Konten dari Pengguna

Kucing Liar? Ayo TNR!

Nabila Maulydia Shafa
Mahasiswa S1 Farmasi Universitas Airlangga
9 Juni 2022 14:28 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nabila Maulydia Shafa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kucing liar di jalan. Gambar oleh Johnny Harvester dar pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Kucing liar di jalan. Gambar oleh Johnny Harvester dar pixabay.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kita pasti sudah tidak asing dengan yang namanya kucing liar. Kita sering menjumpai mereka di mana-mana. Kucing liar adalah kucing yang tidak memiliki pemilik dan tinggal di alam liar. Walaupun sering juga disebut kucing jalanan, nyatanya kucing liar tidak hanya tinggal di jalanan. Kucing liar juga memenuhi pemukiman warga.
ADVERTISEMENT
Kucing liar sering kali menyebabkan ketidaknyamanan bagi masyarakat. Mereka suka buang air sembarangan sehingga menyebabkan bau yang tidak sedap serta mengotori halaman rumah warga. Mereka juga suka mengobrak-abrik tempat sampah untuk mencari sisa-sisa makanan sehingga sampah yang sudah terbungkus rapi menjadi berserakan di jalan. Dengan banyaknya populasi kucing liar, tidak jarang terjadi perkelahian antar kucing liar untuk memperebutkan teritori. Hal ini menyebabkan masyarakat merasa terganggu dengan suara perkelahian mereka yang cukup berisik.
Banyak kucing liar yang tidak suka manusia dan lebih memilih untuk bersembunyi jika bertemu manusia. Ada juga yang sudah terbiasa dengan keberadaan manusia dan malah sengaja mendekati manusia untuk meminta makan. Karena kucing liar tidak memiliki pemilik, mereka tidak terurus kesehatannya. Mereka tidak hanya melakukan kontak dengan manusia, tetapi juga dengan lingkungan yang kotor sehingga kucing liar berpotensi sebagai pembawa penyakit.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, zoonosis adalah penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia, atau sebaliknya. Salah satu cara penularan adalah melalui kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi, tercakar, tergigit, atau terkena cairan tubuh dari hewan tersebut. Walaupun kucing liar ada yang bersifat jinak, tetap tidak menutup kemungkinan bahwa mereka tidak akan mencakar atau menggigit manusia. Apalagi jika mereka merasa terancam.
Kucing termasuk hewan yang berkembang biak dengan cepat. Dikutip dari artikel yang ditulis oleh Rahmiati, dkk pada tahun 2020, dalam satu kehamilan, seekor kucing betina bisa melahirkan 1-6 anak kucing. Kucing betina hanya menyusui selama 2 bulan, kemudian kucing dapat memasuki masa birahi kembali. Jika tidak ada upaya untuk mengontrol populasi kucing, maka populasi kucing dapat bertambah hingga 18 kali lipat dalam 1 tahun. Oleh karena itu, semakin banyak populasi kucing liar, semakin tinggi kemungkinan manusia akan terpapar.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, keresahan tersebut tidak didukung dengan kepedulian. Banyak orang yang hanya mengusir atau bahkan menyakiti kucing liar agar tidak mengganggu di wilayahnya lagi. Namun, hal tersebut bukan lah solusi jangka panjang.
Nyatanya, permasalahan mengenai populasi kucing liar tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi merupakan sebuah permasalahan global. Salah satu upaya yang sering dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan program TNR. TNR (trap, neuter, release) adalah sebuah program untuk menangkap, mensterilisasi, kemudian melepaskan kembali kucing-kucing liar. Program ini memiliki beberapa alternatif nama seperti TNVR (trap, neuter, vaccinate, release), TNSR (trap, neuter/spay, release), dan lain sebagainya. Namun, pada intinya sama, program ini bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan populasi kucing liar dengan cara menghambat reproduksi mereka. Di program ini, kucing liar ditangkap, disterilisasi atau dikastrasi, terkadang divaksinasi, kemudian dilepaskan kembali ke alam.
ADVERTISEMENT
Banyak orang yang berpikir bahwa menangkap kucing liar kemudian menyerahkan mereka ke shelter (tempat penampungan hewan) sudah cukup. Namun, penangkapan dan penyerahan ke shelter yang tidak disertai dengan sterilisasi dapat berujung pada overcrowding (kepadatan yang berlebihan). Para staf akan merasa kewalahan dalam mengurusi hewan-hewan yang begitu banyak sehingga dikhawatirkan perawatan tidak maksimal. Akibatnya, kesejahteraan hewan tidak tercapai. Di negara-negara di mana euthanasia dilegalkan, praktik euthanasia sering dilakukan untuk mengatasi masalah overcrowding tersebut. Namun, hal tersebut sering dikecam, terutama oleh aktivis hewan, karena dinilai kejam atau tidak manusiawi.
Program TNR juga memiliki kelebihan lain. Ketika musim birahi tiba, kucing jantan akan berkelahi dengan satu sama lain untuk memperebutkan seekor kucing betina. Perkelahian ini biasanya menimbulkan suara yang berisik yang menyebabkan masyarakat terganggu. Selain itu, kucing akan merasa stres jika tidak menemukan pasangan. Sterilisasi menyebabkan kucing tidak mengalami birahi sehingga dapat menjadi solusi atas hal tersebut. Kucing yang disterilisasi juga lebih sehat karena hormon reproduksi beralih menjadi hormon tumbuh kembang.
ADVERTISEMENT
Kini banyak komunitas pecinta hewan dan kelompok aktivis hewan di Indonesia. Dengan meningkatnya kepedulian masyarakat akan kesejahteraan hewan, diharapkan kontrol terhadap populasi kucing liar dapat segera dilakukan dengan program TNR dijadikan salah satu upaya yang digunakan. Selain itu, program TNR juga harus didukung dengan program adopsi. Dalam bahasa Inggris, ada istilah “adopt, don’t shop” yang berarti lakukanlah adopsi dibandingkan membeli hewan peliharaan di pet store (toko hewan). Dengan begitu, diharapkan populasi kucing liar menurun secara alami seiring berjalannya waktu.