Konten dari Pengguna

CSR dan Pengaruhnya terhadap Stabilitas Sosial di Daerah Penghasil Migas

Nadhiroh Azzahra
Mahasiswi Program Studi Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
10 Februari 2025 20:30 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nadhiroh Azzahra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Oil Rig and Refinery | sumber : pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Oil Rig and Refinery | sumber : pixabay.com
ADVERTISEMENT
Pernahkah terpikir bagaimana rasanya tinggal di daerah penghasil minyak dan gas bumi? Banyak orang membayangkan kehidupan yang makmur, jalanan mulus, rumah-rumah megah, dan lapangan pekerjaan yang melimpah. Wajar saja, kalau minyak disebut sebagai “emas hitam”, pastinya masyarakat di sekitarnya ikut menikmati kemewahan, bukan?
ADVERTISEMENT
Sayangnya, realitas sering kali jauh dari ekspektasi. Di banyak daerah penghasil migas, masyarakat justru menghadapi dilema besar. Benar, industri migas membawa investasi dan pembangunan, tetapi di sisi lain, muncul juga berbagai persoalan sosial dan ekonomi. Harga tanah melonjak, penduduk lokal kesulitan bersaing dengan tenaga kerja dari luar, hingga polusi yang mengintai kesehatan.
Lalu datanglah Corporate Social Responsibility (CSR), sebuah janji manis dari perusahaan migas yang katanya akan mengangkat kesejahteraan masyarakat sekitar. Program ini sering digadang-gadang sebagai solusi untuk mengimbangi dampak industri migas, mulai dari pembangunan sekolah, pelatihan kerja, bantuan modal usaha, hingga proyek penghijauan. Sekilas terdengar sempurna.
Namun, apakah CSR benar-benar menjadi solusi? Ataukah ini hanya bumbu pemanis yang lebih banyak terlihat di laporan tahunan perusahaan ketimbang terasa dampaknya bagi masyarakat?
ADVERTISEMENT
Mari kita kupas lebih dalam bagaimana CSR di daerah penghasil migas bisa menjadi berkah atau justru menambah panjang daftar persoalan yang ada.
Dampak Ekonomi CSR di Daerah Penghasil Migas
CSR sering dianggap sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi lokal. ExxonMobil, misalnya, telah meluncurkan berbagai program pelatihan keterampilan dan modal usaha di Blok Cepu. Namun, apakah program ini benar-benar mengangkat perekonomian masyarakat?
Dalam sebuah survei yang dilakukan di Ringintunggal, Gayam, Bojonegoro, ditemukan bahwa dari 64 responden, hanya 26,56% yang merasa pendapatan mereka meningkat setelah mendapatkan manfaat dari CSR, sementara 42,18% merasa tidak ada perubahan signifikan dalam ekonomi mereka​.
Selain itu, masalah ketergantungan ekonomi terhadap industri migas juga menjadi isu utama. Banyak masyarakat yang sebelumnya bekerja di sektor pertanian atau perikanan terpaksa beralih ke pekerjaan yang bergantung pada keberadaan perusahaan migas. Ketika produksi minyak menurun atau perusahaan mengurangi tenaga kerja, mereka pun kehilangan sumber pendapatan utama​.
ADVERTISEMENT
Konflik Sosial Akibat Distribusi CSR yang Tidak Merata
Salah satu tantangan terbesar dalam implementasi CSR adalah distribusi manfaat yang tidak merata. Masyarakat yang tinggal lebih dekat dengan lokasi operasional biasanya menerima lebih banyak manfaat dibandingkan dengan mereka yang berada di daerah yang lebih jauh. Akibatnya, terjadi kesenjangan sosial yang justru menciptakan konflik di antara warga.
Berdasarkan penelitian Romadhona et al. (2022), ditemukan bahwa hanya 51,56% responden yang mengetahui adanya program CSR, sementara 37,5% tidak memahami program ini, dan 10,93% bahkan tidak menerima manfaat sama sekali​. Fakta ini menunjukkan bahwa program CSR ExxonMobil belum tersosialisasikan dengan baik, menyebabkan banyak masyarakat merasa terabaikan.
Selain itu, banyak tenaga kerja yang direkrut untuk bekerja di sektor migas berasal dari luar daerah. Hal ini menimbulkan perasaan ketidakadilan bagi masyarakat setempat yang merasa tidak mendapatkan kesempatan kerja yang layak. Ketimpangan ini memicu kecemburuan sosial yang berpotensi menimbulkan konflik​
ADVERTISEMENT
Dampak Lingkungan dan Keberlanjutan CSR ExxonMobil
Keberlanjutan adalah salah satu aspek yang sering digembar-gemborkan dalam program CSR perusahaan energi. ExxonMobil, misalnya, mengklaim telah mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 5% dari 2010 hingga 2019 sebagai bagian dari komitmennya terhadap keberlanjutan lingkungan​. Namun, di tingkat lokal, masyarakat masih menghadapi masalah pencemaran udara dan air akibat aktivitas industri migas. Dalam survei yang dilakukan di Blok Cepu, 40,62% responden menyatakan bahwa CSR ExxonMobil belum memberikan manfaat yang signifikan dalam meningkatkan kualitas lingkungan​
Seorang warga Ringintunggal menyampaikan bahwa meskipun sumur minyak telah dipindahkan ke lokasi yang lebih jauh, polusi udara masih menjadi masalah. “Dulu memang sempat kena polusi udara, ya karena sumur dan truk yang lewat. Tapi air nggak tercemar, hanya udara saja,” ujarnya​. Jika masalah ini tidak ditangani dengan serius, maka program CSR dalam bidang lingkungan hanya akan menjadi formalitas tanpa dampak nyata bagi masyarakat setempat.
ADVERTISEMENT
Bagaimana CSR Bisa Lebih Efektif?
Agar CSR benar-benar memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat di daerah penghasil migas, beberapa langkah strategis perlu diterapkan:
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
CSR adalah instrumen penting dalam menjaga stabilitas sosial dan ekonomi di daerah penghasil migas. Namun, studi kasus ExxonMobil di Blok Cepu menunjukkan bahwa pelaksanaan CSR masih menghadapi berbagai tantangan.
Meskipun ada manfaat dalam bentuk peningkatan akses pendidikan, infrastruktur, dan kesehatan, banyak masalah yang masih perlu diatasi, termasuk ketimpangan ekonomi, konflik sosial akibat distribusi manfaat yang tidak merata, serta dampak lingkungan yang belum sepenuhnya teratasi​.
Agar CSR benar-benar memberikan dampak positif, perusahaan migas harus mengedepankan prinsip keberlanjutan, keadilan sosial, dan transparansi. Dengan pendekatan yang lebih inklusif dan strategis, CSR dapat menjadi alat yang efektif dalam menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat di daerah penghasil migas, bukan sekadar alat pencitraan perusahaan.