Konten dari Pengguna

Menengok Pasal 603 KUHP

Qothrun Nada Giarti
Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Malang
8 Januari 2023 20:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Qothrun Nada Giarti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ilustrasi korupsi (sumber : pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi korupsi (sumber : pixabay)
Korupsi merupakan sebuah tindakan kejahatan merugikan negara. Perkara tindak pidana korupsi bukan hal baru lagi yang terjadi di Indonesia. Sepanjang tahun 2022 berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) kasus korupsi yang terjadi memecahkan rekor baru, yakni angka kerugian negara dan kerugian perekonomian mencapai Rp 142 triliun. Wow angka yang sangat fantastic bukan?
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu lalu Dewan Perwakilan Rakyat alias DPR pada rapat paripurna, Selasa 6 Desember 2022 telah mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP. Lebih jelasnya KUHP ini merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perbuatan pidana secara materiil di Indonesia. Dalam pengesahan KUHP ini menuai beberapa perkara dari masyarakat karena terdapat sejumlah pasal dianggap bermasalah.
Salah satu pasal yang bermasalah yakni hukuman pidana koruptor. Bunyi dari pasal ini yaitu “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun,” bunyi pasal 603. Sedangkan dalam pasal 79 KUHP mengatur denda pada kategori II sebesar Rp 10 juta sedangkan kategori VI sebesar Rp 2 miliar. Pasal ini dianggap bermasalah karena ancaman pidana untuk koruptor dalam KUHP ini lebih ringan dibandingkan dengan UU pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan pegawai negeri atau pejabat yang menyalahgunakan wewenang, seperti menerima suap, diganjar hukum pidana minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara dengan denda minimal Rp 200 juta dam maksimal Rp 1 miliar.
ADVERTISEMENT
Sepertinya UU ini menjadi berita manis untuk para koruptor, bisa kita lihat dari pasal di atas semakin rendahnya ancaman pidana dari minimal 4 tahun penjara menjadi 2 tahun penjara. Maraknya kasus korupsi yang terjadi di negara ini, menurut saya munculnya KUHP ini tidak memberikan efek jera malahan kebijakan yang dibuat semakin lemah dan mengenaskannya dan bisa dikatakan malah menguntungkan para koruptor.
Selain itu, pasal-pasal Tipikor dalam KUHP baru juga berpotensi menghambat proses penyidikan perkara korupsi. Sebab, dalam penjelasan Pasal 603 KUHP menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “merugikan keuangan negara” adalah berdasarkan hasil pemeriksaan lembaga audit keuangan negara. Definisi ini mengarahkan bahwa pihak yang berwenang yang dimaksud hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dengan kata lain, KPK mungkin kehilangan wewenangnya. Ironisnya lagi, koruptor yang dinyatakan bersalah tidak diwajibkan membayar uang pengganti kepada negara, karena dalam KUHP tersebut tidak mencantumkan hukuman membayar uang pengganti atau uang yang telah dikorupsi.
ADVERTISEMENT
Melihat dari sisi latar belakang kejahatan ekonomi ini dapat dikategorikan dalam kejahatan yang luar biasa, seharusnya pemerintah dapat melakukan perubahan terhadap delik korupsi di UU KUHP ini secara rinci lagi dan memberikan pelaku kejahatan hukuman yang setimpal agar korupsi di negara ini tidak semakin merajalela dan merugikan negara.