Konten dari Pengguna

Film Adaptasi dari Novel, Apakah Sesuai Ekspektasi?

Nadia Rahmatika
Mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
22 Desember 2021 18:07 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nadia Rahmatika tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi foto di bioskop. Foto berasal dari koleksi pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi foto di bioskop. Foto berasal dari koleksi pribadi.
ADVERTISEMENT
Kondisi pandemi seperti ini membuat masyarakat memiliki waktu luang lebih banyak di rumah. Sehingga banyak masyarakat yang menghabiskan waktunya untuk membaca karya sastra, salah satunya adalah novel. Melihat antusias pembaca novel yang semakin tinggi, membuat sutradara tertarik untuk menggarap novel menjadi sebuah film.
ADVERTISEMENT
Sejak dulu sudah banyak film Indonesia yang diadaptasi dari novel. Praktik ini disebut dengan ekranisasi. Ekranisasi sendiri merupakan proses pengangkatan sebuah novel menjadi film. Istilah tersebut masih terdengar asing bagi sebagian orang. Masyarakat tak mempedulikan istilah yang digunakan, bagi mereka film yang lebih bagus dari novelnya jauh lebih penting.
Novel dengan genre percintaan lebih sering difilmkan
Novel dengan genre percintaan masih menjadi primadona di kalangan remaja. Cerita cinta yang ringan sesuai dengan percintaan mereka saat ini. Seringkali ketika membaca sebuah novel kita membayangkan tokoh fiksi dan jalan cerita tersebut menjadi nyata. Penikmat novel percintaan biasanya lebih banyak dibandingkan novel-novel dengan genre lain. Sehingga banyak novel percintaan yang menjadi best seller. Hal inilah yang membuat sutradara memilih novel bergenre percintaan untuk dijadikan sebuah film.
ADVERTISEMENT
Satu minggu sebelum wabah Covid-19 menyerang Indonesia, ada film Mariposa yang sedang tayang di bioskop, film ini diadaptasi dari novel mega best seller karya Luluk HF, ceritanya memecahkan rekor dibaca hingga lebih dari 100 juta kali di Wattpad. Novel yang berisi kisah percintaan remaja SMA antara Aca dan Iqbal sukses membuat pembaca terkesima. Berawal dari banyaknya pembaca, Fajar Bustomi selaku sutradara memfilmkan novel tersebut dengan harapan film yang digarapnya akan sukses seperti novel aslinya.
Film percintaan lain yang tayang saat pandemi yaitu Geez & Ann, film ini merupakan adaptasi dari novel best seller karya Rintik Sendu atau Ntsana yang terbit dalam 3 edisi. Berkisah tentang sepasang remaja yang jatuh cinta dan menjalani hubungan jarak jauh. Film ini berakhir dengan sad ending. Film tersebut memiliki banyak penonton remaja karena mudah diakses di aplikasi berbayar tanpa harus datang ke bioskop.
ADVERTISEMENT
Dari kedua film tersebut menunjukkan bahwa banyaknya remaja yang antusias menonton film yang diadaptasi dari novel bergenre percintaan. Namun, tidak sedikit pula pembaca novel yang menyesal menonton film-film tersebut. Mereka beranggapan film yang ditonton tidak sesuai dengan ekspektasi mereka.
Film adaptasi tidak lebih dari novel aslinya
Pembaca novel yang memutuskan untuk menonton film yang diadaptasi dari novel biasanya memiliki ekspektasinya sendiri. Mereka dapat menilai dengan subjektif apakah film adaptasi novel tersebut keren atau jelek, sesuai dengan imajinasi yang dibayangkannya atau tidak. Terkadang masyarakat tidak menyadari bahwa novel dan film merupakan karya sastra yang memiliki media berbeda. Seharusnya tidak perlu terlalu tinggi berekspektasi.
Pada kenyataannya banyak pembaca novel yang kecewa terhadap film adaptasi yang tidak mampu memenuhi ruang imajinasinya. Hal ini didasari karena faktor pendukung utama dari sebuah film tidak seperti yang dibayangkan, misalnya dari pemeran yang tidak sesuai dengan karakter tokoh, alur cerita, dialog, hingga adegan-adegan lainnya. Walaupun sinematografi yang ditampilkan dapat memanjakan mata, apabila faktor-faktor lainnya tidak mendukung, film adaptasi dari novel dianggap gagal.
ADVERTISEMENT
Berangkat dari membaca novel yang sama tidak membuat dua orang memiliki reaksi yang sama pula ketika menonton film adaptasi. Ada yang tidak menaruh ekspektasi tinggi sehingga masih bisa menikmati film yang ditontonnya, ada pula yang menaruh harap terlalu tinggi kemudian merasa tidak puas dengan film adaptasi.
Pendapat yang menyatakan bahwa banyak orang yang tidak puas terhadap film yang diadaptasi dari novel sesuai dengan riset mandiri yang dilakukan oleh Tirto.id pada tahun 2017 yaitu menyebutkan ada 71,25% dari 400 responden yang menyatakan bahwa tidak puas dengan film yang diangkat dari novel yang telah dibaca mereka. 19,5% menyatakan netral, dan hanya 9,25% responden yang menyatakan puas.
Saya sebagai pembaca novel dan penonton film mengharapkan film yang ditayangkan sesuai dengan novel aslinya. Padahal saya juga mengetahui film memiliki durasi terbatas, sehingga sulit menggambarkan adegan dan kalimat yang tertulis dalam novel secara detail. Hal itu berdampak pada perubahan isi cerita dalam film, perubahan tersebut yang membuat pembaca kecewa karena cerita yang dibayangkannya tidak terealisasikan dengan baik dalam film.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian puas atau tidak puasnya menonton film yang di adaptasi dari novel yang telah dibaca dikembalikan pada selera masing masing. Seseorang yang telah membaca novel terlebih dahulu sebelum menonton filmnya harus menerima kekecewaan dari ekspektasi yang dibuat sendiri. Semoga semakin ke sini banyak orang yang bisa menerima bahwa khayalan yang dimilikinya tidak sama dengan khayalan sang sutradara, serta bisa membedakan antara imajinasi yang ada di novel dan film. Sehingga tidak akan merasa kecewa dan mampu menikmati cerita dengan versi dengan media yang berbeda.