Konten dari Pengguna

Melindungi Masa Depan Bonus Demografi dari Ancaman Perokok Anak

Nadhifan Humam Fitrial
Statistisi Ahli Pertama Badan Pusat Statistik Kota Dumai
13 Juni 2024 9:47 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nadhifan Humam Fitrial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi anak sekolah. Foto: Sorapop Udomsri/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak sekolah. Foto: Sorapop Udomsri/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Saat ini, Indonesia sedang menghadapi bonus demografi, di mana penduduk usia produktif lebih banyak daripada penduduk usia non-produktif. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, penduduk usia produktif di Indonesia mencapai 70,72% dari total populasi, sedangkan penduduk usia non-produktif hanya 29,28%. Rasio ketergantungan penduduk hanya sebesar 41, artinya setiap 100 penduduk usia produktif akan menanggung 41 penduduk usia non-produktif.
ADVERTISEMENT
Dengan mayoritas penduduk berada di usia produktif, bangsa Indonesia memiliki peluang besar untuk meningkatkan kesejahteraan dan pembangunan ekonomi. Namun, ancaman rokok pada anak-anak dapat menghancurkan potensi bonus demografi ini.
Anak-anak yang terjerat dalam kebiasaan merokok berisiko mengalami masalah kesehatan, terhambat pertumbuhan dan perkembangan, serta mengalami penurunan produktivitas. Jika tidak ditangani dengan serius, bonus demografi bisa berubah menjadi bencana demografi yang merugikan masa depan bangsa.

Ancaman Rokok pada Anak

The Tobacco Atlas menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga dengan jumlah perokok terbanyak di dunia pada tahun 2020, hanya di belakang China dan India. Lebih menyedihkan lagi, tingkat perokok anak di Indonesia juga tergolong relatif tinggi. Data terbaru dari Global Youth Tobacco Survey (GYTS) tahun 2019 menunjukkan bahwa 40,6% pelajar di Indonesia (usia 13-15 tahun) pernah menggunakan produk tembakau, dengan 19,2% pelajar merupakan perokok aktif.
ADVERTISEMENT
Secara lebih rinci, satu dari tiga anak laki-laki, dan hampir satu dari lima anak perempuan sudah pernah menggunakan produk tembakau. Angka ini tentu mengkhawatirkan mengingat anak-anak Indonesia merupakan tulang punggung perekonomian dan pembangunan bangsa di masa depan.
Kebiasaan merokok yang dimulai sejak usia anak dapat memberikan dampak buruk yang signifikan terhadap kesehatan dan produktivitas. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa anak-anak yang merokok lebih sering mengalami kesulitan untuk mengikuti pelajaran di sekolah dan memiliki tingkat konsentrasi yang lebih rendah.
Anak-anak yang merokok memiliki tingkat prestasi akademik yang lebih rendah, konsentrasi yang lebih rendah, dan nilai ujian yang lebih rendah dibandingkan dengan teman-teman mereka yang tidak merokok. Rokok mengandung nikotin dan zat berbahaya lainnya yang dapat memengaruhi perkembangan otak dan fungsi kognitif pada anak-anak.
ADVERTISEMENT
Selain itu, studi yang dilakukan pada tahun 2020 oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menemukan bahwa anak-anak yang merokok berisiko lebih tinggi untuk mengidap asma dan gangguan fungsi paru-paru. Masalah kesehatan ini tentu dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan mereka dalam memberikan kontribusi terbaik untuk kemajuan bangsa di masa depan.
Kebiasaan merokok pada anak tidak hanya berdampak buruk pada kesehatan dan produktivitas mereka, tetapi juga memberikan beban ekonomi yang besar bagi keluarga. Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2023 yang dirilis BPS, rata-rata pengeluaran per kapita untuk konsumsi rokok dan tembakau mencapai Rp 91.003 per bulan, atau sekitar 12,79% dari total pengeluaran rumah tangga untuk komoditas makanan.
Pengeluaran ini bahkan lebih tinggi daripada pengeluaran untuk makanan pokok, yang hanya 11,27% dari total pengeluaran rumah tangga untuk komoditas makanan. Keluarga yang memiliki anak perokok pasti akan mengalami peningkatan pengeluaran untuk rokok karena mereka harus membayar untuk rokok anak-anak mereka.
ADVERTISEMENT
Kondisi ini berpotensi memperparah kemiskinan dan memperlebar kesenjangan ekonomi, karena uang yang seharusnya dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan pokok (seperti makanan bergizi, pendidikan, dan kesehatan) guna mendukung kegiatan produktif, justru diserap untuk kebiasaan merokok yang tidak produktif.

Melindungi Anak dari Intervensi Industri Tembakau

Kesadaran terhadap promosi masif industri tembakau adalah bagian penting dari upaya melindungi bonus demografi dari ancaman perokok anak. Strategi pemasaran yang agresif dan seringkali terselubung telah menjadikan anak-anak sebagai sasaran empuk bagi industri rokok.
Iklan yang menarik dengan citra populer di berbagai media, sponsor berbagai acara hiburan dan olahraga yang disukai anak-anak, serta pengemasan produk yang atraktif merupakan beberapa contoh langkah yang digunakan oleh industri tembakau guna menarik anak-anak untuk merokok. Data GYTS 2019 menunjukkan bahwa hampir hampir tujuh dari sepuluh pelajar melihat iklan atau promosi rokok di televisi atau tempat penjualan, dan satu dari tiga pelajar merasa pernah melihat iklan di internet atau media sosial.
ADVERTISEMENT
Tidak mengherankan jika promosi masif ini berkontribusi besar terhadap peningkatan prevalensi perokok anak yang terpapar sejak dini dan terjerumus dalam persepsi bahwa merokok adalah aktivitas "keren" dan populer.
Oleh karena itu, sangat penting untuk melindungi anak-anak dari intervensi industri tembakau. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 telah menetapkan bahwa pemasaran dan promosi produk tembakau yang ditujukan kepada anak-anak dan remaja dilarang.
Namun, regulasi ini masih memiliki celah yang dapat dimanfaatkan untuk mempromosikan produk tembakau kepada anak-anak melalui cara-cara yang lebih tersembunyi, seperti sponsorship acara olahraga atau hiburan dan penggunaan influencer di media sosial yang secara tidak langsung menarik minat mereka terhadap produk tembakau.
Oleh karena itu, pemerintah perlu memperkuat regulasi tersebut dengan menutup celah-celah yang ada dan menetapkan sanksi yang lebih tegas bagi pelanggarnya, seperti denda yang besar dan pencabutan izin usaha.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pemerintah harus meningkatkan edukasi dan kampanye kesehatan masyarakat, khususnya kepada anak-anak, agar mereka memahami bahaya konsumsi produk rokok dan tembakau dan terlindungi dari upaya-upaya industri tembakau untuk menarik minat mereka.
Orang tua juga perlu menjadi teladan yang baik dengan tidak merokok di depan anak-anak, serta memperkuat komunikasi dan pengawasan terhadap aktivitas anak-anak, terutama dalam penggunaan media digital. Dengan upaya kolektif dari berbagai pihak, diharapkan anak Indonesia dapat terlindungi dari ancaman rokok dan tumbuh menjadi individu yang sehat dan produktif.
Masa depan Indonesia bergantung pada kesehatan dan produktivitas anak-anaknya sebagai tulang punggung pembangunan di masa mendatang. Melindungi anak-anak dari bahaya rokok adalah investasi penting untuk meraih bonus demografi dan mewujudkan Indonesia yang maju dan sejahtera. Mari memperkuat komitmen bersama dalam memerangi bahaya rokok dan menyelamatkan bonus demografi demi masa depan bangsa yang lebih cerah.
ADVERTISEMENT