahan UU Perkawinan: Tren dan Tantangannya
5 Maret 2025 10:13 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Nabiila Husna Lailiya Raksamijaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Sejak pemerintah menaikkan batas usia pernikahan menjadi 19 tahun bagi laki-laki dan perempuan melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, jumlah permohonan dispensasi kawin justru meningkat. Banyak orang tua mengajukan izin ke pengadilan agar anak mereka tetap bisa menikah meskipun belum cukup umur. Fenomena ini menimbulkan berbagai pertanyaan: mengapa dispensasi kawin masih marak terjadi? Apa saja faktor yang melatarbelakanginya? Dan bagaimana dampaknya bagi anak yang menikah dini?
ADVERTISEMENT
Pada UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 7 ayat (1) UU tersebut menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika laki-laki sudah berusia 19 tahun dan perempuan berusia 16 tahun. Terlihat adanya perbedaan antara laki-laki dan Perempuan, dengan mempertimbangkan dilihat dari segi kesehatan, Perempuan yang berusia 16 tahun masih dianggap sangat muda dan dapat menimbulkan risiko terhadap angka kematian ibu dan bayi pasca melahirkan. Putusan Mahkamah Konstitusi, pada tanggal 14 Oktober 2019 disahkanlah revisi peraturan perundang-undangan mengenai syarat usia untuk menikah yang diberi nama Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Penyesuaian ini menjadikan adanya perbaikan aturan hukum dengan menaikkan batas usia minimal bagi perempuan untuk dapat menikah. Oleh karena itu, kriteria perempuan untuk dapat menikah sama dengan kriteria bagi laki-laki yakni 19 tahun. Batas usia 19 tahun merupakan usia kedewasaan yang mencakup aspek psikologis, emosional, dan fisik. Memilih menikah pada usia dewasa diharapkan dapat mengurangi tantangan terkait rumah tangga dan berpotensi menurunkan angka perceraian pada pasangan di bawah umur.
ADVERTISEMENT
Dispensasi kawin adalah izin khusus yang diberikan oleh pengadilan agama atau pengadilan negeri kepada calon pengantin yang belum memenuhi batas usia minimal pernikahan. Undang-Undang Perkawinan yang baru menetapkan usia menikah minimal 19 tahun, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Namun, aturan ini tetap memberikan celah, yakni izin dispensasi dapat diberikan dalam keadaan tertentu dengan alasan yang sangat mendesak serta bukti yang cukup.
Meskipun batas usia menikah telah dinaikkan, permohonan dispensasi kawin di pengadilan tetap tinggi. Beberapa alasan utama yang mendorong orang tua mengajukan dispensasi nikah antara lain:
1. Kehamilan di Luar Nikah: Banyak permohonan dispensasi diajukan karena calon pengantin perempuan sudah hamil di luar nikah. Orang tua sering kali menganggap pernikahan sebagai solusi untuk menghindari aib dan memberikan status hukum kepada anak yang akan lahir.
ADVERTISEMENT
2. Pengaruh Adat dan Budaya: Di beberapa daerah, menikah muda dianggap sebagai hal yang wajar, bahkan dianjurkan dalam tradisi. Orang tua masih berpegang pada adat yang menganggap pernikahan dini lebih baik dibandingkan membiarkan anak perempuan mereka tidak menikah.
3. Kondisi Ekonomi: Faktor ekonomi juga menjadi alasan utama. Beberapa keluarga yang hidup dalam keterbatasan ekonomi menganggap pernikahan anak sebagai cara untuk mengurangi beban tanggungan atau bahkan meningkatkan taraf hidup jika menikah dengan pasangan yang lebih mapan.
4. Perjodohan oleh Keluarga: Praktik perjodohan masih terjadi di beberapa daerah. Ada keluarga yang menikahkan anaknya dengan pasangan pilihan mereka, meskipun usianya belum cukup menurut hukum.
5. Kurangnya Pendidikan dan Kesadaran: Banyak keluarga yang tidak memiliki pemahaman tentang dampak negatif pernikahan dini. Mereka menganggap menikah adalah jalan keluar terbaik, tanpa mempertimbangkan risiko yang bisa terjadi di kemudian hari.
ADVERTISEMENT
6. Tekanan Sosial dan Perlindungan Nama Baik: Tekanan dari lingkungan sekitar juga memengaruhi keputusan orang tua. Dalam beberapa kasus, mereka lebih memilih menikahkan anaknya agar tidak menjadi bahan pembicaraan negatif di masyarakat.
Pernikahan dini yang terjadi akibat dispensasi kawin membawa berbagai konsekuensi, baik dari segi hukum, sosial, maupun psikologis. Beberapa di antaranya adalah:
• Risiko kesehatan ibu dan anak:Perempuan yang menikah di usia dini berisiko mengalami komplikasi saat melahirkan, meningkatkan angka kematian ibu dan bayi.
• Tingkat perceraian tinggi: Pasangan yang menikah muda cenderung belum matang secara emosional dan psikologis, sehingga lebih rentan mengalami konflik rumah tangga.
• Pernikahan siri sebagai alternatif: Jika permohonan dispensasi ditolak, beberapa keluarga memilih menikahkan anak mereka secara siri, yang berpotensi merugikan hak-hak perempuan dan anak.
ADVERTISEMENT
• Peningkatan permohonan isbat nikah: Pernikahan yang dilakukan secara agama tanpa pencatatan negara akhirnya banyak yang mengajukan isbat nikah ke pengadilan agama agar sah secara hukum.
Perubahan batas usia pernikahan dalam UU Perkawinan bertujuan untuk melindungi anak dari risiko pernikahan dini. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa dispensasi kawin masih marak terjadi, didorong oleh berbagai faktor seperti kehamilan di luar nikah, adat budaya, ekonomi, hingga tekanan sosial. Oleh karena itu, upaya pencegahan pernikahan dini tidak cukup hanya dengan menaikkan batas usia menikah, tetapi juga harus diiringi dengan edukasi, peningkatan kesejahteraan ekonomi, dan kesadaran hukum di masyarakat.
Daftar Pustaka:
UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Supriyadi, dan Budi Prasetyo. Analisis Yuridis Terhadap PermohonanDispensasi Nikah. Jurnal Akta Notaris. Vol. 3, No. 2, Desember 2024
ADVERTISEMENT
Dona Salwa, Soraya Parahdina, dan Abidzar Al Ghiffary. Implikasi Perubahan Undang-Undang Perkawinan Mengenai Batas Usia Perkawinan dalam Sistem Hukum Keluarga di Indonesia. Journal of Islamic and Law Studies. Vol. 8, No. 1, 2024. pp. 136-156.
Departemen Agama RI, Bahan Penyuluhan Hukum (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Pelembagaan Agama Islam, 2001).