Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Korupsi dalam Siasat Budaya Oleh Karlina Supelli
12 Desember 2020 8:53 WIB
Tulisan dari Nadia Azah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Setelah di akhir tahun 2019 ini dunia global dihebohkan dengan fenomena Covid-19, negara kita di akhir tahun 2020 digegerkan dengan kasus korupsi di jajaran Kementerian. Kasus korupsi tersebut menjerat Menteri Sosial dan Menteri Kelautan. Rasanya nama dari menteri tersebut tidak usah disebutkan karena semua orang sudah cukup mengetahuinya, setelah beramai-ramai netizen meluapkan kekecewaan mereka melalui sosial media pasca tertangkapnya kedua menteri tersebut oleh KPK; dan dalam waktu yang berdekatan.
ADVERTISEMENT
Rasanya kita sebagai rakyat Indonesia yang tidak paham politik sekalipun, merasa muak dengan praktik korupsi yang terus merajalela di negeri ini. Kekuasaan dijadikan senjata dan tampuk empuk dalam melancarkan strategi yang menguntungkan pribadi pejabat, melupakan segala janjinya kepada rakyat sebelum dahulu terpilih. Masyarakat Indonesia tentu saja dengan semakin modernnya jaman, tidak akan mau dibodohi lagi dengan praktik korupsi kotor yang merugikan negara ini. Sindrom tidak percaya kepada pemerintahan mulai terlihat, masyarakat mulai meragukan adanya proses demokrasi, akibat dari banyaknya pejabat publik yang tidak menempatkan perilaku mereka pada jabatan mereka seharusnya yang diamanahkan. Pertanyaannya, jika negeri ini masyarakatnya tidak percaya pada pemerintahan, lalu bagaimana pemerintahan ini ke depannya berjalan?
Bagaimana Korupsi di Negara Kita?
Negara kita merupakan demokrasi, adanya sindrom tidak percaya yang dilun oleh masyarakat merupakan lonceng berbahaya yang harus ditanggapi secepat mungkin. Dengan lemahnya sistem hukum bagi koruptor yang berlaku di negeri ini, tidak mengherankan apabila korupsi dijadikan sebagai suatu kebiasaan yang diwajarkan, dengan alih-alih bahwa manusia tempatnya melakukan kesalahan. Korupsi bukan merupakan kesalahan, korupsi adalah tindakan kriminal. Korupsi dikategorikan menjadi kejahatan luar biasa, karena merugikan negara melalui kekuasaan.
ADVERTISEMENT
Rakyat yang masih banyak berada dalam kemiskinan, banyaknya permasalahan sosial yang belum terselesaikan, merupakan hal yang harus diperhatikan oleh para pejabat publik. Saat pemilihan berlangsung, dengan bujuk rayu nya menyelipkan perubahan nasib pada masyarakat. Masyarakat dengan pengetahuan yang mumpuni tentu tidak akan dibodohi begitu saja, namun bagaimana dengan masyarakat yang terjebak dalam dimensi kebodohan dan kemiskinan, yang tidak mementingkan sumbangan suara mereka pada calon pejabat tersebut daripada amplop yang diselipkan ke dalam kantong mereka?
Pejabat publik merupakan orang-orang yang dipercaya dalam bidangnya, yang dipilih untuk menyelesaikan permasalahan negara ini. Bukankah merupakan tugas yang sungguh sangat mulia pada hakikatnya? Keserakahan seharusnya bisa dikalahkan dengan hati nurani, namun nyatanya saat ini yang duduk pada jabatan pemerintahan kebanyakan orang-orang serakah yang tinggal menunggu namanya saja muncul di media pemberitaan mengenakan rompi oranye dengan tangan terborgol dan masih sempat tersenyum ke kamera. Ironis.
ADVERTISEMENT
Siasat Budaya
Gambaran dari kasus tersebut pernah diutarakan oleh Karlina Supelli. Karlina Supelli merupakan tokoh kosmologi dan dosen Filsafat yang pernah menyampaikan pidato berjudul “Siasat Kebudayaan” pada tahun 2013 yang memuat 8 pokok siasat antara lain:
(a) Membangkitkan kembali kebiasaan berpikir serius, bukan sekedar melempar komentar
(b) Mengubah konsep ekonomi dari urusan pasar dan jual beli ke urusan mata pencaharian warga biasa
(c) Melatih kebiasaan mau mengakui kesalahan dan berkata benar
(d) Melatih kebiasaan berpolitik karena tanggung jawab dan komitmen pada kehidupan publik, bukan pribadi
(e) Melatih hasrat; belanja karena perlu; bukan karena mau
(f) Membangun kebiasaan baru seluas bangsa untuk menilai bahwa korupsi, plagiarisme, dan menyontek bukan hal yang lazim, tapi kriminalitas
ADVERTISEMENT
(g) Mengembalikan makna profesi sebagai janji publik, bukan sekedar keahlian
(h) Melatih bertindak karena komitmen, bukan semata karena suka
Siasat budaya yang disampaikan oleh Karlina senada dengan fenomena sosial yang terkini terjadi di Indonesia. Mencuatnya berita mengenai kasus korupsi di jajaran Kementerian merupakan hal yang sangat memalukan. Bagaimana bisa seorang pejabat terdidik dan telah tersumpah melakukan praktik korupsi apalagi praktik korupsi tersebut melibatkan dana bantuan sosial masyarakat untuk Covid-19 terjadi. Jabatan yang melibatkan kekuasaan memang dapat menjadi godaan bagi sebagian orang yang melandasai kekuasannya bukan dengan komitmen dan nurani.
Praktik korupsi yang marak terjadi di Indonesia adalah gambaran dari poin siasat budaya Karlina yang mengatakan bahwa korupsi kerap terjadi akibat dari tindakan tersebut dianggap sebagai sesuatu yang lazim, bukan kriminalitas. Pola pemikiran seperti ini mengakibatkan banyak sekali pejabat yang menggunakan kekuasaannya untuk memperkaya dirinya sendiri. Dengan alih-alih bahwa sanksi hukuman yang mereka terima tidak terlalu berat, Indonesia belum menerapkan hukuman mati pada koruptor, sementara dengan relasi yang dimiliki oleh pejabat tersebut walaupun sudah dijebloskan ke dalam penjara mereka masih bisa merasakan kemewahan dari balik jeruji besi. Kepercayaan yang diberikan dengan masyarakat ditukar dengan pengkhianatan, sungguh ironis sekali.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Karlina juga telah mengamati bahwa budaya pejabat di Indonesia harus didasarkan karena tanggung jawab dan komitmen pada kehidupan publik, bukan pribadi. Ilmu Filsafat Karlina mengantarkan pemikirannya pada observasi tentang manusia, dimana prediksinya dalam 8 siasat kebudayaan memanglah hal yang sangat mendasar terjadi di Indonesia. Indonesia akan menghadapi badai besar, dimana masyarakat akan semakin cerdas dalam menentukan pilihan mereka untuk tidak memilih.
Power doesnt corrupt people,
People corrupt power.