Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Antropologi Budaya: Tradisi Sekaten sebagai Wujud Kebudayaan di Surakarta
28 April 2022 21:09 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Nadia Fiantika tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Upacara tradisi merupakan bagian dari adat-istiadat sebagai salah satu upaya masyarakat Jawa untuk menjaga keharmonisan dengan alam, dunia roh, dan sesamanya. Tradisi ini berkembang pada awal pemerintahan kerajaan Islam di Demak. Keraton Surakarta hingga sekarang masih menyelenggarakan beberapa upacara tradisional, salah satunya tradisi sekaten.
ADVERTISEMENT
Tradisi sekaten merupakan bentuk sinkretisasi Hindu dan Islam. Sekaten berasal dari bahasa arab syahadatain yaitu kalimat syahadat yang merupakan suatu kalimat yang harus dibaca oleh seseorang untuk masuk agama Islam, yang memiliki arti tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah SWT.
Pelaksanaan sekaten bertepatan dengan hari kelahiran Nabi Muhammad yaitu tanggal 5 sampai dengan 12 rabiul awal. Upacara tradisi sekaten dilaksanakan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad sebagai ungkapan rasa syukur atas berkah yang diberikan oleh Tuhan untuk selalu memberikan perlindungan, dengan selalu mensyukuri karunia-Nya diharapkan akan terhindar dari bahaya dan musibah.
Perayaan sekaten dimulai pada tanggal 5 rabiul awal dan berakhir dengan garebeg maulud tanggal 12 rabiul awal yang ditandai dengan dikeluarkannya gunungan. Gunungan berasal dari kata gunung, terdiri dari berbagai jenis makanan dan sayuran yang diatur bersusun tinggi menyerupai gunung.
ADVERTISEMENT
Hari pertama perayaan sekaten tanggal 5 rabiul awal diawali dengan dikeluarkannya dua buah gamelan yang merupakan peninggalan zaman kerajaan Demak dari dalam keraton. Dua buah gamelan itu dibawa dari dalam keraton lewat alun-alun kemudian dibawa ke masjid agung.
Sebelum dikeluarkan dari keraton diadakan selamatan dengan diberi doa dan sesajen. Dua buah gamelan tersebut bernama kyai guntur madu yang melambangkan tauhid dan kyai guntur sari yang melambangkan syahadat rosul. Selama perayaan sekaten selama satu minggu, kedua gamelan ini ditabuh secara bergantian.
Perayaan sekaten berlangsung tujuh hari, maka pada 12 rabiul awal diadakan upacara garebeg yaitu upacara selamatan dengan dikeluarkannya gunungan dari keraton. Gunungan tersebut dikeluarkan dari keraton menuju masjid agung. Gunungan yang dikeluarkan pada perayaan sekaten, yaitu gunungan kakung dan gunungan putri yang bermakna keselamatan dan pembawa berkah, gunungan saradan, dan gunungan ancak cantaka.
ADVERTISEMENT
Sumber :
Djono. 2014. Sejarah Lokal Surakarta. Jawa Tengah. UNS Press