news-card-video
13 Ramadhan 1446 HKamis, 13 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Konflik Rohingya: Tinjauan Aksiologi terhadap Krisis Kemanusiaan

NABIL FAWWAZ ZAIDAAN
Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Airlangga
6 Juni 2023 14:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari NABIL FAWWAZ ZAIDAAN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pengungsi Rohingya yang Ditangkap Tentara Bangladesh di Perbatasan Bangladesh. Foto: Mohammad Ponir Hossain/Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Pengungsi Rohingya yang Ditangkap Tentara Bangladesh di Perbatasan Bangladesh. Foto: Mohammad Ponir Hossain/Reuters
ADVERTISEMENT
Myanmar merupakan salah satu negara bagian Asia Tenggara yang merdeka pada tahun 1948. Meski telah merdeka, kehidupan masyarakat Myanmar masih dipenuhi oleh gejolak politik dan juga segenap permasalahan etnis. Rohingya merupakan etnis yang menjadi korban kekerasan etnis. Kekerasan tersebut bermula pada tahun 1978 dimana adanya operasi King Dragon yang memaksa mereka untuk keluar dari wilayah mereka sendiri. Tidak sampai situ, status kewarganegaraan mereka juga tidak diakui pada tahun 1982. Situasi konflik yang berkepanjangan membuat pengungsi Rohingya bermigrasi secara ilegal ke Bangladesh. Namun, pada tahun 1990 mereka dipaksa kembali, lalu pada tahun 2001 rumah ibadah dan fasilitas pendidikan mereka dibakar.
ADVERTISEMENT
Hilangnya nilai kemanusiaan yang muncul pada tahun 2012, dimana kelompok ekstrimis yang menamakan diri mereka sebagai kelompok 969 muncul dengan tujuan menghapus etnis Rohingya dari Myanmar. Akibat dari adanya kelompok tersebut, sekitar 140.000 pengungsi ditempatkan di kamp konsentrasi dan mengakibatkan tewasnya 200 orang. United Nations High Commisioner for Refurgees (UNHCR) sendiri memperkirakan terdapat 150.000 pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar. Puncak dari hilangnya nilai kemanusiaan tersebut terjadi pada tahun 2016 yang mengakibatkan tewasnya 150 orang dan terbakarnya 3 desa.
Konflik Rohingya telah menimbulkan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang sangat serius dan krisis manusia yang kian mengenaskan. Mulai dari kekerasan dan pembunuhan masal yang terjadi hingga kondisi kamp pengungsi yang memprihatinkan dikarenakan masalah sanitasi yang buruk, akses penggunaan air bersih yang sangat terbatas, pangan yang tidak tercukupi, serta layanan kesehatan yang minim mengakibatkan berbagai penyakit dan penderitaan yang luar biasa bagi etnis Rohingya. Oleh karena hal tersebut, masyarakat Rohingya wajar saja melakukan migrasi agar terbebas dari belenggu penderitaan dan mendapat perlindungan.
ADVERTISEMENT
Dalam sudut pandang aksiologi selaku cabang filsafat yang berhubungan dengan studi tentang nilai, konflik kemanusiaan yang terjadi dalam konflik Rohingya merupakan pelanggaran yang serius terhadap nilai-nilai kemanusian. Pandangan tersebut lahir dikarenakan adanya keterkaitan aksiologi melalui analisis nilai kemanusiaan terhadap konflik Rohingya. Setidaknya terdapat 5 nilai yang menjadi pembahasan utama dalam analisis nilai kemanusiaan dalam konflik Rohingya menurut aksiologi, yakni:
1. Martabat Manusia: Perlu diketahui bahwa aksiologi menegaskan bahwa menghormati martabat sesama manusia merupakan hal yang penting selaku nilai fundamental dalam berperilaku antarmanusia. Hal tersebut berbanding terbalik dengan konflik Rohingya yang melakukan pelanggaran HAM dengan melibatkan kekerasan, pemaksaan, hingga pembunuhan massal yang merupakan pelecehan terhadap martabat dan nilai kemanusiaan.
2. Kebebasan: Aksiologi menjunjung tinggi nilai kebebasan selaku hak asasi manusia. Namun, dalam konflik Rohingya, kebebasan bermasyarakat, kebebasan beragama, dan kebebasan berpendapat merupakan sebuah hal yang mustahil untuk diwujudkan.
ADVERTISEMENT
3. Kesetaraan: Dalam aksiologi, nilai kesetaraan merupakan prinsip fundamental. Hal tersebut justru bertentangan dengan diskriminasi dan pembersihan etnis yang terjadi dalam konflik Rohingya. Disini aksiologi menekankan prinsip kesataraan dalam segala aspek tanpa memandang latar belakang seseorang.
4. Keadilan: Keadilan tentunya menjadi aspek yang terkait dengan aspek kesetaraan, terutama dalam konteks kemanusiaan. Dalam konflik Rohingya sendiri, aksiologi memberi pandangan bahwa kasus pelanggaran HAM yang terjadi memerlukan adanya penegakan keadilan dan adanya tanggung jawab pelaku kejahatan. Sistem hukum sudah seharusnya berlaku adil tanpa terkecuali.
5. Empati: Empati sendiri merupakan nilai utama dalam aksiologi. Berbanding terbalik dengan yang terjadi dalam konflik Rohingya, rasa empati pelaku pelanggaran HAM sudah musnah. Oleh karena itu, aksiologi menegaskan adanya sikap empati terhadap penderitaan para korban dan diperlukan adanya kontibusi masyarakat dalam mendukung etnis Rohingya.
ADVERTISEMENT