Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
12 Ramadhan 1446 HRabu, 12 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Serikat Guru menggugat Kebijakan DEI Trump : Ancaman bagi Pendidikan Inklusif?
12 Maret 2025 12:41 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Nabila Saisa Nur Mustafa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Presiden Donald Trump secara resmi dinyatakan menang dalam pemilu di Amerika Serikat pada tahun 2024. Dengan kemenangannya tersebut, Presiden Trump mengeluarkan kebijakan yang berbeda dibandingkan kebijakan yang sebelumnya diterapkan oleh DEI.
ADVERTISEMENT
DEI adalah singkatan dari Diversity, Equity and Inclusion. DEI dirancang untuk menciptakan sebuah lingkungan yang menghargai perbedaan dan memberikan kesetaraan tanpa memandang latar belakang seseorang.
Perintah eksekutif pertama mengenai DEI dikeluarkan pada 20 Januari 2025 oleh Presiden Trump, tepat beberapa jam setelah pengambilan sumpah jabatannya. Perintah eksekutif ini dikeluarkan untuk membatasi lembaga-lembaga federal yang dinilai terlalu berlebihan dalam mengimplementasikan ide-ide DEI dalam dunia pendidikan dan berpotensi memberikan pengaruh buruk bagi anak-anak di Amerika Serikat, seperti melakukan prosedur bedah transisi gender di usia yang masih belia.
Kebijakan ini masih selaras dengan perintah eksekutif yang dikeluarkan oleh Presiden Trump pada tanggal 28 Januari 2025 mengenai "Protecting Children from Mutilation Surgery." Perintah eksekutif ini memuat kekhawatiran tentang dampak buruk jangka panjang terhadap intervensi medis kepada anak-anak.
ADVERTISEMENT
Pada 29 Januari 2025 Presiden Trump resmi menandatangani perintah eksekutif yang dikeluarkan untuk mengakui hanya dua jenis kelamin. Diharapkan Perintah Eksekutif ini dapat segera diberlakukan di seluruh sektor departemen pendidikan federal Amerika Serikat. Selain itu, perintah eksekutif ini juga mengharuskan untuk membatasi pembahasan LGBTQ di sekolah karena dinilai kurang baik untuk dijadikan sebagai topik pembelajaran pada anak-anak yang sulit untuk memahami hal kompleks tersebut.
Apabila ada sekolah atau universitas yang tidak mematuhi perintah eksekutif yang dikeluarkan, maka sesuai dengan hukum yang berlaku akan dikenakan sanksi berupa penahanan dana operasional terhadap sekolah atau universitas tersebut. Pembelajaran di sekolah sebaiknya lebih difokuskan pada pendidikan patriotik karena hal ini berperan dalam mendorong peningkatan rasa bangga terhadap negara untuk mendukung kebijakan "America First."
Hal ini memicu gugatan federal dari American Federation of Teachers (AFT) dan american sociological association di Maryland karena hal ini dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak kebebasan berbicara. Pelanggaran yang dimaksud meliputi:
ADVERTISEMENT
Kebijakan penghapusan perlindungan terhadap diskriminasi berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender dinilai merugikan dan berpotensi membahayakan pengajar di institusi pendidikan. Selain itu, perubahan fokus dari "ideologi gender dan teori ras kritis" ke "pendidikan patriotik" akan menyebabkan pergeseran dari yang awalnya berupa pemahaman kritis terhadap sejarah dan kebijakan sosial menjadi narasi tunggal yang lebih homogen.
Dengan adanya ancaman penghilangan dana federal dari institusi yang mengakui seseorang tanpa memandang latar belakangnya, hal ini dianggap berpotensi membahayakan pendidikan inklusif di Amerika Serikat saat ini. Meskipun kebijakan ini dianggap banyak membatasi dalam hak kebebasan berbicara, tujuan dikeluarkannya perintah eksekutif ini adalah sebagai bentuk kekhawatiran pemerintah Amerika Serikat terhadap kurangnya tanggung jawab orang dewasa yang memaksakan ide mereka untuk diimplementasikan kepada anak-anak yang bahkan masih belum matang dalam berpikir.
ADVERTISEMENT