Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Seni Persuasi: Retorika Dalam Wacana Politik Modern
30 Desember 2024 13:31 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Nabila Az Zahra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Retorika adalah seni membangun argumentasi dan seni berbicara yang mencakup segala cara kita menggunakan simbol dan mempengaruhi lingkungan sekitar kita. Dalam wacana politik, seni berbicara telah lama menjadi komponen integral yang mengarah pada persuasi. Sebagai bagian dari tradisi komunikasi retorika tidak hanya digunakan untuk mempengaruhi opini publik, tetapi juga untuk membentuk pandangan dan identitas politik masyarakat. Dalam konteks debat politik, baik historis maupun kontemporer, retorika berfungsi sebagai alat yang sangat kuat untuk menarik perhatian masyarakat, memenangkan argumentasi, dan memperkuat posisi dalam persaingan politik.
ADVERTISEMENT
1. Sejarah Perkembangan Retorika dalam Debat Politik
Retorika, meskipun sudah ada sejak zaman Yunani Kuno, terutama diajarkan oleh Aristoteles telah berkembang dan berubah seiring berjalannya waktu. Aristoteles, dalam karya Monumental Rhetoric mengidentifikasi tiga jenis persuasi utama : etos, patos dan logos.
Etos membangun kredibilitas dan kepercayaan dengan audiens, Patos menggerakkan emosi audiens untuk memperkuat argumen, dan Logos menggunakan logika dan bukti untuk mendukung argumen yang telah disampaikan. Tradisi ini kemudian menyebar ke berbagai budaya dan diadaptasi untuk berbagai keperluan termasuk debat politik.
Di Indonesia, retorika politik semakin berkembang dengan munculnya para orator seperti Soekarno yang mahir menggunakan gaya pidato penuh semangat memobilisasi massa, menggugah rasa nasionalisme dan mempengaruhi opini publik. Pidatonya yang penuh dengan metafora dan analogi menjadi cerminan dari bagaimana tradisi retorika yang dipelajari Aristoteles digunakan secara efektif dalam konteks politik di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu, retorika dalam debat politik tidak hanya melibatkan orasi panjang, tetapi juga taktik berbicara yang lebih fokus pada visualisasi, kecepatan dan kecerdasan dalam memanfaatkan media massa. Ini menunjukkan bahwa retorika politik berkembang sesuai dengan kebutuhan zaman, mulai dari pidato di depan massa hingga debat yang disiarkan televisi dan media sosial.
2. Peran Retorika dalam Membentuk Opini Publik
Debat politik telah menjadi arena penting untuk mempengaruhi opini publik. Dalam setiap debat, retorika digunakan untuk meyakinkan audiens tentang kebenaran suatu argumen atau untuk menonjolkan kelemahan lawan politik. Keberhasilan atau kegagalan debat sering kali bergantung pada seberapa efektif seorang kandidat menggunakan teknik-teknik retorika untuk menarik perhatian pemilih dan menggugah emosi mereka.
ADVERTISEMENT
Pemilu di banyak negara, termasuk di Indonesia menunjukkan bagaimana strategi retorika dapat mengubah arah wacana politik. Misalnya, dalam debat kandidat Pilpres para calon presiden tidak hanya berbicara tentang kebijakan tetapi juga berusaha membangun identitas mereka sebagai pemimpin yang mampu menyelesaikan masalah. Di sinilah peran etos menjadi penting karena kandidat yang tampil dengan kredibilitas tinggi cenderung lebih dipercaya oleh masyarakat.
Selain itu, teknik patos berperan besar dalam menarik perhatian audiens dengan memanfaatkan perasaan mereka. Melalui kisah pribadi retorika berbasis emosi, kandidat mampu menyentuh hati audiens dan menciptakan ikatan emosional yang kuat. Hal ini terlihat jelas dalam debat politik di mana kandidat sering kali berbicara tentang isu-isu yang dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat seperti ekonomi, pendidikan, dan kesejahteraan sosial.
ADVERTISEMENT
Dalam politik modern, logos juga memainkan peran penting. Argumentasi yang berbasis pada data, fakta, dan bukti konkret menjadi krusial dalam debat untuk meyakinkan audiens bahwa calon pemimpin memiliki solusi yang rasional dan efektif. Penggunaan statistik, riset, dan studi kasus sering kali membuat pernyataan lebih meyakinkan dan tampak lebih kredibel.
3. Strategi Retorika yang Digunakan oleh Praktisi Politik
Bagi praktisi politik, menguasai retorika bukan sekadar soal berbicara dengan baik melainkan juga tentang memahami audiens dan merancang pesan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Praktisi politik yang sukses biasanya menggunakan kombinasi dari etos, patos, dan logos dalam setiap kesempatan debat atau pidato publik.
Misalnya, etos digunakan oleh para politisi untuk membangun citra diri sebagai pemimpin yang dapat dipercaya. Mereka seringkali menampilkan diri sebagai sosok yang peduli dengan masalah rakyat dan memiliki rekam jejak yang baik. Di sisi lain, patos dapat digunakan untuk membangkitkan emosi audiens, seperti rasa marah terhadap ketidakadilan atau rasa haru terhadap perjuangan rakyat. Sedangkan logos digunakan untuk menekankan pada fakta dan data yang memberi bobot dan substansi pada argumen yang disampaikan.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh, dalam debat politik di Indonesia kandidat mungkin menggunakan kutipan sejarah, cerita rakyat, atau simbol nasional untuk menciptakan ikatan emosional dengan audiens. Sementara itu, untuk memperkuat klaim mereka, mereka akan merujuk pada riset atau data statistik mengenai pengangguran, kemiskinan, atau ketimpangan sosial, yang menjadi masalah besar dalam masyarakat.
4. Pertimbangan Etika dalam Penggunaan Retorika pada Debat Politik
Retorika dapat menjadi alat yang sangat efektif dalam memengaruhi opini publik, penggunaannya dalam debat politik juga memunculkan pertanyaan etika. Sejauh mana politisi boleh menggunakan taktik manipulatif untuk memenangkan debat? Apakah sah menggunakan argumentasi yang menyesatkan atau membelokkan fakta demi meraih kemenangan?
Penting untuk dicatat bahwa retorika yang etis seharusnya tidak hanya melibatkan persuasif yang cerdas, tetapi juga menghormati kebenaran dan keadilan. Pemilihan kata-kata, gaya berbicara, dan cara penyampaian pesan harus dipertimbangkan dengan hati-hati agar tidak merugikan audiens atau membentuk opini yang salah.
ADVERTISEMENT
Contoh pertimbangan etika dalam penggunaan retorika dalam debat politik dapat ditemukan dalam praktik politik yang seringkali melibatkan pengajuan klaim-klaim yang tidak terverifikasi atau pemutarbalikan fakta untuk memenangkan hati publik. Misalnya, dalam debat politik seorang kandidat dapat menggunakan data yang dipilih secara selektif untuk mendukung argumennya dan mengabaikan data yang bertentangan. Ini adalah contoh penggunaan retorika yang manipulatif, karena meskipun data yang disajikan tampak rasional (logos), namun ia menyesatkan karena tidak lengkap dan tidak mencerminkan gambaran yang sebenarnya.
Selain itu, penggunaan patos yang berlebihan atau eksploitasi emosi juga dapat melanggar prinsip etika dalam retorika. Contohnya, seorang politisi yang berusaha memanipulasi ketakutan audiens dengan cara menggambarkan ancaman yang tidak nyata atau melebih-lebihkan potensi bahaya dari kebijakan lawan politik mereka dapat menimbulkan ketakutan yang tidak beralasan di masyarakat. Teknik ini bisa efektif dalam memenangkan pemilu, namun berdampak buruk bagi wacana politik yang sehat karena merusak kemampuan pemilih untuk membuat keputusan berdasarkan informasi yang akurat dan rasional.
ADVERTISEMENT
Dalam debat politik, penting untuk menjaga keseimbangan antara teknik persuasi yang efektif dan menghormati etika komunikasi. Penyampaian yang jujur dan berbasis fakta akan memperkuat kredibilitas politisi dan membangun hubungan yang lebih baik dengan audiens. Sebaliknya, penggunaan taktik manipulatif dapat merusak integritas, menciptakan polarisasi, dan mengurangi kepercayaan publik terhadap proses demokrasi itu sendiri.
5. Pentingnya Pemahaman Retorika dalam Menganalisis Wacana Politik
Memahami tradisi retorika sangat penting bagi siapa saja yang ingin menganalisis wacana politik dengan cermat. Tanpa pemahaman tentang bagaimana politisi menggunakan retorika untuk mempengaruhi audiens, seseorang mungkin tidak dapat melihat strategi tersembunyi di balik setiap pidato atau debat. Penggunaan retorika dalam politik tidak hanya sekadar masalah berbicara; itu adalah seni yang mencakup penciptaan narasi, pengaturan tone, dan membentuk persepsi publik.
ADVERTISEMENT
Dengan memahami bagaimana teknik-teknik retorika bekerja, kita bisa lebih kritis dalam menilai argumen-argumen politik yang disampaikan. Ini memberi kita kemampuan untuk membedakan antara klaim yang berdasar pada fakta dan klaim yang sekadar berdasarkan emosi atau logika yang terdistorsi.
Kesimpulannya, Retorika adalah seni berbicara dan membangun argumentasi yang digunakan untuk memengaruhi opini dan membentuk identitas politik masyarakat. Dalam sejarahnya, retorika telah berkembang dari tradisi Aristoteles dengan elemen utama etos (kredibilitas), patos (emosi), dan logos (logika), hingga adaptasinya dalam konteks modern seperti debat yang disiarkan melalui media massa. Retorika berperan penting dalam membentuk opini publik, terutama dalam debat politik, di mana politisi memanfaatkan kombinasi etos, patos, dan logos untuk memenangkan dukungan. Namun, penggunaan retorika juga menghadirkan tantangan etika, karena potensi manipulasi data atau emosi yang berlebihan dapat merusak kepercayaan publik dan integritas demokrasi.
ADVERTISEMENT
Memahami retorika memungkinkan analisis kritis terhadap wacana politik, membantu membedakan argumen yang berbasis fakta dari yang emosional atau menyesatkan. Dengan demikian, retorika tidak hanya merupakan alat komunikasi, tetapi juga elemen strategis dalam politik yang memengaruhi persepsi dan keputusan masyarakat.
Nabila Az Zahra, Mahasiswa Ilmu Komunikasi di Universitas Pamulang.
Live Update
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus presidential threshold 20 persen dalam sidang uji materi terkait UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Kamis (2/1). Semua partai politik kini bisa mengajukan capres-cawapresnya sendiri.
Updated 2 Januari 2025, 17:41 WIB
Aktifkan Notifikasi Breaking News Ini