Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.3
20 Ramadhan 1446 HKamis, 20 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Pemotongan Anggaran Pendidikan: Kebijakan yang Perlu Dikaji Ulang
17 Maret 2025 11:02 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Nadia Kusuma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Keputusan pemerintah untuk pemotongan anggaran pendidikan tinggi dan mengalihkannya ke program makanan gratis bagi anak sekolah telah memicu protes dari berbagai pihak, terutama mahasiswa dan akademisi. Kebijakan ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan anak-anak dari keluarga kurang mampu agar mendapatkan gizi yang lebih baik. Namun, langkah ini juga berisiko melemahkan sektor pendidikan tinggi yang memiliki peran krusial dalam pembangunan bangsa.
ADVERTISEMENT
Pendidikan tinggi merupakan fondasi bagi kemajuan suatu negara. Perguruan tinggi mencetak sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, menciptakan inovasi, dan meningkatkan daya saing bangsa di tingkat global. Jika anggaran untuk perguruan tinggi dikurangi, maka kualitas pendidikan bisa menurun. Dosen dan mahasiswa akan kesulitan mengakses fasilitas yang memadai, penelitian akan terbatas, dan banyak mahasiswa dari keluarga kurang mampu yang kehilangan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan karena berkurangnya beasiswa.
Menurut Ketua BEM Universitas Indonesia, Aurel Rian Pradana, kebijakan ini sangat merugikan mahasiswa. "Kami memahami pentingnya program sosial, tetapi bukan berarti pendidikan tinggi harus dikorbankan. Jika akses ke pendidikan semakin sulit, maka kesempatan bagi generasi muda untuk berkembang juga akan semakin kecil," ujarnya dalam wawancara dengan Kompas (15/03/2025).
ADVERTISEMENT
Selain itu, pemotongan anggaran pendidikan tinggi juga dapat berdampak pada peningkatan angka pengangguran. Lulusan perguruan tinggi yang kurang mendapatkan dukungan akademik dan pelatihan yang memadai akan kesulitan bersaing di dunia kerja. Akibatnya, banyak sarjana yang menganggur, yang pada gilirannya akan memperburuk kondisi ekonomi nasional. Dalam jangka panjang, kebijakan ini justru dapat menurunkan produktivitas dan daya saing Indonesia di pasar global.
Pakar pendidikan dari Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Sutrisno, menegaskan bahwa pendidikan tinggi adalah investasi jangka panjang yang tidak boleh diabaikan. "Negara-negara maju justru semakin meningkatkan anggaran pendidikan tinggi mereka untuk menciptakan SDM yang unggul. Jika kita mengambil langkah sebaliknya, maka kita sedang mundur dalam persaingan global," katanya kepada CNN Indonesia (14/03/2025).
ADVERTISEMENT
Pemerintah perlu mempertimbangkan kembali kebijakan ini dengan mencari solusi yang lebih seimbang. Program makanan gratis memang penting, tetapi seharusnya tidak mengorbankan sektor pendidikan tinggi. Alternatif yang bisa dilakukan adalah mencari sumber pendanaan lain, seperti mengurangi anggaran di sektor yang kurang produktif atau meningkatkan efisiensi pengelolaan dana pendidikan.
Kesimpulan yang dapat diambil, pemotongan anggaran pendidikan tinggi bukanlah langkah yang bijak jika tidak diimbangi dengan kebijakan yang tepat. Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang menentukan masa depan bangsa. Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak hanya berorientasi pada manfaat jangka pendek, tetapi juga mempertimbangkan dampaknya terhadap pembangunan jangka panjang Indonesia. Seperti yang dikatakan oleh Aurel Rian Pradana, "Jika pemerintah ingin Indonesia maju, maka pendidikan harus menjadi prioritas utama, bukan yang pertama kali dikorbankan."
ADVERTISEMENT