Konten dari Pengguna

Paradoks Fiskal : Peningkatan PPN dan Penurunan PPh Badan

Nabil Permana
Mahasiswa Universitas Indonesia jurusan Ilmu Administrasi Fiskal
24 Desember 2024 12:23 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nabil Permana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto oleh Nataliya Vaitkevich: https://www.pexels.com/id-id/foto/pensil-waktu-pemerintah-uang-6863183/
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh Nataliya Vaitkevich: https://www.pexels.com/id-id/foto/pensil-waktu-pemerintah-uang-6863183/
ADVERTISEMENT
Akhir-akhir ini banyak berita akan peningkatan PPN 12% yang mengkhawatirkan. Pemerintah menyatakan peningkatan PPN 12% didasari oleh peningkatan tax ratio Indonesia untuk mencapai persentase yang kompetitif dengan negara lain. Namun tujuan ini menciptakan sebuah paradoks dengan adanya rencana kebijakan penurunan PPh Badan menjadi 20%.
ADVERTISEMENT
“Ini belum spesifik, masih keinginan. Tapi, kami memang menginginkan suatu saat bisa menurunkan PPh badan” Ujar Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran Drajad Wibowo pada kegiatan Indonesia Future Policy Dialogue di Jakarta, Rabu (9/10/2024). Namun sampai saat ini masih belum ada realisasi akan kebijakan penurunan ini.
Tujuan dari penurunan ini adalah untuk meningkatkan investor asing ke Indonesia, dimana sebelumnya sudah ada perbincangan perihal penurunan PPh Badan di tahun 2023 yang dibatalkan sebab pemerintah menganggap tarif PPh badan di Indonesia masih kompetitif di kalangan negara di ASEAN.
Namun hal ini tidak selaras dengan tujuan ditingkatkannya PPN mulai awal tahun 2025. Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% merupakan kebijakan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Salah satu tujuan dari peningkatan tarif PPN ini adalah untuk meningkatkan tax ratio Indonesia menjadi persentase yang kompetitif.
ADVERTISEMENT
Peningkatan PPN ini didukung dari laporan "Economic Survey : Indonesia" oleh OECD "Peningkatan rasio pajak terhadap PDB akan didorong oleh strategi pendapatan jangka menengah. Reformasi lebih lanjut atas PPN, cukai, pajak penghasilan, pajak properti, dan pajak jaminan sosial harus menjadi prioritas utama," bunyi laporan OECD.
Namun jika tujuan dari peningkatan PPN adalah meningkatkan Tax Ratio, bukankah penurunan PPh Badan akan menyebabkan turunnya penerimaan negara yang mengakibatkan penurunan tax ratio?

Justifikasi Peningkatan PPh Badan

Pada tahun 2023, pajak penghasilan badan (PPh badan) menyumbang sekitar 23,4% dari total penerimaan pajak nasional di Indonesia, menjadikannya kontributor kedua terbesar setelah pajak pertambahan nilai (PPN) Menurut data APBN KITA 2023. Hal ini menjadi informasi yang krusial sebab kebijakan apapun terkait PPh Badan ini akan mempengaruhi besar terhadap realisasi penerimaan negara.
ADVERTISEMENT
Tarif dari PPh Badan ini sendiri merupakan hal yang tak berhenti dibicarakan sebab tarif PPh Badan ini menjadi salah satu komponen yang di pertimbangkan investor dalam menginvestasi asetnya ke dalam negara. Tarif PPh Badan Indonesia sendiri telah mendapatkan penurunan menjadi 22% pada tahun 2020 yang diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), dengan mempertimbangkan rata-rata tarif di negara ASEAN 22% serta rata-rata tarif negara OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) 22,81%.
Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran Drajad Wibowo pada Antar kegiatan Indonesia Future Policy Dialogue mengatakan bahwa salah satu penyebab rendahnya tax ratio di Indonesia adalah sebab penegakkan pajak yang masih dianggap belum optimal, hal ini juga didukung oleh laporan OECD terkait pentingnya memperkuat penegakan pajak di Indonesia sebagai bagian dari upaya yang lebih luas untuk mengatasi rasio pajak terhadap PDB negara yang rendah.
ADVERTISEMENT
“Kami akan menutup kebocoran-kebocoran dengan tidak menambah tarif pajak. Tarif pajak 22 persen hendaknya kita turunkan jadi 20 persen,” Ujar Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran Drajad Wibowo dalam menanggapi masalah penegakkan pajak di Indonesia.

Efektifitas Penurunan PPh Badan dalam menarik investor

Salah satu justifikasi penurunan PPh Badan ini adalah untuk menarik investor asing melalui menurunkan tarif PPh Badan Indonesia menjadi tarif yang kompetitif di ASEAN. Namun apakah hal tersebut benar dan dapat dipastikan?
Dalam Simulasi BKF Mengenai Dampak Penurunan Tarif PPh Badan Secara Langsung (2019) dapat dilihat bahwa dengan diterakannya penurunan PPh Badan, hanya dapat meningkatkan PDB sebesar 1,20% pada tahun 2030.Hal ini tentu saja bukan hasil yang optimal jika dibandingkan dengan kehilangan penerimaan negara yang disebabkan oleh penurunan tarif ini.
ADVERTISEMENT
Penurunan tarif PPh Badan tidak akan mempengaruhi daya beli dan lapangan kerja lebih banyak daripada penurunan tarif PPN. Hal ini disebabkan oleh PPh Badan bukanlah satu-satunya komponen yang dipertimbangkan oleh investor dalam menginvestasi ke sebuah negara. Komponen lainnya termasuk, infrastruktur, kestabilan politik, serta kualitas tenaga kerja dianggap lebih penting oleh investor dibanding tarif pajak rendah.
Hal ini juga didukung dari fakta bahwa rata-rata negara G20 memiliki tarif PPh Badan sekitar rata-rata 24%. Selain itu, investor di Indonesia juga sering mendapatkan beragam insentif pajak dalam menginvestasi di Indonesia seperti tax holiday dan tax allowance.
Hal lain yang perlu dinyatakan juga, bahwa perang tarif pajak merupakan hal yang sangat negatif bagi negara berkembang. Penurunan tarif PPh Badan ini juga mengikuti jadwal “tax race to the bottom” yang sangat berdampak negatif bagi Indonesia, sebab Penerimaan Pajak di Indonesia mencapai 82% dari penerimaan negara.
ADVERTISEMENT
Jika Indonesia terus mencoba mengikuti lomba ini, hal yang akan berdampak hanya penurunan PDB dari Indonesia itu sendiri.
Jadi walaupun menurunkan PPh Badan diprediksi dapat meningkatkan investor, namun tidak ada kepastian di belakang pernyataan tersebut. Justifikasi pemerintah bahwa penurunan PDB dapat ditutupi dengan meningkatnya investor dalam jangka Panjang juga tidak dapat dibuktikan sebab persentase peningkatan investor yang tidak senilai dengan kerugian PDB.
Adapula situasi dimana jika terjadi peningkatan tarif PPN yang akan berdampak kepada daya beli masyarakat, hal tersebut tentu saja akan mempengaruhi komponen yang perlu dikonsiderasi investor dalam menginvestasi di Indonesia.

Kontribusi PPh Badan dalam Meningkatkan Tax Ratio

Dalam laporannya mengenai "Economic Survey : Indonesia", OECD menyatakan bahwa penerimaan pajak di Indonesia masih dianggap rendah dan perlu di reformasi dalam beberapa bagian, salah satunya refornasi PPN. Namun apakah cara tersebut merupakan cara yang optimal?
ADVERTISEMENT
Dalam Simulasi BKF Mengenai Dampak Penurunan Tarif PPh Badan Secara Langsung (2019) dapat kita ambil kesimpulan bahwa dengan diterapkannya Tarif PPh Badan yang lebih rendah justru akan meningkatkan persentase “Revenue Forgoe” (Kehilangan penerimaan negara), dan persentase tersebut hanya akan meningkat seiring waktu diturunkannya tarif PPh tersebut.
Pernyataan ini menjadi hal yang sangat dikhawatirkan sebab persentase sumbangan PPh Badan terhadap Penerimaan Pajak Nasional berkisar sekitar 23,4% dari total penerimaan pajak nasional di Indonesia. Maka perubahan sekecil apapun yang menyebabkan “Revenue Forgoe” akan berpengaruh besar terhadap penerimaan negara, dan alhasil akan berpengaruh drastis terhadap tax ratio Indonesia.
Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran Drajad Wibowo pada Antar kegiatan Indonesia Future Policy Dialogue juga mengatakan bahwa salah satu penyebab rendahnya tax ratio di Indonesia adalah sebab penegakkan pajak yang masih dianggap belum optimal. Namun untuk menutup kebocoran tersebut akan diterapkannya penurunan PPh Badan ini.
ADVERTISEMENT
Walaupun begitu, dengan tidak membetuli akar dari masalah ini, justru akan hanya membuat negara kita menggali lobang yang lebih dalam. Jika memang diketahui masalah utama dari rendahnya tax ratio adalah penengakkan pajak yang masih dianggap belum optimal, maka fokus utama pemerintah dalam meningkatkan tax ratio seharusnya jatuh kepada hal tersebut.

Curamnya Ketimpangan

PPh Badan yang turun tapi PPN naik hanya akan mencuramkan ketimpangan kebijakan pajak. Memberikan insentif untuk kelas atas, sementara membebankan kelas menengah kebawah.
Dengan diterapkannya Peningkatan PPN, masyarakat menengah kebawah akan merasakan dampak yang lebih drastis daripada masyarakat menengah ke atas. Sementara kebanyakan masyarakat yang terbantu oleh penurunan PPh Badan hanyalah masyarakat ke atas. Hal ini dapat membuat meningkatnya ketimpangan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Justifikasi bahwa akan adanya investor datang ke Indonesia untuk meningkatkan daya beli masyarakat juga tidak dapat dipastikan dan tidak akan membantu dalam jangka pendek. Masyarakat menengah ke bawah tetap akan merasakan bebannya dalam waktu jangka pendek, serta pengurangan beban dalam jangka waktu Panjang melalui investor tidak dapat dipastikan.

Kesimpulan

Bahwa diterapkannya PPh Badan ini menyebabkan paradoks fiskal karena ketidaksesuaiannya dengan tujuan awal peningkatan PPN yakni peningkatannya "Tax Ratio". Bahwa dengan diturunkannya tarif PPh Badan hanya akan menurunkan tax ratio yang ada di Indonesia. Serta, justifikasi bahwa PPh Badan akan membantu masyarakat dan meningkatkan penerimaan dalam jangka panjang tidak sesuai dengan situasi aslinya, tidak ada konsep kepastian di balik kebijakan tersebut.
ADVERTISEMENT
Pemerintah seharusnya memfokuskan perhatiannya terhadap peningkatan aspek pengawasan dalam penegakkan pajak, seperti yang sudah dinyatakan oleh Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran Drajad Wibowo bahwa hal tersebutlah yang menjadi alasan rendahnya tax ratio.