Konten dari Pengguna

Menguji Pengawasan DPR terhadap Pemerintah Terkait Kebijakan Penanganan COVID-19

Nabil Fiady
Mahasiswa Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada
12 Mei 2020 7:47 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nabil Fiady tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Hotline corona. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Hotline corona. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Corona Virus Disease atau Covid-19 pertama kali dilaporkan kepada WHO pada akhir Desember 2019 yang dipercaya berasal dari Wuhan, Tiongkok. Dalam hitungan bulan, virus ini dengan cepat menyebar ke berbagai negara. Mengantisipasi penyebaran virus, banyak negara mengambil kebijakan untuk mempersiapkan kemungkinan wabah dengan memperluas kampanye pencegahan, menyiapkan berbagai fasilitas kesehatan, menetapkan prosedur dan protokol penanganan, serta mempersiapkan kanal informasi publik yang terpercaya (Widanignrum dan Mas’udi, 2020: 46).
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, Indonesia berbeda dengan negara lain dimana para pejabat publik justru mengabaikan ancaman penyebaran wabah sehingga tidak ada urgensi untuk mengambil kebijakan antisipasi.
Sejumlah pernyataan pejabat publik meyakini Indonesia akan kebal dari wabah Covid-19 dengan berbagai argumen yang tidak berbasis pada pengetahuan dan keilmuan yang memadai. Bahkan masih ada optimisme bahwa penyebaran wabah di berbagai negara dapat menjadi peluang ekonomi nasional.
Pada perkembangannya, hingga saat ini hampir tidak ada satu negara pun yang benar-benar kebal dari Covid-19. Optimisme bahwa virus tidak akan menyebar di Indonesia berubah drastis ketika Presiden Jokowi mengumumkan kasus positif pertama pada 2 Maret 2020.
Akan tetapi, akibat tidak adanya kebijakan yang menunjukkan kesiapsiagaan, pasca pengumuman yang terjadi justru kegagapan dalam menangani Covid-19 (Mas’udi dan Astrina, 2020). Sebagai konsekuensi atas kelalaian pemerintah, Presiden Jokowi beserta kabinetnya segera mengeluarkan beberapa kebijakan strategis terkait penanganan pandemi Covid-19, yakni sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Melihat peran pemerintah yang cukup strategis dalam penanganan Covid-19 maka diperlukan suatu pengawasan agar pelaksanaan kebijakan tersebut berjalan secara transparan, akuntabel, efektif, dan efisien.
Salah satu elemen yang dapat mengawasi kinerja pemerintah adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selaku lembaga representasi formal. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3, DPR mempunyai 3 fungsi, yakni legislasi, anggaran, dan pengawasan.
Dalam pelaksanaan fungsi pengawasan, DPR memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, APBN, dan kebijakan pemerintah. Dalam fungsi ini juga, DPR memiliki 3 hak, yakni hak interpelasi (bertanya), hak angket (menyelidiki), serta hak menyatakan pendapat.
Menindaklanjuti fungsi tersebut, DPR membentuk Tim Pengawasan (Timwas) terhadap Pelaksanaan Penanganan Bencana Pandemi Covid-19. Anggota Timwas berasal dari seluruh fraksi dan komisi yang diketuai oleh Wakil Ketua DPR Bidang Kesejahteraan Rakyat, Muhaimin Iskandar.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, Timwas dibentuk untuk memastikan bahwa pelaksanaan penanganan pandemi Covid-19 yang dilaksanakan pemerintah dari aspek regulasi, kelembagaan, dan mitigasi bencana dapat berjalan dengan efektif dan tepat sasaran (DPR RI, 2020). Singkatnya, tim tersebut merupakan representasi DPR dalam kerja pengawasan terhadap pemerintah yang sedang bekerja menanggulangi pandemi Covid-19.
Pembentukan Timwas dapat dikatakan sejalan dengan aspirasi masyarakat yang menginginkan DPR lebih menitikberatkan fungsi pengawasan ketimbang legislasi. Pasalnya, dalam beberapa kesempatan DPR kerap melaksanakan fungsi legislasi yang dianggap kontroversial dan kontraproduktif dengan kebutuhan masyarakat, salah satunya pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja. Peneliti Indonesia for Criminal Justice Reform (ICJR), Maidina Rahmawati, menilai bahwa yang paling penting untuk DPR lakukan saat ini adalah mendalami dan mengawasi apa yang telah dilakukan pemerintah, mulai dari pengawasan kinerja hingga kesiapan pengelolaan anggaran penanggulangan Covid-19 (Mashabi, 2020).
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, banyak wacana yang berkembang bahwa pembentukan Timwas ini hanya bersifat simbolik saja agar DPR dianggap menjalankan tugasnya sesuai kehendak rakyat, salah satunya melalui koalisi masyarakat sipil yang melayangkan somasi terbuka untuk DPR karena dianggap lemah dalam mengawasi pemerintah dalam menangani penyebaran wabah Covid-19 (KumparanNews, 2020).
Mereka pun berharap bahwa DPR dapat mengawasi kinerja pemerintah secara optimal. Oleh karena itu, keberadaan Timwas merupakan suatu ujian bagi DPR dalam pelaksanaan fungsi pengawasan di tengah pandemi. Jika kinerja Timwas buruk maka public trust terhadap DPR akan semakin tergerus, tetapi jika kinerjanya baik maka bukan tidak mungkin public trust terhadap DPR akan kembali pulih.
Adapun dalam artikel ini, penulis akan memaparkan beberapa ujian yang perlu dihadapi Timwas DPR perihal pengawasan kebijakan penanganan Covid-19. Melalui ujian ini-lah kinerja DPR sebagai representasi masyarakat akan terlihat dan dapat dinilai langsung oleh masyarakat.
ADVERTISEMENT
Ujian Terhadap Tim Pengawasan DPR
Tugas dan wewenang DPR dalam melakukan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah terkait penanganan Covid-19 dilimpahkan kepada Timwas DPR. Dalam pelaksanaannya, Timwas menghadapi suatu ujian yang mempertaruhkan kinerja DPR dalam melakukan fungsi pengawasan. Oleh karena itu, terdapat beberapa kebijakan yang perlu diawasi secara ketat oleh Timwas, adapun berbagai kebijakan tersebut memiliki ujiannya masing-masing, berikut pemaparannya.
Pertama, pengawasan terhadap Gugus Tugas Covid-19 (Keppres Nomor 7 Tahun 2020 yang diubah menjadi Keppres Nomor 9 Tahun 2020). Perlu kita ketahui bahwa pada 16 April 2020, Timwas menggelar rapat secara virtual dengan Gugus Tugas Covid-19. Sebagai bukti pengawasan, Timwas menyampaikan beberapa evaluasi, seperti: perlunya melibatkan rumah sakit swasta guna menampung besarnya jumlah pasien Covid-19, memastikan paramedis menggunakan alat kesehatan yang memadai, serta mempercepat dan memperbanyak rapid test/PCR yang bertujuan untuk memetakan jumlah masyarakat yang terjangkit maupun mengisolasi pasien yang positif sehingga dapat memutus rantai penyebaran penyakit. Timwas juga mengkritik gugus tugas yang kurang menjalankan sosialisasi hidup sehat dan tidak menjalankan fungsi koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait maupun pemerintah daerah (Shofihara. 2020). Di lain hal, Doni Monardo selaku Ketua Gugus Tugas Covid-19 menyatakan bahwa mereka tidak hanya menghadapi penyakit, melainkan juga menghadapi masalah birokrasi dan ego sektoral di pemerintahan (Bayhaqi, 2020).
ADVERTISEMENT
Dapat kita sadari bahwa Timwas sudah menjalankan tugasnya cukup baik dengan mengkritisi dan juga mengevaluasi kinerja Gugus Tugas Covid-19. Harapannya, gugus tugas dapat mempertimbangkan evaluasi tersebut dan mengoptimalisasi kinerjanya. Akan tetapi, Timwas mendapatkan tugas baru untuk menekan gugus tugas agar aktif melakukan sosialisasi hidup sehat serta mengimbau pemerintah untuk mensinergikan tugas dan wewenang antar kementerian/lembaga/pemerintah daerah sehingga tidak terjadi ego sektoral maupun hambatan birokrasi. Oleh karena itu, tugas tersebut merupakan ujian baru bagi Timwas, jika pemerintah atau gugus tugas tidak maksimal dalam menjalankan kewajibannya maka Timwas memiliki kewenangan untuk menyatakan pendapat atau bahkan melakukan hak interpelasi.
Kedua, pengawasan terhadap kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar/PSBB (PP Nomor 21 Tahun 2020). Hingga saat ini, belum ada evaluasi dari Timwas terhadap kebijakan PSBB. Padahal penerapan PSBB cukup menimbulkan polemik. Menurut Dosen Kesehatan Global Universitas Griffith, Febi Dwirahmadi (2020), terdapat 3 permasalahan utama dalam penerapan PSBB, yakni: Pertama, proses birokrasi yang rumit. Dalam hal ini, proses penetapan PSBB di daerah-daerah harus mendapatkan persetujuan dari Menteri Kesehatan. Untuk mendapatkan persetujuan, setiap pemerintah daerah harus memenuhi beberapa persyaratan, berupa jumlah kasus yang memadai dan kejadian penularan virus lokal di wilayah tersebut. Akibatnya, terdapat beberapa daerah yang mendapatkan penolakan atas permohonan mereka untuk menerapkan PSBB. Kedua, penerapan PSBB di Indonesia tidak dilandasi dengan basis data dan riset. Jika berkaca dari Australia dalam pelaksanaan PSBB-nya, mereka menyertakan hasil riset terkait kesiapan fasilitas kesehatan sehingga rumah-rumah sakit dapat mempersiapkan kemungkinan jumlah pasien kritis selama PSBB. Ketiga, cara pemerintah mengkomunikasikan PSBB maupun pandemi Covid-19 banyak menuai kritik karena bahasa yang digunakan terlalu rumit dan tidak mudah dipahami masyarakat. Jika masyarakat tidak mengerti pentingnya PSBB, bagaimana mereka bisa mematuhi anjuran pemerintah untuk membatasi pergerakan. Banyaknya pelanggaran yang terjadi selama PSBB kemungkinan besar berasal dari ketidakpahaman masyarakat ditambah dengan pengawasan yang kurang efektif. Disamping itu, penerapan PSBB juga cukup berdampak signifikan pada sektor ekonomi, seperti driver ojek online yang mengalami pengurangan pendapatan karena tidak bisa mengangkut penumpang, bertambahnya jumlah masyarakat menengah ke bawah karena kantor banyak yang ditutup, banyaknya perusahaan maupun pedagang yang mengalami pengurangan pendapatan bahkan gulung tikar, serta potensi terjadinya PHK karena perusahaan tidak bisa beroperasi (Yudhistira dalam Lidyana, 2020).
ADVERTISEMENT
Melihat banyaknya permasalahan dalam PSBB, tugas Timwas menjadi cukup berat. Pasalnya, banyak masyarakat yang terdampak dari penerapan PSBB, khususnya dalam sektor ekonomi. Tidak hanya itu, penerapan PSBB yang tidak dilandaskan pada peraturan perundang-undangan yang ada juga menambah tugas Timwas, seperti panjangnya alur birokrasi perizinan PSBB, kurangnya riset dan data terkait kesiapsiagaan rumah sakit, serta buruknya komunikasi publik oleh pemerintah. Oleh karena itu, Timwas mendapatkan tugas baru berupa mengawasi pengendalian dampak ekonomi selama dan pasca PSBB, pengawasan perizinan PSBB yang sangat birokratis, mendorong pemerintah untuk melakukan riset perihal kesanggupan fasilitas kesehatan atau rumah sakit dalam mengelola pasien Covid-19, serta mendesak pemerintah untuk memperbaiki komunikasi publik agar masyarakat dapat memahami PSBB secara baik. Jika pemerintah melakukan pelanggaran atau kekeliruan maka Timwas jangan ragu-ragu untuk menggunakan hak menyatakan pendapat atau hak interpelasi.
ADVERTISEMENT
Ketiga, pengawasan terhadap perubahan APBN (Perppu Nomor 1 Tahun 2020 dan Perpres Nomor 54 Tahun 2020). Pada akhir Maret, Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang kemudian ditambahkan regulasi turunan berupa Perpres 54 Tahun 2020. Dalam regulasi ini, pemerintah menyiapkan tambahan anggaran Rp. 405,1 triliun untuk penanganan Covid-19. Dana tersebut dialokasikan di 4 sektor guna menahan pandemi, yakni sektor perlindungan sosial sebesar Rp. 100 triliun, sektor kesehatan sebesar Rp. 75 triliun, sektor ekonomi sebesar Rp. 150 triliun, dan sektor perpajakan sebesar Rp. 70,1 triliun (Tobing, 2020). Melihat besarnya anggaran tersebut maka tugas Timwas DPR sangatlah penting agar tidak terjadi penyelewengan saat alokasi dan distribusi anggaran.
Walaupun hingga saat ini belum ada evaluasi signifikan dari Timwas terhadap pemerintah dalam pelaksanaan Perppu, namun terdapat beberapa hal yang perlu dikaji lebih dalam. Pertama, dalam sektor kesehatan pemerintah menemui banyak tantangan, khususnya perihal kurangnya APD dan alat kesehatan yang membuat rumah sakit saling bersaing. Hal ini lah yang membuat pemerintah menggelontorkan dana besar terkait pengadaan alat kesehatan, bahkan pengadaan ini dilakukan tanpa lelang. Timwas pun harus memastikan bahwa tidak ada kartel atau kesepakatan menentukan harga eksesif dalam pengadaan ini. Disamping itu, Timwas juga perlu memastikan bahwa alat kesehatan yang dibeli memiliki kualitas unggul dan sesuai dengan standar WHO (Thomas, 2020). Di sisi lain, Timwas juga perlu menekan pemerintah agar membayar insentif tenaga medis secara penuh dan tepat waktu, meningkatkan kapasitas rumah sakit secara optimal, serta memberi santunan kepada tenaga medis yang gugur dalam memerangi Covid-19.
ADVERTISEMENT
Kedua, dalam sektor perlindungan sosial terdapat beberapa permasalahan yang cukup menyita perhatian publik. Dalam hal penerimaan bantuan sosial, terdapat ketidaksinkronan data antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah sehingga penyalurannya tidak tepat sasaran. Kemudian, menggratiskan tarif listrik bagi pelanggan 450 VA dan diskon 50 persen bagi pelanggan 900 VA dianggap salah sasaran. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai seharusnya yang diprioritaskan pemerintah adalah konsumen yang tinggal di perkotaan. Sebab faktanya merekalah yang terdampak langsung karena tidak bisa bekerja, aktivitas ekonominya berhenti, dan mayoritas bekerja dari rumah. Menurut YLKI masyarakat pedesaan masih bisa bekerja karena tidak terdampak langsung atas wabah Covid-19 (Rezkisari, 2020). Disamping itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform, Fabby Tumiwa menilai pemerintah kurang tepat dalam merencanakan penerima stimulus. Pasalnya, pemerintah tidak memiliki ukuran dan mekanisme siapa saja yang pantas menerima bantuan tersebut. Bisa saja ada orang yang tidak mampu namun kebetulan mengontrak dengan listrik 1300 VA dimana mata pencaharian dan usahanya terdampak, namun justru tidak mendapat subsidi sama sekali bahkan tagihannya cenderung naik (Merdeka, 2020). Terakhir, program kartu pra-kerja memiliki banyak permasalahan, yakni: proses penentuan pelaku usaha yang tidak transparan, peluncuran kartu pra-kerja layaknya kartu belanja dengan ketentuan sebagian dananya harus dibelanjakan untuk produk berupa video/materi yang disediakan pelaku usaha yang ditunjuk, materi dari pelaku usaha tidak berkualitas dan umumnya banyak tersedia di internet/Youtube sehingga terjadi pendangkalan makna keterampilan dan keahlian, para pencari kerja tidak bisa membeli bahan kebutuhan pokok sehingga kebijakan ini dianggap “proyek membeli produk” pelaku usaha, serta dana yang dikeluarkan tidak ada velocity-nya dan tidak produktif untuk PDB karena hanya menguntungkan pihak tertentu saja (Sasmita, 2020).
ADVERTISEMENT
Ketiga, dalam sektor ekonomi, relaksasi kredit tidak berjalan secara merata. Pasalnya, relaksasi kredit dan pembiayaan sejatinya tidak diobral ke semua debitur dimana bank dan multifinance tetap dituntut untuk memberikan relaksasi secara berhati-hati dan penuh penghitungan manajemen resiko. Dengan begitu, relaksasi hanya diberikan kepada debitur yang punya rekam jejak baik dan sesuai dengan mekanisme penghitungan bank/multifinance (Fauzie, 2020). Keempat, dalam sektor perpajakan, relaksasi fiskal berupa keringanan administrasi maupun beban perpajakan yang digelontorkan pemerintah untuk mengantisipasi kelesuan ekonomi akan semakin menggerus penerimaan pajak. Saat kontribusi ekonomi terhadap pajak menurun maka pemerataan beban pajak melalui strategi yang tepat sasaran semakin dibutuhkan (Kusuma, 2020). Kelima, dalam pasal 27 ayat 1 sampai 3, pengambil kebijakan menjadi kebal hukum jika dalam pelaksanaan Perppu ini terjadi maladministrasi seperti penyalahgunaan anggaran, pembiayaan yang tidak efektif dan efisien, penggelapan dana, dsb. Pasal ini tentunya berpotensi menggerus transparansi dan akuntabilitas pemerintah maka diperlukan suatu tindakan tegas dari Timwas agar pasal ini direvisi serta tidak dijadikan dalih oleh pemerintah untuk melakukan tindakan-tindakan maladministrasi maupun koruptif (DPR RI, 2020).
ADVERTISEMENT
Kelima permasalahan diatas merupakan ujian yang sangat berat bagi Timwas. Pasalnya, jika tidak diawasi secara tegas maka bukan tidak mungkin Perppu ini keluar dari jalannya dan justru merugikan masyarakat. Dalam hal ini, Timwas harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk mengawasi pelaksanaan Perppu, baik di sektor kesehatan, perlindungan sosial, ekonomi, maupun perpajakan. Disamping itu, Timwas juga perlu meminta pertanggungjawaban kepada pemerintah terkait pasal 27 karena berpotensi terjadinya maladministrasi dan tindakan koruptif. Banyaknya permasalahan tersebut dapat dijadikan landasan Timwas untuk menggunakan hak menyatakan pendapat, hak interpelasi, bahkan hak angket jika terjadi pelanggaran serius.
Keempat, pengawasan terhadap kebijakan pelarangan mudik (Permenhub Nomor 25 Tahun 2020 dan Surat Edaran Gugus Tugas Covid-19 Nomor 4 Tahun 2020). Hingga saat ini, banyak kritikan yang datang dari Timwas maupun anggota DPR lainnya terkait relaksasi moda transportasi di tengah kebijakan PSBB dan larangan mudik. Pasalnya, aturan ini semakin membingungkan masyarakat, pemerintah daerah, dan pelaku usaha transportasi. Disamping itu, substansi SE Nomor 4 Tahun 2020 juga bertentangan dengan Permenhub Nomor 25 Tahun 2020. Dalam Permenhub, seluruh moda transportasi dihentikan operasionalnya, baik darat, laut, maupun udara. Sedangkan dalam SE tersebut, semua moda transportasi boleh kembali beroperasi meski dengan syarat tertentu (KumparanNews, 2020). Peraturan ini pun dianggap kontradiktif dengan semangat pemerintah menurunkan kurva pandemi di bulan Mei, justru kebijakan ini dapat memperlama penanganan Covid-19. Pemerintah pun dianggap tidak memerhatikan kesehatan masyarakat, melainkan mereka memilih penyelamatan ekonomi (Rosana, 2020). Oleh karena itu, permasalahan ini merupakan ujian tambahan bagi Timwas untuk mengawasi kinerja pemerintah, khususnya Kemenhub dan Gugus Tugas Covid-19. Kebijakan yang bertentangan dengan penanganan Covid-19 ini dapat dijadikan landasan bagi Timwas untuk menyatakan pendapatnya, bahkan hak interpelasi dengan menanyai pihak terkait.
ADVERTISEMENT
Penutup
Melalui pemaparan diatas, kita menyadari bahwa kegagapan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 menghasilkan dampak negatif. Akibatnya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pun menyisakan banyak persoalan. Mulai dari kinerja Gugus Tugas Covid-19 yang sering mis-koordinasi dan sering terhambat karena ego sektoral birokrasi. Kebijakan PSBB yang birokratis dan tidak efektif, serta ditambah dengan buruknya komunikasi publik pemerintah. Penetapan Perppu APBN yang tidak transparan dan akuntabel, serta sarat akan kepentingan pelaku usaha. Hingga “mencla-mencle”nya pemerintah dalam pelarangan mudik. Dengan begitu, peran DPR dalam pelaksanaan fungsi pengawasan sangat dinanti-nanti oleh masyarakat, mereka pun berharap DPR dapat memperbaiki kinerja pengawasannya sehingga kebijakan yang dijalankan pemerintah tetap berada di koridornya dan bersifat responsif terhadap kebutuhan publik. Bahkan akan lebih baik jika hasil evaluasi dari DPR dijadikan alasan pemerintah untuk meng-crosscheck kebijakannya. Alhasil, DPR pun menghadapi suatu ujian berat.
ADVERTISEMENT
Melalui pembentukan Tim Pengawasan terhadap Pelaksanaan Penanganan Bencana Pandemi Covid-19, mereka diharapkan dapat memastikan bahwa pelaksanaan penanganan Covid-19 yang dilaksanakan pemerintah dari aspek regulasi, kelembagaan, dan mitigasi bencana dapat berjalan dengan efektif dan tepat sasaran. Hingga saat ini, Timwas baru mengevaluasi salah satu kebijakan saja, karenanya, di tengah harapan publik yang tinggi kepada pemerintah dalam pengangangan Covid-19, banyak aspek pengawasan yang perlu dilakukan Timwas secara cepat dan tepat. Walaupun saat ini DPR dikuasai oleh partai politik pendukung pemerintah, namun hal tersebut seharusnya tidak menjadi halangan. Pasalnya, sesuai amanat konstitusi, DPR merupakan mitra kritis dan pengawas pemerintah, bukan sobat pemerintahan Jokowi. Seharusnya, Timwas tidak segan-segan untuk menggunakan hak menyatakan pendapat, hak interpelasi, maupun hak angket jika kebijakan pemerintah dinilai berseberangan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, Timwas diharapkan dapat bekerja secara profesional dan objektif demi memenuhi kepentingan masyarakat, tidak ada lagi dikotomi antara oposisi dan koalisi. Jika Timwas berhasil melewati ujian ini dengan baik maka mereka akan mendapat nilai positif dari masyarakat sehingga tingkat public trust terhadap DPR dapat berangsur pulih, tetapi jika Timwas gagal melewati ujian ini maka bukan tidak mungkin masyarakat semakin kecewa dengan kinerja DPR dan public trust pun akan semakin tergerus.
ADVERTISEMENT
Referensi
Bayhaqi, Ahda, 2020, Penanganan Covid-19, Ini Tantangan yang Dihadapi Gugus Tugas, Merdeka.com diakses dari https://www.merdeka.com/peristiwa/kepala-gugus-tugas-covid-19-ke-dpr-pemerintah-justru-buat-rakyat-bingung.html tanggal 10 Mei 2020.
DPR RI, 2020, Beberapa Pasal Perppu Nomor 1 Tahun 2020 Dinilai Kontroversial, Dpr.go.id 2 April 2020 diakses dari http://www.dpr.go.id/berita/detail/id/28272/t/Beberapa+Pasal+Perppu+Nomor+1+Tahun+2020+Dinilai+Kontroversial tanggal 10 Mei 2020.
DPR RI, 2020, Gerak Cepat DPR Awasi Tugas Pemerintah Bantu Masyarakat Hadapi Covid-19, Dpr.go.id 9 April 2020 diakses dari http://www.dpr.go.id/berita/detail/id/28387/t/Gerak+Cepat+DPR+Awasi+Tugas+Pemerintah+Bantu+Masyarakat+Hadapi+Covid-19 tanggal 8 Mei 2020.
Dwirahmadi, Febi, 2020, Tiga Salah Kaprah Penerapan PSBB Di Indonesia dan Solusinya, Theconversation.com 23 April 2020 diakses dari https://theconversation.com/tiga-salah-kaprah-penerapan-psbb-di-indonesia-dan-solusinya-136247 tanggal 10 Mei 2020.
Fauzie, Yuli Yanna, 2020, Melihat 'Basa-basi' Relaksasi Pembayaran Kredit Saat Corona, Cnnindonesia.com 14 April 2020 diakses dari https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200414062905-78-493250/melihat-basa-basi-relaksasi-pembayaran-kredit-saat-corona tanggal 10 Mei 2020.
ADVERTISEMENT
KumparanNews, 2020, Aturan Mudik Berubah Lagi, Pemerintah Mencla-mencle dan Tak Serius Cegah Corona, Kumparan.com 6 Mei 2020 diakses dari https://kumparan.com/kumparannews/aturan-mudik-berubah-lagi-pemerintah-mencla-mencle-dan-tak-serius-cegah-corona-1tMS6ZOANXV/full tanggal 10 Mei 2020.
KumparanNews, 2020, Koalisi Masyarakat Sipil Somasi DPR yang Gagal Awasi Penanganan Corona, Kumparan.com 25 Maret 2020 diakses dari https://kumparan.com/kumparannews/koalisi-masyarakat-sipil-somasi-dpr-yang-gagal-awasi-penanganan-corona-1t5u8lKZfkT/full tanggal 8 Mei 2020.
Kusuma, Hendra, 2020, Corona Bisa Bikin Penerimaan Pajak Tekor, Bagaimana Solusinya?, Detik.com 10 April 2020 diakses dari https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4971876/corona-bisa-bikin-penerimaan-pajak-tekor-bagaimana-solusinya/2 tanggal 11 Mei 2020.
Lidyana, Vadhia, 2020, Dampak PSBB ke Ekonomi dan Pesan untuk Anies, Detik.com 8 April 2020 diakses dari https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4969028/dampak-psbb-ke-ekonomi-dan-pesan-untuk-anies?single tanggal 10 Mei 2020.
Mas’udi, Wawan dan Azifah R. Astrina, 2020, Problematika Kebijakan Krisis Covid-19 di Indonesia, Yogyakarta: Policy Brief Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada.
ADVERTISEMENT
Mashabi, Sania, 2020, Saat Wabah, DPR Diminta Titik Beratkan Fungsi Pengawasan Ketimbang Legislasi, Kompas.com 14 Aprl 2020 diakses dari https://nasional.kompas.com/read/2020/04/14/23371161/saat-wabah-dpr-diminta-titik-beratkan-fungsi-pengawasan-ketimbang-legislasi tanggal 8 Mei 2020.
Merdeka, 2020, Pemerintah Dinilai Kurang Spesifik Tentukan Penerima Insentif Tarif Listrik, Merdeka.com 14 April 2020 diakses dari https://www.merdeka.com/uang/pemerintah-dinilai-kurang-spesifik-tentukan-penerima-insentif-tarif-listrik.html tanggal 10 Mei 2020.
Rezkisari, Indira, 2020, Diskon Tarif Listrik yang Salah Sasaran?, Republika.co.id 1 April 2020 diakses dari https://republika.co.id/berita/q837r7328/diskon-tarif-listrik-yang-salah-sasaran tanggal 10 Mei 2020.
Rosana, Fransisca C., 2020, Pemerintah Buka Transportasi, DPR: Sekarang Kedelai Besok Tempe, Tempo.co 6 Mei 2020 diakses dari https://bisnis.tempo.co/read/1339420/pemerintah-buka-transportasi-dpr-sekarang-kedelai-besok-tempe/full&view=ok tanggal 10 Mei 2020.
Sasmita, Ronny P., 2020, Masalah Kartu Pra-Kerja pada Masa Pandemi, Tempo.co 22 April 2020 diakses dari https://kolom.tempo.co/read/1334160/masalah-kartu-pra-kerja-pada-masa-pandemi tanggal 10 Mei 2020.
ADVERTISEMENT
Shofihara, Inang Jalaludin, 2020, Ini Catatan Timwas DPR RI untuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Kompas.com 16 April 2020 diakses dari https://nasional.kompas.com/read/2020/04/16/15320191/ini-catatan-timwas-dpr-ri-untuk-gugus-tugas-percepatan-penanganan-covid-19?page=all#page3 tanggal 10 Mei 2020.
Thomas, Vincent Fabian, 2020, Pemerintah Diminta Perhatikan Kualitas Alkes untuk Hadapi Corona, Tirto.id 9 April 2020 diakses dari https://tirto.id/pemerintah-diminta-perhatikan-kualitas-alkes-untuk-hadapi-corona-eL4N tanggal 10 Mei 2020.
Tobing, Sorta, 2020, Sisi Minus Stimulus Rp 405 Triliun dalam Penanganan Virus Corona, Katadata.co.id 3 April 2020 diakses dari https://katadata.co.id/telaah/2020/04/03/sisi-minus-stimulus-rp-405-triliun-dalam-penanganan-virus-corona tanggal 11 Mei 2020.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Widaningrum, Ambar dan Wawan Mas’udi, 2020, Dinamika Respons Pemerintah Nasional: Krisis Kebijakan Penanganan Covid-19, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
ADVERTISEMENT
Nabil Fiady
Mahasiswa Departemen Politik dan Pemerintahan FISIPOL UGM