Konten dari Pengguna

Sinestesia: Antara Misteri Struktur Otak dan Memori Masa Kecil

Nabila Faraha
Mahasiswa S1 Psikologi Universitas Brawijaya
29 November 2024 14:56 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nabila Faraha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi oleh geralt dari Pixabay: https://pixabay.com/illustrations/education-alphabet-school-letters-3704026/
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi oleh geralt dari Pixabay: https://pixabay.com/illustrations/education-alphabet-school-letters-3704026/
ADVERTISEMENT
Bagi sejumlah orang, deretan angka yang tersusun terlihat berwarna-warni seperti pelangi, seolah setiap angka memiliki spektrum warna tersendiri. Bagi yang lain, suara gesekan biola tidak hanya terdengar, tetapi tampak seperti percikan warna merah dan emas. Bahkan, ada juga yang merasakan manisnya gula kapas ketika menyentuh gumpalan salju. Fenomena ini bukan sekadar imajinasi, melainkan kondisi tidak biasa yang disebut sinestesia. Sinestesia adalah kondisi neurologis ketika indra seseorang saling berkolaborasi secara unik dalam memproses sensasi dan menciptakan persepsi. Misalnya, seseorang dapat ‘melihat’ warna suara atau ‘merasakan’ rasa dari suatu bentuk. Kondisi ini menghadirkan pengalaman sensorik yang berbeda dan tidak semua orang mengalaminya.
ADVERTISEMENT

Sinestesia dan Macamnya

Menurut sebuah penelitian, sinestesia dapat dikategorikan sebagai kondisi langka karena prevalensinya hanya sekitar 4,4 persen dari populasi dunia. Sinestesia berbeda dengan halusinasi yang dipengaruhi obat-obatan. Sensasi yang dirasakan oleh synesthete—sebutan orang yang mengalami sinestesia—cenderung konsisten, seperti angka 6 yang selalu terlihat berwarna kuning, atau notasi A pada gitar yang terlihat berwarna biru laut, dan lain-lain. Meski begitu, para synesthete memiliki persepsi yang berbeda-beda dalam merespons suatu stimulus sehingga hal tersebut menimbulkan keunikan tersendiri bagi tiap synesthete. Perbedaan kondisi sinestesia yang beragam pun dibagi hingga sekitar enam puluh jenis. Beberapa dari contohnya adalah sinestesia grafem-warna, sentuhan-cermin, leksikal-rasa, dan masih banyak lagi.
Pada sinestesia grafem-warna, synesthete melihat karakter huruf atau angka dalam tulisan secara normal atau sesuai warna aslinya, tetapi di saat bersamaan mereka dapat mengasosiasikan setiap karakter dengan warna-warna tertentu. Sinestesia grafem-warna termasuk jenis kondisi yang paling umum dialami synesthete. Selain itu, terdapat sinestesia sentuhan-cermin, yaitu kondisi seseorang yang merasa disentuh pada bagian tubuhnya ketika ia melihat orang lain disentuh. Adapun sinestesia leksikal-rasa, yakni kondisi yang memungkinkan seseorang dapat merasakan rasa tertentu saat mendengar atau membaca kata-kata tertentu. Namun, apa yang sebenarnya menyebabkan seseorang memiliki kemampuan sinestesia sehingga berbeda dari kebanyakan orang lainnya?
ADVERTISEMENT

Erat Kaitannya dengan Struktur Otak

Faktor penyebab sinestesia masih menjadi topik yang digali para peneliti, terutama di bidang neurologi dalam mengkaji kemampuan sensasi dan persepsi manusia. Salah satu faktor utamanya adalah struktur otak yang menentukan fungsi dan kinerja otak seseorang. Secara biologis, sinestesia dapat diwariskan melalui genetik dan dapat berkembang seiring waktu, khususnya pada masa kanak-kanak. Ketika panca indra merasakan sensasi tertentu, setiap indra menstimulasi area otak yang berbeda. Contohnya pada synesthete yang melihat dinding berwarna kuning neon, korteks visual di area belakang otak akan aktif dan area lobus parietal juga otomatis terstimulasi untuk memberi tahu seperti apa rasa atau karakteristik unik dari warna dinding tersebut.
Keterkaitan hal itu dibuktikan dengan perbedaan struktur otak individu dengan sinestesia dibandingkan populasi pada umumnya. Sebuah penelitian dari Universitas Oxford mengidentifikasi struktur otak individu dengan sinestesia melalui pendekatan pencitraan otak berbasis biomarker atau penanda biologis yang digunakan untuk mengukur suatu proses biologis dalam tubuh. Dengan menggunakan beberapa struktur otak sebagai biomarker, hasil penelitian menunjukkan bahwa myelin intrakortikal atau lapisan pembungkus akson pada korteks otak lebih banyak di beberapa area otak pada individu dengan sinestesia (Ward dkk, 2024). Myelin yang lebih tinggi ini dapat membantu menjaga koneksi antarwilayah otak serta memengaruhi cara otak memproses informasi multisensorik. Hal yang sama ditunjukkan oleh korteks pada individu dengan sinestesia, yang cenderung lebih tipis sehingga mencerminkan tingginya konektivitas antarbagian otak yang terikat pada rangsangan sensorik. Menariknya, otak individu dengan sinestesia juga mempertahankan beberapa karakteristik perkembangan awal yang biasanya hilang seiring bertambahnya usia pada populasi umum.
ADVERTISEMENT

Memori Masa Kecil Turut Memengaruhi

Di sisi lain, ada pula para ahli yang mengaitkan sinestesia dengan memori yang dimiliki seorang individu. Penelitian yang dilakukan mengungkap bahwa sinestesia lebih dipengaruhi oleh ingatan tentang warna dibandingkan persepsi langsung (Hupe dan Dojat, 2015). Ingatan tentang warna terbentuk ketika masa kanak-kanak dan memunculkan asosiasi terhadap karakter-karakter yang sedang dipelajari seperti huruf dan angka. Asal-usul asosiasi ini diduga dapat berasal dari buku alfabet, mainan berwarna, dan benda-benda menarik yang tidak asing di mata anak-anak. Dugaan tersebut dibuktikan oleh Witthoft dan Winawer (2013) dalam temuan beberapa kasus ketika warna sinestetik yang dipersepsikan oleh synesthete cocok dengan objek masa kecil mereka, seperti magnet berwarna. Oleh sebab itu, lingkungan sekitar ternyata juga berpengaruh terhadap asosiasi warna dengan suatu objek, terutama pada individu dengan sinestesia grafem-warna.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, mengapa tidak semua synesthete mengalami hal tersebut? Penjelasannya terletak pada kreativitas anak-anak. Ward dan Simner (2003) menguraikan bahwa asosiasi rasa pada sinestesia tertentu dapat berasal dari hubungan yang rumit, seperti kata yang terdengar mirip dengan makanan sehingga mengembangkan kemampuan sinestesia leksikal-rasa. Kreativitas ini memungkinkan setiap synesthete membangun pola asosiasi yang unik, yang akhirnya menjadi bagian dari identitas persepsi mereka. Sensasi dan persepsi synesthete itulah yang membantu mereka memproses hal-hal di sekitarnya menjadi lebih mudah, seperti menghafal sesuatu hingga menciptakan karya seni yang sangat melibatkan proses kreatif di dalamnya. Dengan memahami fenomena ini, kita tidak hanya menghargai keunikan cara otak bekerja, tetapi juga dapat memanfaatkan potensi sinestesia untuk mendorong kreativitas dan inovasi dalam berbagai bidang kehidupan.
ADVERTISEMENT
Referensi:
Anash, S., & Boileau, A. (2024). Grapheme-color synesthesia and its connection to memory. Cureus, 16(8), e67524. https://doi.org/10.7759/cureus.67524
Brang, D., & Ramachandran, V. S. (2011). Survival of the synesthesia gene: Why do people hear colors and taste words? PLoS Biology, 9(11), e1001205. https://doi.org/10.1371/journal.pbio.1001205
Healthline. (n.d.). What is synesthesia?. Diakses pada November 27, 2024, from https://www.healthline.com/health/synesthesia#causes
Hupé, J.-M., & Dojat, M. (2015). A critical review of the neuroimaging literature on synesthesia. Frontiers in Human Neuroscience, 9, 103. https://doi.org/10.3389/fnhum.2015.00103
Ward, J., and Simner, J. (2003). Lexical-gustatory synaesthesia: linguistic and conceptual factors. Cognition 89, 237–261. doi: 10.1016/S0010-0277(03) 00122-7
Ward, J., Simner, J., Simpson, I., Rae, C., del Rio, M., Eccles, J. A., & Racey, C. (2024). Synesthesia is linked to large and extensive differences in brain structure and function as determined by whole-brain biomarkers derived from the HCP (Human Connectome Project) cortical parcellation approach. Cerebral Cortex, 34(11), bhae446. https://doi.org/10.1093/cercor/bhae446
ADVERTISEMENT
Witthoft, N., & Winawer, J. (2013). Learning, memory, and synesthesia. Psychological Science, 24(3), 258–265. https://doi.org/10.1177/0956797612452573