Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Pekerjaan Receh Itu "Gampang", Katanya
25 Juni 2022 16:27 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Nabila Jayanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Ada hal yang mengusik saya soal gimana orang ngomongin pekerjaan orang lain.
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini yang viral ada mbak-mbak restoran AW yang direkam sama konsumen. Si konsumen ini nggak terima perlakuan mbak AW yang katanya "enggak sopan" naruh gelas sampai tumpah2, sampai doi komplain dan bikin jadi konten. Mbak AW merasa enggak ada yang salah dari cara dia melayani pelanggan, bahkan minta konsumen itu cek CCTV sebagai bukti.
Nah, video itu ternyata diunggah sama akun tiktok "Bunda..." apa gitu lupa. Langsung viral, tapi netizen bukannya bela Bunda, melainkan si mbak AW. Netizen ngerasa si pembuat konten itu katrok karena gitu aja dipermasalahin sampai rekam-rekam segala. Dan memang iya, gitu.
Ada yang bilang, kerja jadi frontliner seperti customer service, waiter, kasir, jaga tiket, dll, itu kita bakal menemukan manusia-manusia tak terduga. Soalnya, kadang manusia-manusia itu minta dilayani, cuman enggak dipikir dulu. Ya, jatuhnya malah minta nurutin ego "pembeli adalah raja". Padahal, kan, mbak-mbak yang layani kita itu berhak dihargai, ya.
ADVERTISEMENT
Makanya, kita sering dengar ungkapan bahwa watak orang yang sebenarnya itu bisa dilihat dari cara dia memperlakukan orang-orang frontliners. Ucapan terima kasih, tolong, dan maaf, walaupun sederhana, bisa sangat berarti buat mereka.
Banyak orang di luar sana menganggap remeh pekerja-pekerja kecil yang kerjanya 'gampang'. Seakan-akan apa yang mereka lakukan sekarang tuh lebih baik dari orang lain. Ujung-ujungnya jadi adu keren.
"Ah, kerjanya cuman gitu aja, saya juga bisa."
"Gini doang mah enggak usah dibayar."
"Jaga pintu doang enggak perlu skill."
Memangnya ada pekerjaan yang betulan gampang? Setahu saya hanya rebahan.
Tahun 2019, sebelum pandemi, saya sering naik TransJakarta dari kantor magang ke kos (PP). Isinya selalu penuh di rush hour. Ya, maklum, jalur 13 arah Ciledug memang begitu.
ADVERTISEMENT
Waktu itu masih ada mas-mas penjaga pintu TJ di tiap bus. Saya sering mikir, orang-orang seperti apa, ya, yang tiap hari harus doi temuin? Orang-orang yang nanya mesti turun di mana? Orang-orang yang ndableg enggak mau bangun meskipun terang-terangan ada lansia dan ibu bawa anak yang harus dicarikan tempat duduk prioritas? Warga egois yang kekeuh masuk meskipun udah tau pintu enggak bisa nutup lagi? Para laki-laki hidung belang yang cari celah pegang-pegang wanita? Atau ibu-ibu yang mengomel karena bus telat? Atau orang-orang yang ketahuan belum bayar tiket tapi tetep enggak mau bayar?
Saya tidak bisa menemukan jawabannya. Pasti banyak masalah yang lebih rumit daripada itu. Kelihatannya aja si mas ini kerja, nongkrong di pintu masuk, seakan-akan itu mudah dilakukan orang lain. Tapi kita enggak pernah benar-benar tahu apa yang dihadapinya setiap hari. Belum lagi harus berdiri sampai pegal dan menahan lapar.
ADVERTISEMENT
Pekerjaan-pekerjaan kecil yang kita anggap receh, termasuk yang sering kita dapatkan di kantor misalnya, mungkin selalu kita lihat sebelah mata. Tapi bisa jadi itu ngasih value lebih tanpa kita sadari. Lebih dari sekadar butuh skill sejauh apa atau gaji sebesar apa.
Saya sempat menamatkan drama Korea "Forecasting Love and Weather" (kisah cinta di BMKG hahaha) sekitar 2 bulan lalu. (Iseng, padahal sudah lama saya enggak nonton genre ini) Yang main si cakep Park Min-young dan si kasep (ayang) Song Kang. Ternyata ini lowkey bagus.
Di episode 7, ada Soo-jin si PNS junior yang nerima telepon untuk divisi utama. Akhir-akhir ini, telepon berisi keluhan orang-orang soal peringatan ozon.
Nah, si Soo-jin kesal karena dimaki-maki orang terus. Lalu puncaknya dia bilang, "Aku susah-susah ikut tes CPNS, kenapa malah ngurusin hal sepele kayak gini?!"
ADVERTISEMENT
Ditepislah sama si cakep Mbak Ha-kyung.
"Untuk hal sepele itulah kita di sini," katanya.
Ha-kyung terus bilang, apa yang mereka lakukan di BMKG Korea tuh dampaknya bener-bener luas.
Satu peringatan notifikasi cuaca dari BMKG saja bisa bikin supir truk enggak bisa kerja, anak-anak enggak bisa main, dll. Makanya perlu tahu bahwa kerjaan itu dampaknya ditujukan untuk siapa, di mana, buat kapan.
Kalau mau balik ke mas TJ lagi, kita lihatnya mungkin doi di sana adem ayem berdiri. Who knows kalau dia lagi awasin gerak-gerik satu orang yang terlihat mau copet? Dan memastikan orang-orang nyaman sampai tujuan: biar bisa sampai kantor tepat waktu tanpa riweuh berantem kursi sama ibu sebelah, biar si bapak di pojokan bisa pulang ketemu anaknya yang baru wisuda, atau sesimpel biar kita turun di halte yang tepat, misalnya.
ADVERTISEMENT
Jadi, yah, intinya kita harus bisa ngerem ego merasa pekerjaan kita paling susah atau paling keren. Lagian bukan hanya kita manusia yang jadi pusat dunia. Saling sama-sama hargain aja, lur, biar enak. Iya, enggak?